Membantu Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank Dalam Penerapan Sustainable Finance (Keuangan Berkelanjutan) - Environmental & Social Risk Analysis (ESRA) for Loan/Investment Approval - Training for Sustainability Reporting (SR) Based on OJK/GRI - Penguatan Manajemen Desa dan UMKM - Membantu Membuat Program dan Strategi CSR untuk Perusahaan. Hubungi Sdr. Leonard Tiopan Panjaitan, S.sos, MT, CSRA di: leonardpanjaitan@gmail.com atau Hp: 081286791540 (WA Only)
Monday, March 29, 2010
Izin Lisensi TV Analog Mulai Dihentikan
Seiring masuknya era digital, pemerintah menyatakan akan secara bertahap menghentikan penerbitan izin lisensi izin dan pembangunan infrastrukturnya untuk televisi analog.
Ke depan, pemerintah, juga akan secara bertahap memigrasikan dan menggantikannya dengan menerbitkan izin lisensi televisi digital.
Hal itu disampaikan dirjen SKDI Depkominfo Freddy tulung, di sela jumpa pers uji coba siaran TV digital di Gedung Utama Departemen Komunikasi dan Informatika, Jumat 26 Juni 2009.
“Secara bertahap dan berhati-hati, pemerintah akan menghentikan penerbitan izin lisensi untuk penyiaran televisi analog sekaligus izin lisensi infrastrukturnya,” ucap Freddy.
Menurutnya, proses ini akan memakan waktu 3 tahun ke depan. “Mudah-mudahan semuanya berjalan lancar, sehingga tahun 2012 sudah tidak ada lagi izin lisensi untuk TV analog,” kata Freddy.
Freddy juga menjelaskan, dalam dua hingga tiga tahun ke depan, pemerintah akan secara intensif mensosialisasikan penyiaran televisi di daerah terestrial.
“Diharapkan, pada tahun 2017 - 2018, siaran televisi digital sudah dapat dinikmati di seluruh wilayah Indonesia dengan kualitas yang jauh lebih baik ketimbang TV analog sekarang ini,” ucapnya.
Dalam pengujian TV digital, pemerintah melibatkan dua konsorsium untuk siaran bebas biaya (free to air), dan dua konsorsium untuk siaran berbayar. Untuk siaran bebas biaya, salah satu konsorsium berangotakan ANTV, SCTV, serta MetroTV.
Sementara untuk siaran berbayar (Pay TV), konsorsium yang terlibat adalah MNC Group (termasuk Indovision) serta dan konsorsium Telkom, Telkomsel, dan Telkomvision.
Source:http://teknologi.vivanews.com/news/read/70329-izin_lisensi_tv_analog_mulai_dihentikan
Batu Sandungan dalam Era TV Digital
Seperti ketika menerima sinyal TV digital dibutuhkan perangkat tambahan yang disebut set top box yang berfungsi sebagai decoder. Nah, dalam hal ini belum tentu masyarakat Indonesia mampu dan bersedia membeli piranti wajib ini.
"Selain itu kendala juga datang dari dari segi kesiapan masyarakat untuk menerima informasi dalam jumlah banyak. Dikhawatirkan masyarakat tidak mampu memilah-milah informasi mana yang baik dan mana yang merugikan, saking banyaknya informasi yang diterima," papar Satriyo Dharmanto, Direktur PT Multikom Indo Persada-Local Consultant Kominfo-JICA, di sela Seminar dan Public Hearing 'Teknologi TV Digital dan Penerapannya di Indonesia' di MMTC Yogyakarta, Kamis (6/3/2008).
Meski demikian, kata Satriyo, pemerintah akan terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang transisi dari sistem penyiaran analog ke digital ini, sehingga masyarakat lebih siap memasuki era TV digital. Bentuk-bentuk sosialisasi yang dilakukan berupa seminar, brosur-brosur serta pamflet.
Menurut Satriyo, keunggulan dari sistem digital adalah terbukanya kesempatan interaksi antara penonton dengan stasiun televisi. "Selain itu era digital juga membuka peluang konvergen, yakni meleburnya jaringan layanan tunggal ke dalam jaringan bersama terintegrasi. Misalnya, operator televisi bisa mengirimkan siaran lewat internet," tandasnya.
Source:http://www.detikinet.com/read/2008/03/06/170232/905085/328/batu-sandungan-dalam-era-tv-digital
Tuesday, October 13, 2009
Prospek IPTV di Indonesia melalui Benchmark Internasional*)
Kawasan | September 2007 | Maret 2008 | September 2008 | Maret 2009 |
94 | 102 | 105 | 106 | |
Eropa | 133 | 148 | 155 | 169 |
Amerika Utara | 341 | 358 | 357 | 359 |
Lain-lain | 52 | 68 | 64 | 84 |
Grand Total | 620 | 674 | 681 | 718 |
Sunday, October 11, 2009
PT Telkom Uji Coba Layanan TV Interaktif
Acara ini dihadiri pejabat di lingkungan Depkominfo serta Mitra Depkominfo yang terdiri dari pimpinan operator telekomunikasi, televisi, serta asosiasi antara lain APJII, Mastel, Aptel, dan KPI menjadi saksi uji coba layanan berteknologi baru ini untuk menonton televisi yang disebut TELKOM IPTV.
