Sunday, July 26, 2009

Hutan Bekutuk dan Lumpur Kesongo Jadi Kawasan Konservasi

Hutan Bekutuk dan Lumpur Kesongo di kawasan Kesatuan Pemangku Hutan atau KPH Randublatung Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah merupakan kawasan bernilai konservasi tinggi atau KBKT. Kawasan itu menyimpan aneka satwa, fauna, sumber-sumber air, dan penopang daerah aliran sungai.

Administratur KPH Randublatung Ahmad Ibrahim, Minggu (26/7), di Blora, mengatakan Perhutani mengkaji dan mengidentifikasi kawasan hutan KPH Randublatung sebagai KBKT bersama lembaga Tropical Forest Trust, masyarakat desa hutan, Dinas kehutanan, dan Bagian Lingkungan Hidup Kabupaten Blora. Metode yang digunakan adalah Proforest Tollkit .

Proforest Tollkit berbentuk konsultasi m asyarakat desa hutan berdasarkan pola perencanaan konservasi secara partisipatif . Konsultasi itu dilakukan untuk mengidentifikasi masalah lingkungan hidup melalui sistim perencanaan konservasi situs- situs yang ada dalam kawasan hutan. "Perhutani melakukan identifikasi tersebut untuk menyusun strategi dan monitoring peng elolaan kawasan bernilai tinggi," kata Ibrahim.

Menurut Ibrahim, kawasan hutan KPH Randublatung yang menjadi KBKT adalah Hutan Bekutuk dan Lumpur Kesongo. Hutan Bekutuk merupakan kawasan cagar alam jati. Sela in jati, hutan seluas 25,4 hektar itu merupakan tempat hidup Elang Bido (Spilornis cheela), Merak Hijau (Pavo muticus), dan Biawak (Varanus salvator).

Adapun sumber lumpur Kesongo merupakan kawasan hutan seluas 105,9 hektar. Hutan tersebut merupakan perpaduan hamparan rawa seluas 16 hektar, savana 79,9 h ektar, dan sumber lumpur 10 hektar .

Kawasan itu juga merupakan sarang 19 jenis burung migran. "Burung-burung itu antara lain Kuntul Putih (Bulbucus ibis), Bangau Tongtong (Leptotilos javanicus), Belibis Batu (Dendrocygna javanica), Bambangan Merah (Ixopbrychus cinnamomeus ) dan Cangak Merah (Ardea purpurea)," ujar Ibrahim.

Secara terpisah, Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Blora Suhadi meminta masyarakat Blora, khususnya ya ng tinggal di sekitar hutan, turut menjaga kelestarian kawasan konservasi itu. Kalau tidak dijaga, kawasan itu akan rusak.

Di kawasan hutan KPH Randublatung terdapat pula tujuh mata air yang menjadi sumber air masyarakat. "Untuk itu, masyarakat turut menghijaukan kawasan-kawasan gundul, cukup dengan satu orang satu pohon," kata dia.

Laporan wartawan KOMPAS Alb. Hendriyo Widi Ismanto

MINGGU, 26 JULI 2009 | 18:12 WIB BLORA, KOMPAS.com -

http://sains.kompas.com/read/xml/2009/07/26/18124297/hutan.bekutuk.dan.lumpur.kesongo.jadi.kawasan.konservasi..

42 Persen Lapisan Es Kutub Utara Juga Hilang

Es di laut Kutub Utara telah menipis secara dramatis sejak 2004, dan es yang lebih tua serta lebih tebal pecah dan membuka jalan bagi es yang lebih muda dan lebih tipis, yang mencair pada musim panas di Bumi belahan utara, demikian laporan beberapa ilmuwan di lembaga antariksa AS, NASA (Sumber Foto: Ralph Lee Hopkins/National Geographic/Getty Images
Ilustrasi lapisan es kutub utara).


Para peneliti selama bertahun-tahun telah mengetahui, es yang menutupi Laut Kutub Utara telah menyusut di satu daerah, tapi data baru satelit yang mengukur ketebalan es memperlihatkan volume es laut juga menyusut.

Itu penting karena es yang lebih tebal dan lebih ulet dapat bertahan dari musim panas ke musim panas berikutnya.

Tanpa lapisan es, perairan gelap Laut Kutub Utara lebih mudah menyerap panas sinar Matahari dan bukan memantulkannya sebagaimana terjadi pada es yang berwarna cerah, sehingga menambah kecepatan dampak pemanasan.

Melalui laporan yang dikirimkan pesawat antariksa ICESat, yang digunakan NASA, para ilmuwan menggambarkan, secara keseluruhan es Laut Kutub Utara menipis sebanyak 7 inci (17,78 centimeter) per tahun sejak 2004, sebanyak 2,2 kaki (0,67 meter) selama empat musim dingin. Temuan mereka dilaporkan di "Journal of Geophysical Research-Oceans".