Vice President Public and Marketing Communication Telkom, Eddy Kurnia mengungkapkan, dengan keluarnya Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No 30/PER/ MKOMINFO/8/2009 tentang Penyelenggaraan Layanan Televisi Protokol Internet (Internet Protocol Television/IPTV) di Indonesia tanggal 19 Agustus 2009, maka tidak ada keraguan lagi bagi Telkom untuk menggelar layanan IPTV kepada publik.
"Uji coba layanan IPTV Telkom ini menjadi satu bukti bahwa Telkom senantiasa berupaya memberikan yang terbaik bagi pelanggannya," ujar Vice President Public and Marketing Communication Tel kom, Eddy Kurnia. Telkom berharap layanan ini dapat menjadi pilihan utama bagi masyarakat modern yang haus akan informasi.
Sebagai penyedia jasa telekomunikasi terbesar di Indonesia, Telkom terus berbenah seiring perkembangan teknologi agar memenuhi kebutuhan pelanggan. "Salah satu nilai tambah yang akan diberikan ke pelanggan publik adalah IPTV, suatu layanan TV interaktif melalui jaringan Speedy. IPTV melengkapi Speedy sebagai layanan triple play yaitu 3 layanan voice , internet dan video dengan satu koneksi kepada pelanggan," ujar Eddy Kurnia.
Berbeda dengan layanan payTV yang ada saat ini, IPTV Telkom memiliki fitur interaktif yang sangat beragam, penonton dimungkinkan memilih program favoritnya tanpa perlu takut ketinggalan program favorit lainnya.
Hal tersebut dimungkinkan karena kemampuan layanan IPTV untuk merekam atau menghentikan gambar saat tayangan sedang berlangsung. Dengan demikian kendali atas program televisi sepenuhnya ada di tangan penonton (personal). Selain itu gambar yang dihadirkan juga memiliki kualitas yang jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan payTV yang ada saat ini.
Fitur-fitur lain yang dapat disediakan oleh IPTV adalah, Electronic Program Guide (EPG), yaitu: panduan pengaturan progam secara elektronik ; Digital Video Recording (DVR), yaitu fitur untuk merekam siaran langsung (real time broadcast) dalam jaringan server yang dapat diakses kapanpun diinginkan; Time-Shift TV, yaitu fitur untuk menghentikan gambar saat tayangan sedang disiarkan dan dapat dilanjutkan kembali tanpa ada yang terpotong; Pay Per View, yaitu siaran berbayar per gambar; Video on Demand (VoD) : layanan siaran video sesuai permintaan penonton; Music on Demand : layanan siaran musik sesuai permintaan penonton; dan Parental guide yaitu layanan untuk melindungi anak dan remaja dari siaran yang yang tidak diperuntukkan bagi usia mereka.
Penonton juga dimanjakan dengan fitur Game dan ke depannya akan dikembangkan juga layanan penunjang antara lain, shopping TV yaitu layanan bagi para penonton memesan dan membeli barang yang diminati saat menyaksikan sebuah tayangan televisi.
Laporan wartawan KOMPAS Haryo Damardono
JAKARTA, KOMPAS.com -http://bisniskeuangan.kompas.com/read/xml/2009/09/08/18374175/pt.telkom.uji.coba.layanan.tv.interaktif.
Monday, October 5, 2009
Lompatan Momentum Mobilisasi Televisi Digital
Konvergensi teknologi yang terus-menerus, semakin dalam, dan semakin rumit, setidaknya mengisyaratkan kepada kita bahwa teknologi tayangan dalam format layar lebar dan kaca teve yang sudah tersedia selama 100 tahun terakhir ini masih tetap akan menjadi sentra penting keseluruhan kemajuan teknologi komunikasi informasi.
Persoalannya, tidak mudah untuk menjadikan teve dengan teknologi definisi tinggi sekarang ini untuk menjadi bagian dalam pergerakan konvergensi teknologi komunikasi informasi yang salah satu ciri alamiahnya adalah mobilitas yang memungkinkan penggunanya untuk bergerak tidak lagi dibatasi dimensi ruang dan waktu.
Banyak upaya dilakukan, termasuk mendigitalisasi kanal teve dengan memperkenalkan, misalnya, teknologi DVB (digital video broadcasting) yang memungkinkan penayangan siaran teve di ponsel (DVB-H). Persoalannya, investasi yang harus ditanam dan prospek bisnis yang tersedia menjadi tidak memadai, ketika harus berhadapan dengan regulasi, hak cipta, dan konsumen sendiri yang mempertimbangkan biaya yang harus mereka keluarkan.
Momentum untuk bisa menggelar mobilitas teve memang akan sangat bergantung pada lingkungan yang melibatkan banyak pihak dan akan menjadi model bisnis yang sangat rumit mencakup banyak hal, termasuk aspek legal, model bisnis, kesiapan teknologi, dan model pelayanan.