Seluruh daerah yang tertutup es yang lebih tua dan lebih tebal yang sintas setidaknya selama satu musim panas kini menyusut sebanyak 42 persen.

Di luar itu, data baru satelit memperlihatkan, bagian es tua yang keras menipis secara bersamaan dengan meningkatnya jumlah es muda yang rapuh, keterangan yang sulit dilihat dengan jelas dari data sebelumnya.

Pada 2003, sebesar 62 persen dari seluruh volume es di Kutub Utara tersimpan di dalam lapisan es selama bertahun-tahun dan 38 persen es musiman pada tahun pertama. Sampai tahun lalu, 68 persen adalah es tahun pertama dan 32 persen es tahun-tahun berikutnya yang lebih keras.

Tim peneliti itu mengatakan, kelainan dan pemanasan global belakangan ini diduga di dalam sirkulasi es laut sebagai penyebabnya.

"Kita kehilangan lebih banyak es tua, dan itu penting," kata Ron Kwok dari Jet Propulsion Laboratory di Pasadena, California, sebagaimana dilaporkan kantor berita Inggris, Reuters.

"Pada dasarnya kami mengetahui berapa banyak daerah tersebut menyusut, tapi kami tidak mengetahui seberapa tebal."

Untuk mengetahui volume es itu, pesawat antariksa NASA, ICESat, mengukur seberapa tinggi es tersebut mencuat di atas permukaan laut di Kutub Utara, kata Kwok dalam satu wawancara telefon.

"Jika kami mengetahui seberapa banyak es mengambang di atas, kami dapat menggunakan itu untuk menghitung sisa ketebalan es tersebut. Sekitar sebilan per sepuluh es itu berada di bawah air," kata Kwok.

Pengukuran ICESat tampaknya mencakup seluruh Kutub Utara, dan semua itu digabungkan dengan pengukuran volume es yang dilakukan kapal selam, yang hanya mencakup beberapa kali perjalanan di seluruh daerah tersebut.

Es Laut Kutub Utara mencair sampai tingkat paling rendah keduanya tahun lalu, naik sedikit dari tingkat rendahnya sepanjang waktu pada 2007, demikian Pusat Data Es dan Salju AS

Es Kutub Utara adalah satu faktor dalam pola cuaca dan iklim global, karena perbedaan antara udara dingin di kedua kutub Bumi dan udara hangat di sekitar Khatulistiwa menggerakkan arus udara dan air, termasuk arus yang memancar.

SELASA, 21 JULI 2009 | 10:41 WIB

PASADENA, KOMPAS.com - http://sains.kompas.com/read/xml/2009/07/21/10410617/42.persen.lapisan.es.kutub.utara.juga.hilang

Hati-hati 75 Persen Es Kutub Selatan Sudah Hilang

Beberapa ilmuwan Selandia Baru telah memperingatkan bahwa Kutub Selatan mencair lebih cepat daripada perkiraan.


Profesor Peter Barrett dari Antarctic Research Center, Victoria University mengatakan, jumlah es yang hilang mencapai 75 persen sejak 1996, dan bertambah dengan cepat.

Hilangnya gletser di ujung Kutub Selatan mengakibatkan kenaikan permukaan air laut 0,4 Mm per tahun, tambahnya seperti dilaporkan kantor berita Xinhua.

"Hilangnya es global dari Greenland, Antartika dan gletser lain menunjukkan permukaan air laut akan naik antara 80 centimeter dan 2 meter sampai 2100," kata Barett.

Direktur pusat penelitian Profesor Tim Naish, yang memimpin satu tim peneliti yang membor jauh ke dalam batu di Kutub Selatan dan menemukan catatan kuno dari yang terakhir bahwa CO2 atmosfir mencapai tingkatnya sekarang.

Mereka mendapati, 3 juta sampai 5 juta tahun lalu, permukaan air laut cukup hangat untuk mencairkan banyak bagian es Kutub Selatan ketika CO2 atmosfir hanya sedikit lebih tinggi dibandingkan kondisinya hari ini.

Naish mengatakan es di bagian barat Antartika akan mencair sebelum lapisan es yang lebih besar di bagian timur Kutub Selatan karena es itu berada di bawah permukaan air laut dan menghangat bersama dengan air samudra.

Namun, ia mengatakan penelitian tersebut mengangkat pertanyaan yang tak terjawab mengenai berapa banyak CO2 atmosfir perlu naik untuk mencapai temperatur sampai 2 derajat celsius atau lebih.

Kondisi CO2 di atmosfir sekarang berjumlah 387 bagian per juta, naik dari sebanyak 280 bagian per juta pada awal Revolusi Industri.