Lompatan momentum
Salah satu produk yang bisa menjadi perantara untuk memberikan teve nuansa mobilitas dalam pergerakan konvergensi, mungkin, dicerminkan dalam perangkat Slingbox buatan Sling Media yang memungkinkan keseluruhan tayangan teve, baik teresterial maupun kabel secara berlangganan, bisa ditampilkan dalam berbagai produk teknologi, mulai dari komputer sampai ponsel, termasuk iPhone ataupun Blackberry.
Slingbox adalah jembatan digital memanfaatkan teknologi kompresi video dan jejaringan LAN (local area network). Perangkat ini memungkinkan mereka yang memiliki akses ke dalam jaringan menyaksikan teve di rumah, mengikuti serial seru seperti 24 atau CSI dalam jaringan kabel berbayar.
Penggunaan Slingbox sangat sederhana dan mudah. Selain itu, penggunaan aplikasi akses Slingbox juga memungkinkan penayangan siaran teve di layar komputer serta mengendalikannya dari jarak jauh untuk mengubah saluran kanal siaran. Kehadiran teknologi pita lebar memungkinkan perluasan jangkauan Slingbox untuk menyaksikan teve berbayar di mana saja, di mobil, kendaraan umum, mal, kantor, dan lainnya.
Slingbox memungkinkan semua perangkat yang kita gunakan setiap hari, mulai dari ponsel hingga netbook untuk menjadi teve. Dan teknologi yang diterapkan Sling Media dalam produk Slingbox ini merupakan pengejawantahan serta lompatan yang menunggu momentum untuk menjadikan teve sebagai bagian dari keseluruhan kemajuan teknologi komunikasi informasi.
Oleh
Senin, 05 Oktober 2009
Source:http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/10/05/02463195/lompatan.momentum.mobilisasi.teve.digital
Selamat Datang Televisi Digital Di Yogyakarta
Saat ini di Direktorat Jenderal Sarana Komunikasi dan Desiminasi Informasi (SKDI) Departemen Komunikasi dan Informatika di Jakarta tercatat 10 Lembaga Penyiaran Swasta atau LPS (RCTI, SCTV, Indosiar, TPI, antv, Metro TV, TransTV, Trans7, Global TV, TV One), 1 Lembaga Penyiaran Publik atau LPP, yaitu TVRI, dan 115 LPS lokal yang mengantongi izin resmi, sementara masih terdapat 450-an LPS lokal yang tidak bisa mendapat izin resmi karena keterbatasan kanal, termasuk empat dari DIY dan tiga dari Jawa Tengah.
Oleh karena itu, sejak pertengahan 2008 Depkominfo bersama Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Ditjen Pos dan Telekomunikasi telah sepakat untuk melakukan moratorium perizinan LPS analog di kota-kota besar di Indonesia (sebut saja Kota AC Nielsen: Medan, Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, Makassar, Palembang, dan Banjarmasin). Selanjutnya, LPS yang hendak melakukan permohonan izin siaran diarahkan ke sistem Televisi Digital Terestrial Penerimaan Tetap (TVD TT).
Pembagian kanal analog tersebut terdapat dalam Keputusan Menkominfo No 76 Tahun 2003 atau disebut KM 76. Dari 14 kanal yang terdapat di Yogyakarta, 11 kanal sudah digunakan oleh televisi nasional dan sisanya tiga kanal sudah digunakan tiga televisi lokal (RBTV, Jogja TV, dan ADTV), sementara masih terdapat empat LPS lokal (Nusa TV, MYTV, Malioboro TV, dan Kresna TV), satu yang belum kebagian kanal menunggu keputusan Menkominfo untuk memperoleh kanal non masterplan dengan mengambil kanal genap dari luar DIY. Persoalan di Yogyakarta, tidak jauh beda dengan Semarang dan kota-kota besar lainnya. Mungkin penyusunan KM 76 ini dulunya tidak memprediksikan akan munculnya pemohon televisi lokal yang jumlahnya mencapai ratusan dalam waktu lima tahun terakhir ini.
Persoalan inilah yang lalu menelurkan Peraturan Menteri Komunikasi Nomor 12/PER/M/Kominfo/02/09 yang berisi Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP) Sekunder bagi LPS lokal yang tidak kebagian kanal masterplan di wilayahnya, dengan menggunakan kanal non masterplan, dengan catatan LPS lokal tersebut telah mengantongi Rekomendasi Kelayakan (RK) yang dikeluarkan oleh Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) setempat sebelum tanggal 22 Agustus 2008.
Namun, hal ini tidaklah semudah membalik telapak tangan. Persoalan alokasi kanal tetap menjadi bahan pertimbangan khusus selain kesiapan materi program siaran, finansial, manajemen, rencana bisnis, dan lain-lainnya dari LPS lokal tersebut. Namun, kebijaksanaan pemerintah memberikan IPP ini akan dilakukan dengan catatan apabila di wilayahnya tempat bersiaran sudah diterapkan sistem penyiaran dengan teknologi digital, maka LPS tersebut harus sesegera mungkin berpindah ke sistem digital atau TVD TT. Sementara itu, bagi LPS yang baru memperoleh RK setelah 22 Agustus 2008 akan diarahkan ke sistem siaran digital dengan menunggu payung regulasi dan infrastrukturnya yang rencananya akan selesai akhir bulan Oktober 2009 ini.
Satu pita kanal digital dapat digunakan oleh enam sampai delapan program siaran. Konsorsium Televisi Digital Indonesia (KTDI), yakni SCTV, MetroTV, TransTV, Trans7, antv, dan TV One saat ini sudah melakukan siaran percobaan di Jakarta dengan menggunakan satu pita kanal digital dan kualitas tampilan audiovisualnya pun sama persis dengan televisi berlangganan atau televisi kabel.
Di Yogyakarta, yang terdapat 14 kanal analog, dapat diterapkan model siaran dengan sistem digital, dengan cara mengambil tiga pita kanal yang dikelola oleh tiga konsorsium atau multiplexer, dengan perincian satu pita rencananya digunakan oleh KTDI (SCTV, Metro TV, ANTV, TV One, TransTV, dan Trans7) kemudian satu pita lagi rencananya akan digunakan oleh Konsorsium TVRI-Telkom (TVRI, RCTI, TPI, Global TV, dan Indosiar). Lalu, satu pita lagi digunakan oleh Konsorsium Televisi Lokal Yogyakarta (belum dibentuk), yakni Jogja TV, RBTV, ADTV, MYTV, Kresna TV, Nusa TV, dan Malioboro TV.
Selanjutnya LPS-LPS tersebut disebut sebagai Content Provider atau Penyedia Program, sedangkan pihak penyedia pita kanal digital disebut sebagai multiplexer. Apabila jaringan televisi komunitas akan membentuk dan memiliki multiplexer sendiri, maka hal ini bisa dikonsultasikan dengan pemerintah, dalam hal ini Depkominfo.
Dengan demikian, kekurangan kanal akan dapat segera teratasi dan sekitar 450 LPS lokal akan berizin dan bersiaran dengan sistem TVD TT, ditambah 115 LPS lokal yang sudah mendapatkan IPP analog dan 11 televisi nasional.
Untuk bisa menangkap siaran TVD TT ini, pesawat televisi yang belum ada perangkat digitalnya harus menggunakan satu perangkat yang disebut sebagai Set Top Box (STB). Harga STB saat ini mencapai Rp 250.000-Rp 400.000, tanpa mengubah antena televisi yang sudah ada.
Namun, pemerintah yang bekerja sama dengan perusahaan elektronik akan mengusahakan harga STB ini di bawah Rp 250.000. Apabila harga STB ini sudah mencapai titik temu dan perangkat regulasi serta infrastruktur sudah siap, maka Indonesia akan segera mengikuti negara-negara lainnya untuk bersiaran secara digital.
Dengan demikian, beralihnya sistem televisi analog atau terestrial ke sistem TVD TT ini Pemerintah dapat menyelesaikan persoalan keterbatasan kanal, persoalan perizinan LPS. Namun, yang paling penting adalah masyarakat akan mendapat tontonan, hiburan, dan informasi yang semakin beragam dengan kualitas audiovisual yang jauh lebih sempurna.
Jadi, pertanyaan televisi digital ini untuk kepentingan siapa sudah terjawab. Selamat datang Televisi Digital Terestrial Penerimaan Tetap.
Penulis: Yudah Prakoso Direktur Eksekutif Institute of Community and Media Development- inCODE Yogyakarta
Senin, 05 Oktober 2009
Source:http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/10/05/14170041/selamat.datang.televisi.digital.di.yogyakarta
Saturday, October 3, 2009
Ratusan Stasiun TV Lokal di Jabar Antre Dapat Izin
Berdasarkan data Bidang Infrastruktur Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jabar, terdapat 129 stasiun televisi lokal yang mengajukan Izin Penyelenggaraan Penyiaran kepada KPI dan pemerintah. Dari jumlah ini, hanya 47 yang dinyatakan memenuhi syarat kelayakan dari KPI dan menunggu proses perizinan lanjutan.
Menurut komisioner Bidang Infrastruktur KPID Jabar, Z Al Faqih, Jabar mencatatkan diri sebagai provinsi dengan pengajuan izin lembaga penyiaran terbanyak di Indonesia.
”Secara ekonomi, wilayah Jawa Barat cukup maju. Orang pun tertantang mendirikan radio dan televisi untuk mendapat keuntungan,” katanya Minggu (27/9).
Di Bandung, ibu kota Provinsi Jabar, sebagai contoh, akan ada tambahan setidaknya 7 stasiun televisi lokal. Ini akan semakin melengkapi daftar pilihan masyarakat mengingat sebelumnya sudah ada 6 stasiun televisi lokal yang lebih dulu muncul di sana.