SELASA, 21 JULI 2009 | 10:10 WIB

WEELINGTON, KOMPAS.com -http://sains.kompas.com/read/xml/2009/07/21/10101588/hati-hati.75.persen.es.kutub.selatan.sudah.hilang

Dunia Makin Hangat, Ukuran Binatang Mengecil

Perubahan iklim ternyata berdampak pada sejumlah spesies di berbagai penjuru dunia, mulai dari beruang kutub di Arktik hingga terumbu karang di laut tropis.

Dua perubahan ekologis yang tercatat adalah beberapa spesies—hewan ataupun tumbuhan—berpindah ketinggian juga berpindah derajat lintang mencari suhu yang sesuai. Perubahan lain yaitu siklus hidup sejumlah spesies berubah serta musim bunga dan migrasi burung-burung telah bergeser waktunya.

Sekarang ada perubahan ketiga, yaitu meningkatnya suhu bumi diiringi dengan mengecilnya ukuran organisme—baik ukuran komunitas maupun ukuran individu.

Hal itu diungkapkan pemimpin tim peneliti Martin Daufresne dari Cemagref Aix-en-Provence, lembaga penelitian milik Pemerintah Perancis. Hasil studi ini akan dimuat di jurnal ilmiah Proceedings of the National Academy of Sciences.

Penelitian dilakukan jangka panjang pada komunitas di perairan, meliputi bakteri, fitoplankton serta ikan yang hidup di sungai, danau, dan lautan. Menurut Daufresne, kelompok ikan di sungai-sungai di Perancis berkurang jumlahnya lebih dari 60 persen dalam penelitian selama dua dekade. (ISW)

RABU, 22 JULI 2009 | 08:42 WIB

KOMPAS.comhttp://sains.kompas.com/read/xml/2009/07/22/08425414/dunia.makin.hangat.ukuran.binatang.mengecil

Negara Pembuat Polusi Dunia Bertemu, Bisakah Bumi Diselamatkan?

Menteri-menteri lingkungan dari negara pembuat polusi terbesar dunia, termasuk AS dan China, Senin (22/6), bertemu di Meksiko dalam upaya AS untuk mempercepat kerja ke arah perjanjian iklim penting PBB.


Kelompok yang disebut Forum Ekonomi-ekonomi Besar (MEF) itu bermaksud membantu membuat perjanjian baru untuk menahan laju pembuangan gas rumah kaca, guna menggantikan Prokokol Kyoto saat perjanjian itu habis berlakunya pada 2012.

Pertemuan ketiga kelompok diputuskan ketika pembicaraan iklim di seluruh dunia macet, sebelum pertemuan puncak besar Kopenhagen Desember, yang ditujukan untuk menghasilkan perjanjian PBB yang baru.

Selama 12 hari pembicaraan perubahan iklim internasioal itu berakhir pekan lalu di Jerman tanpa hasil. Tidak ada solusi bagaimana membagi beban pengurangan emisi pada masa depan.

Negara-negara miskin meminta pengurangan yang signifikan dari negara-negara kaya, yang menurut sejarah, sebagian besar harus dipersalahkan karena masalah sekarang ini.

Mereka kebanyakan minta pengurangan sekitar 25-40 persen pada 1020 dibanding dengan tingkat pengurangan 1990. Beberapa negara, termasuk China, telah mengatakan 40 persen haruslah minimal.

Di negara-negara maju, Uni Eropa telah menawarkan pengurangan sedikitnya 20 persen pada 1990, tetapi Jepang dan AS sejauh ini menawarkan pengurangan sekitar delapan dan empat pesen berturut-turut.

MEF diluncurkan Presiden AS Barack Obama di belakang prakarsa pendahulunya, George W Bush. Anggota-anggotanya telah bertemu di Washington dan Paris pada April dan Mei.

Pesertanya termasuk Australia, Brasil, Inggris, Kanada, China, Republik Ceko, Denmark, Perancis, Jerman, India, Indonesia, Italia, Jepang, Korea Selatan, Meksiko, Rusia, Afrika Selatan, Swedia dan AS, dan juga ke-27 negara Uni Eropa.

"Wakil-wakil dari Uni Emirat Arab, Norwegia, dan Spanyol akan mengambil bagian sebagai pengamat," demikian dikatakan beberapa pejabat Meksiko.

Pembicaraan itu tiba ketika dukungan internasional meningkat pada proposal Meksiko yang bertujuan mengumpulkan miliaran dollar untuk memerangi perubahan iklim melalui lembaga yang disebut Green Fund.

Rencana itu akan mewajibkan semua pemerintah untuk membayar uang kontan berdasar pada formula yang mencerminkan ukuran produk domestik bruto masing-masing negara.

SELASA, 23 JUNI 2009 | 10:56 WIB

MEKSIKO, KOMPAS.com — http://sains.kompas.com/read/xml/2009/06/23/10560595/negara.pembuat.polusi.dunia.bertemu.bisakah.bumi.diselamatkan

Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Marke

  | Carbon Policy Lab Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Market Indonesi...