Tingginya minat mendirikan stasiun televisi lokal ini, diakui Faqih, tidak terlepas dari rencana akan segera diterapkannya sistem penyiaran berjaringan. ”Peraturan Menteri No 32/2007 menyebutkan, pelaksanaan penyiaran berjaringan ini pada 2009. Ini tak bisa ditunda lagi,” tuturnya.
Demi kepastian hukum, lanjutnya, sistem penyiaran berjaringan harus segera dilaksanakan. Ini sesuai dengan semangat UU No 32/2002 tentang Penyiaran yang menekankan keragaman kepemilikan dan isi.
”Dengan berjaringan, akan terjadi pembagian investasi dan sumber daya. Isi lokal pun akan diberi ruang. Yang terjadi selama ini, kebutuhan masyarakat dan keragaman kan masih sulit diakomodasi stasiun televisi nasional,” tuturnya. Sistem televisi berjaringan mensyaratkan setiap televisi nasional melakukan kerja sama dengan televisi lokal dalam melakukan relay siaran.
Menurut pengajar Ilmu Komunikasi Universitas Islam Bandung, Atie Rachmiatie, masyarakat daerah bisa menaruh harapan banyak kepada televisi lokal untuk mendapatkan hiburan dan informasi yang mendidik.
Ini tidak terlepas dari masih buruknya kualitas siaran mayoritas televisi swasta nasional saat ini. ”Isi siaran televisi di Jakarta hanya menghabiskan emosi, tetapi tidak ada nilai pendidikannya,” tuturnya. Tahun ini, misalnya, setidaknya muncul 61 pengaduan dari masyarakat tentang isi siaran yang semua terkait televisi swasta nasional. (JON)
Bandung, Kompas - http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/09/29/0353533/Ratusan.Stasiun.TV.Lokal.di.Jabar.Antre.Dapat.Izin
Saturday, September 26, 2009
Atom Hadir untuk Televisi
Prosesor Atom untuk televisi, pemutar Blu-ray dan perangkat elektronik lainnya diperkenalkan dalam Intel Developer Forum, yang digelar di San Francisco, 22-24 September 2009.
Eric Kim, Senior Vice President dan General Manager Digital Home Group, Intel Corporation, mengungkapkan prosesor Atom tersebut dalam keynote speech-nya.
Kim menyebut prosesor bernama Intel Atom CE 4100 itu sebagai System on Chip pertama Intel yang berbasis mikroarsitektur Atom. Prosesor dengan pabrikasi 45nm itu memiliki nama kode Sodaville.
Sodaville memiliki beberapa kemampuan yang jadi unggulan. Termasuk dukungan pada format 1080P dan MPEG4, capture video 1080P hingga memori DDR3 dan DDR4.
Pada kesempatan itu Intel juga mendemonstrasikan konsep televisi masa depan. Konsep yang dibangun dengan Adobe Flash 10 itu menampilkan integrasi siaran televisi konvensional dengan fitur ala internet seperti jejaring sosial, video conference, bookmarking dan navigasi.
( wsh / ash )
Jumat, 25 September 2009
Source:http://www.detikinet.com/read/2009/09/25/144450/1209040/317/atom-hadir-untuk-televisi
Monday, August 24, 2009
Telkom Sambut Positif Terbitnya Regulasi IPTV
"Kami menyambut baik keluarnya regulasi tersebut karena akan memberikan kepastian hukum dalam penyelenggaraan layanan IPTV sebagai area bisnis baru yang menjanjikan," ujar Vice President Public and Marketing Communication Telkom, Eddy Kurnia, Senin (24/8) di Jakarta.
Eddy menegaskan, tak memungkiri, Telkom juga menaruh minat untuk terjun di bisnis layanan IPTV mengingat berbagai alasan, di antaranya: kesiapan infrastrukur Telkom dalam mendukung pengembangan IPTV; in-line dengan strategy dan tranformasi bisnis Telkom, terutama dalam kaitan menumbuhkan bisnis baru (grow new wave); IPTV bisa menjadi wahana (vehicle) yang efektif untuk merevitalisasi bisnis fixed line yang sedang mengalami fase menurun (declining).
Selain itu, kata Eddy Kurnia, potensi bisnis IPTV cukup menjanjikan seiring dengan perubahan lifestyle masyarakat dalam berhubungan dengan media. "IPTV itu benar-benar akan mengakomodasi keinginan orang untuk memanfaatkan media melalui cara-cara yang sangat nyaman, praktis dan ekonomis, sehingga akan digandrungi orang," ujarnya.
Berbeda
Sebagaimana diatur dalam PM 30/2009, IPTV adalah teknologi yang menyediakan layanan konvergen dalam bentuk siaran radio dan televisi, video, audio, teks, grafik dan data yang disalurkan ke pelanggan melalui jaringan protokol internet yang dijamin kualitas layanannya, keamanannya, kehandalannya, dan mampu memberikan layanan komunikasi dengan pelanggan secara dua arah atau interaktif dan real time dengan menggunakan televisi standar.
Dalam bahasa lain, IPTV tak ubahnya layanan TV berbayar yang ditransmisikan melalui jaringan Internet Protocol (IP). Lantas, dapat ditonton di rumah melalui p eralatan penerima TV dengan tambahan sebuah Set Top Box (IP-STB) sebagai salah satu komponen kunci. Berbeda dengan TV Internet yang biasa kita saksikan di situs-situs seperti YouTube, IPTV merupakan jaringan tertutup yang hanya dapat diakses oleh mereka yang berlangganan saja.
IPTV menyediakan konten program televisi ( sport, news, film , dan lain-lain) dan konten hiburan interaktif lainnya (musik, game, advertising) melalui suatu jaringan broadband IP network yang aman (secure ) dan dikelola secara akurat/end to end oleh service provider. Sedangkan pada sisi client atau user layanan yang bersifat multicast (dari satu sumber untuk banyak pengakses) ini dapat diakses menggunakan terminal PC/desktop maupun pesawat televisi dengan tambahan perangkat yang disebut IP Set Top Box (IP-STB).
IPTV berbeda dengan program video streaming yang disiarkan melalui internet. IP di sini berarti suatu metode pengiriman informasi TV melalui suatu jaringan IP yang aman dan bisa di-manage oleh service providernya, termasuk bandwidth dan aspek keamanan informasinya. Hal tersebut memungkinkan penonton menikmati layananentertainment yang sangat memuaskan dengan kualitas siaran yang terjamin.
IPTV berkembang pesat di Luar Negeri, baik di megara maju maupun negara berkembang , antara lain karena sifat-sifat layanannya yang personal, ubiquitous, dengan kualitas gambar dan suara yang prima, serta mempunyai nilai beli yang tinggi. IPTV diharapkan dapat menjadi peluang bisnis industri dalam negeri.
Monday, July 27, 2009
4 Juta Pelanggan Telkom Siap Nikmati IPTV
"Saat ini upgrade jaringantriple play dan IPTV sudah hampir 50% dari total 8,7 juta sambungan akses kabel yang terhubung ke pelanggan saat ini," kata Direktur Konsumer Telkom I Nyoman G Wiryanata, di Artha Gading, Jakarta, Senin (27/7/2009).
Meski secara infrastruktur Telkom sudah siap, namun sayangnya regulasi untuk IPTV belum diterbitkan pemerintah. Alhasil, BUMN telekomunikasi ini harus menunda peluncuran layanannya hingga akhir 2009.
"Sekarang kami sedang trial IPTV di lima kota yakni Jakarta, Bandung, Surabaya, Yogyakarta, dan Denpasar," kata Nyoman.
Ia mengungkapkan, layanan IPTV akan dikomersialkan begitu regulasi diselesaikan oleh pemerintah."Jika benar Agustus nanti ada regulasinya, segera kita komersialkan."
Dalam menyelenggarakan IPTV, kata Nyoman, Indonusa TelkomVision sebagai anak usaha perseroan akan dijadikan sebagai generator konten. Konten yang ditawarkan pun bervariasi dan interaktif, semisal bayar sesuai tayangan yang ditonton. "Tunggu saja kejutan dari kami," pungkasnya.
Friday, July 17, 2009
SEJARAH TELEVISI Sejarah TV Digital Baru Dimulai
Salahkan judul di atas? Bukankah sudah sejak beberapa tahun lalu teknologi pertelevisian sudah serba digital? Lalu, mengapa baru dikatakan sekarang sejarah televisi digital baru saja dimulai?
Sudah sejak tiga tahun lalu orang bisa menonton tayangan TV melalui telepon seluler yang harganya relatif tidak mahal. Padahal, semua orang tahu, telepon seluler sudah beroperasi secara digital.
Apakah ini juga bisa disebut perangkat digital? Tentu tidak. Perangkat itu tidak serta-merta bisa disebut TV atau telepon seluler TV digital. Sebab, pada dasarnya, pesawat TV baru yang bahkan bisa membuka berkas digital yang terdapat pada kartu memori atau USB masih menangkap siaran TV secara analog.
Migrasi teknologi analog ke digital ini tidak hanya sekadar mengikuti perkembangan baru, tetapi lebih pada upaya efisien-
Sejarah pertelevisian digital di Indonesia memang baru dimulai secara utuh, terutama sejak peluncuran pesawat TV digital yang pertama pada 9 Juni lalu. Perusahaan elektronik PT LG Electronics Indonesia (LGEIN) sekaligus meluncurkan dua versi TV digital pertamanya di Indonesia, yaitu seri 47LH50YD dan 55LH50YD.
Kedua pesawat TV ini sudah dilengkapi dengan tuner atau penerima siaran digital secara langsung, tidak perlu lagi menggunakan penerima khusus seperti set-top box (STB). Pengguna tinggal menancapkan antena yang biasa digunakan pada TV analog pada port-nya dan proses pemrograman otomatis (autotuning) sudah bisa dilaksanakan sama seperti TV konvensional.
TV digital pertama ini sekaligus menunjang siaran TV digital yang dicanangkan pada 20 Mei lalu, di mana selama ini penangkapan siaran percobaan ini masih menggunakan STB. Untuk siaran tidak berger (fixed reception) ini ditunjuk dua konsorsium, yaitu Konsorsium TVRI-Telkom dan Konsorsium Televisi Digital Indonesia. Secara total, yang mengudara saat ini ada 12 stasiun dan gambar bisa ditangkap di sekitar kawasan Jabodetabek.
Pada tahap awal masa transisi dari analog ke digital ini tentu akan menyulitkan kalau hanya memproduksi TV yang hanya bisa menerima siaran digital. Apalagi masa transisi itu akan berlangsung sampai tahun 2018. Selama ini siaran digital masih dianggap percobaan dan sebagian besar kanal TV di pita frekuensi UHF masih dipergunakan untuk siaran analog sehingga tidaklah mengherankan jika LGEIN menerapkan dua tuner (penerima) ganda sekaligus. Selain menangkap siaran digital, kedua TV yang diluncurkan juga bisa menangkap siaran analog seperti biasa, pemrograman stasiun TV bisa dilakukan secara otomatis maupun manual.
Dalam percobaan menggunakan TV seri 47LH50YD, Kompas sengaja menggunakan jenis antena dalam yang paling murah, dengan harapan akan memberikan daya tangkap yang paling minimal. Dengan antena dalam yang panjang kabelnya hanya sekitar 1 meter itu ternyata bisa menangkap ke-12 stasiun bertransmisi digital yang saat ini mengudara.
Memang ada satu-dua stasiun yang ditangkap tidak sempurna, tetapi jika digunakan antena luar, masalah ini pasti bisa segera teratasi.
Pada siaran digital hanya ada dua kondisi, jika bisa diterima normal, akan didapatkan gambar yang sempurna sama dengan kualitas asli yang dikirim. Jika tidak, gambar akan cacat sehingga gambar dan suara akan rusak, putus-putus (gambar maupun suara), sampai hilang sama sekali.
Berbeda dari sistem analog, penerimaan sempurna pun masih memungkinkan munculnya bayangan (ghost). Ini terjadi karena tuner menerima gelombang pantulan, baik dari gedung-gedung seperti kebanyakan di kota besar maupun oleh perbukitan. Kelemahan ini sudah dikoreksi pada rangkaian elektronik digital sehingga hanya sinyal terkuat yang diterima.
Penerimaan tidak sempurna pada sistem analog akan memunculkan gambar tidak jelas. Muncul gangguan noise pada gambar dan suara, mulai dari gambar suram sampai gambar menyemut, sementara suara juga bisa sayup-sayup sampai terputus-putus.
Penerimaan dengan tuner digital yang terintegrasi dalam chip membuat penerimaan digital lebih sempurna. Jika menggunakan kabel untuk menghubungkan ke pesawat, baik dari STB maupun tuner digital luar bisa mengurangi kualitas sekalipun mungkin sulit dibedakan dengan mata telanjang.
Daya transmisi dan tingginya antena pemancar ikut menentukan kualitas penerimaan gambar. Konsorsium TVRI-Telkom menggunakan pemancar digital berkekuatan 1,2 kW, sedangkan Konsorsium Televisi Digital Indonesia menggunakan pemancar dengan kekuatan 5 kW.
Salah satu kelemahan dari TV LCD adalah pada kemampuan merespons gerakan cepat sehingga sering menimbulkan cacat berupa gerakan kabur atau judder. Pihak LG menyempurnakan kemampuan ini dengan teknologi TruMotion 200 Hz sehingga mampu mereproduksi hingga 200 gambar setiap detik.
Hal ini masih diperkuat dengan kecepatan waktu respons (response time) hingga 2 milidetik. Kecepatan ini berguna untuk membuat gerakan gambar pada film dengan aksi cepat menjadi tampil lebih halus dan tak berbayang.
Penangkapan sinyal digital ini masih dalam kualitas standard definition (SD) yang sebenarnya tidak jauh berbeda dengan kualitas TV biasa. Kelebihannya, satu kanal analog bisa dipergunakan sampai enam kanal digital. Pada penangkapan high definition (HD) biasanya digunakan decoder terpisah. Biasanya siaran HD merupakan siaran TV berbayar.
Untuk tidak mengurangi kualitas gambar dan suara dari decoder ke pesawat TV, maka dihubungkanlah dengan kabel high definition multimedia interface (HDMI) atau sama seperti menghubungkan dengan pemutar Blu-ray. Untuk pesawat ini dibutuhkan HDMI versi 1.3 atau yang lebih tinggi. Penggunaan versi yang lebih rendah bisa menimbulkan kerdipan (flicker) atau bahkan tidak keluar gambar sama sekali.
Kelengkapan lain dari TV yang sudah lolos pengujian pihak Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)—sebagai badan resmi yang ditunjuk pemerintah untuk melakukan pengujian setiap perangkat TV digital yang beredar di pasaran Indonesia—adalah adanya port USB 2.0. Selain memutar berkas musik MP3, juga membuka gambar dalam format JPEG dan film dalam format tertentu.
Sayang tidak disediakan sarana Bluetooth seperti yang ada pada seri lain. Dengan koneksi Bluetooth, pengguna bisa memutar musik, mendengarkan musik stereo tanpa kabel, ataupun membuka file lain dari perangkat seperti telepon seluler.
Kamis, 16 Juli 2009 | 04:40 WIB
Penulis:AW Subarkah
Source:http://koran.kompas.com/read/xml/2009/07/16/04404267/sejarah.tv.digital.baru.dimulai
PERUBAHAN TEKNOLOGI Peluang Baru Penerima TV Digital
Isu utama yang mengedepan ketika muncul gagasan perubahan teknologi penyiaran analog ke digital adalah adanya beban yang harus ditanggung masyarakat. Ini terjadi karena jutaan pesawat televisi yang sekarang (baca televisi analog) bakal tidak bisa digunakan.
Tentu hal ini dengan cepat mengundang antipati, sekalipun kemudian ada perangkat Set-top Box (STB) yang bisa ”membantu” TV analog menangkap siaran TV digital. Alat pengubah sinyal transmisi digital ke analog ini harganya relatif murah.
Kalau melihat harga STB sekarang (sekitar Rp 300.000), pada tahun 2018, saat penyiaran TV sudah beralih ke digital, sudah akan lebih murah nilainya. Selain dalam bentuk STB, penerima digital bisa hanya dalam bentuk tuner atau penerima digital dan output-nya langsung ke saluran input S-video pada TV seperti ketika menghubungkan perangkat DVD atau VCD.
Tentu hal ini juga akan memberikan inspirasi bagi para produsen elektronik di dalam negeri yang dipercaya membuat STB atau tuner digital. Dengan demikian, beban membeli STB sedikit terkurangi atau bahkan tidak dirasakan memberatkan konsumen.
Ini mengingatkan upaya
Hal serupa bisa dilakukan pada tuner digital maupun STB, paling tidak pada perekam DVD yang sudah banyak terdapat di negeri ini. Bahkan tidak mungkin pada saatnya perekam Blueray bisa menjadi pilihan, terutama untuk merekam siaran digital dalam format high definition (HD).
Ini merupakan tantangan untuk para produsen daripada hanya sekadar membuat STB atau tuner digital saja. Untuk STB saat ini sudah bisa dibuat PT Inti, PT Hartono Istana Teknologi (Polytron), dan PT Panggung Elektronik (Akari). Adapun untuk penerima televisi digital sudah diproduksi di dalam negeri oleh PT LG Electronics Indonesia dan Polytron.
Kalau melihat banyaknya kemungkinan variasi perangkat elektronik yang bisa diproduksi, ini berarti akan memberikan banyak pilihan baru buat konsumen. Dengan demikian, mulai sekarang konsumen bisa merancang pusat hiburan di rumah mereka dan sudah seharusnya produsen membantu memberikan solusi.
Yang sebenarnya tidak bahagia adalah stasiun-stasiun TV yang sekarang sudah mapan. Bukan hanya mereka harus mengganti sebagian perangkat pemancarnya untuk bisa mentransmisikan
Dalam percobaan yang dilakukan Kompas dengan pesawat 47LH50YD, TV digital pertama di Indonesia yang dibuat LG Electronics Indonesia bisa ditangkap 12 siaran TV digital di Jakarta. Penggunaan kanal digital percobaan ini tidak mengganggu kanal analog yang saat ini masih beroperasi penuh pada pita frekuensi UHF (ultra high frequency).
Kebanyakan siaran percobaan ini merupakan siaran paralel dari siaran analognya, seperti TVRI (1 dan 2), TPI, RCTI, SCTV, TV One, ANTV, Trans TV, Trans7, dan MetroTV. Sedangkan yang berbeda seperti TV Edukasi (menayangkan masalah pendidikan) dan Telkom dengan tayangan olahraga kriket yang lebih dikenal di India.
Sejak pencanangan TV digital Agustus tahun lalu ini pemerintah memberikan kesempatan percobaan pada dua konsorsium, selain membagi STB pada masyarakat. Konsorsium yang mendapat izin adalah KTDI (Konsorsium Televisi Digital Indonesia) dan konsorsium TVRI-Telkom.
Selain percobaan untuk standar DVB-T sebagai standar penyiaran televisi digital terestrial tidak bergerak (fixed reception) di Indonesia itu, juga ditunjuk dua konsorsium untuk uji coba siaran TV digital bergerak (mobile TV), yaitu Konsorsium Tren Mobile dan Konsorsium Telkom-Telkomsel-Indonusa dengan standar Digital Video Broadcasting for Handheld (DVB-H).
Kamis, 16 Juli 2009 | 04:39 WIB
Source: http://koran.kompas.com/read/xml/2009/07/16/04392198/peluang.baru.penerima.tv.digital
Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Marke
| Carbon Policy Lab Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Market Indonesi...
-
Kementerian Kehutanan (Kemenhut) menerapkan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) untuk menghentikan masuknya produk kayu dari hasil p...
-
PT Konsorsium Televisi Digital Indonesia (KTDI) menggelar uji coba siaran televisi digital di wilayah Jabotabek. Siaran uji coba itu merupak...