Saturday, September 12, 2009

Ariyanti Temukan Senyawa Antikanker

66 Organisme Berpotensi Menjadi Obat

Peneliti dari Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Ariyanti S Dewi, yang menempuh program master di University of British Columbia, Kanada, menemukan senyawa antikanker dari spons yang diambil dari perairan di sekitar Manado.

Senyawa aktif yang disebut Isoaatamine berasal dari spons Aaptos cf suberitoides. Adapun senyawa Theonellapeptolide id juga berasal dari spons yang hingga kini belum diidentifikasi taksonominya.

Pada penelitian di bidang kimia kelautan selama setahun lalu, Ariyanti berhasil menemukan khasiat dua senyawa aktif tersebut. ”Kedua senyawa ini memiliki khasiat sebagai imunoterapi dengan mengaktifkan enzim tertentu untuk menangkal kanker dalam tubuh,” tuturnya.

Untuk sampai pada pembuatan obat yang digunakan manusia masih diperlukan serangkaian penelitian dan uji coba pada hewan dan uji klinis.

Total waktu yang diperlukan sekitar 15 hingga 20 tahun. ”Pemanfaatannya sebagai obat oleh pihak industri nantinya akan memberikan bagian paten bagi peneliti Indonesia dan Badan Riset Kelautan dan Perikanan (BRKP),” ujarnya.

Menurut Indroyono Susilo, selaku Ketua Umum Ikatan Sarjana Oseanologi Indonesia (ISOI), yang juga mantan Kepala BRKP, penelitian lebih lanjut dimungkinkan dilaksanakan di Indonesia dengan menggalang kerja sama antarlembaga riset terkait dan memanfaatkan fasilitas yang dimiliki, seperti di LIPI dan Lembaga Biologi Molekuler Eijkman.

Hasil riset kelautan itu akan dimuat dalam jurnal ilmiah dan akan dipresentasikan dalam Pertemuan Ilmiah Tahunan VI 2009 ISOI pada medio November.

Lebih lanjut Ariyanti mengungkapkan, penelitian yang dilakukan peneliti mancanegara di perairan Indonesia berhasil mengisolasi 66 organisme yang berpotensi obat, dengan yang terbanyak (49 organisme) termasuk spesies spons. Dari organisme diketahui mengandung total sekitar 200 senyawa aktif. Sekitar 1 persen dapat dikembangkan menjadi obat.

Di negara maju, senyawa bioaktif yang diisolasi ini memiliki nilai ekonomis tinggi. Pada tahun 2002 saja AS berhasil memperoleh 34 miliar dollar AS dari penggunaan senyawa aktif untuk obat. (YUN)

Kota sebagai Masalah Material

Teroka

Pada akhirnya, kota sebenarnya tak lebih dari sebuah fakta material. Fakta yang diorganisasi dalam serangkaian institusi dengan berbagai kebijakan yang dikeluarkannya. Sebagai fakta material, kota tidaklah memproduksi material, tetapi mendatangkan dari luar.

Fakta ini terkait dengan posisi kota sebagai situs transaksi, tempat berbagai barang konsumsi dan barang kebutuhan lain dikuantifikasi menjadi satu susunan harga. Harga di kota telah menjadi cara bagaimana satu dan lembaga lain menjalin hubungan. Di sini harga bisa bersifat langsung dalam sebuah transaksi, tetapi dapat juga tidak langsung, yaitu melalui alat tukar, seperti uang.

Alat tukar yang sesungguhnya menaikkan posisi lembaga atau individu dalam lingkungan kota. Dari posisi ini, daya tawar lembaga atau individu dimainkan untuk kompensasi material di antaranya.

Dalam harga yang dimanifestasi dalam uang, bukan hanya barang yang dikuantifikasi, melainkan juga keahlian. Keahlian—yang terkategorisasi sebagai jasa—dalam keuangan, manajemen, teknik, rekayasa sosial, rekayasa politik dan banyak lainnya telah dikuantifikasi dalam harga. Kesenangan pun memiliki harga.

Hanya berbekal berbagai keahlian atau jasa penghuni kota menentukan satu wilayah yang luas di luar kota. Kota yang tidak bisa mencukupi kebutuhan sehari-harinya dan hanya mengeluarkan sejumlah kebijakan—sebutlah sejumlah uraian tentang undang-undang yang retorik—justru menjadi penguasa sebagian besar sumber-sumber energi yang ada di luar kota.

Dalam konteks global, kultur kota yang direpresentasi negara-negara utara ini, menurut Saskia Sassen (2000), memproduksi dan mengekspor tenaga-tenaga ahli dengan kemampuan manajemen canggih ke negara-negara bagian selatan. Dengan cara itu, negara-negara utara hidup makmur, sementara negara-negara selatan, produsen dari berbagai sumber daya alam, hidup kekurangan.

Pemodal dan pekerja

Adanya kuantifikasi segala hal dalam bentuk harga mendorong kota ke arah pembagian sosial yang tak terelakkan, yaitu golongan bermodal dan golongan pekerja. Pemilik modal yang jumlahnya sedikit menguasai pekerja yang jumlahnya jauh lebih banyak, yang menjadi alat produksi dengan upah terbatas.

Pemilik modal—dibantu pemerintah—menerapkan ketentuan tentang perumahan, upah, jam kerja terhadap kalangan pekerja. Sebuah ketetapan yang tak hanya menciptakan keseragaman di kalangan buruh, tetapi juga sampai ke soal konsumsi bahkan orientasi setiap buruh.

Dari kesamaan yang menciptakan solidaritas kaum buruh ini, Castell meyakini, perubahan sosial dapat terjadi. Penentangan kelas pekerja terhadap kelas pemilik modal—seperti digagas Marx—adalah cara untuk meraih kehidupan yang adil dan perwujudan kesejahteraan bersama. Keseragaman buruh dalam soal perumahan, organisasi, bahkan etnis dan agama menjadi syarat terjadinya solidaritas dan mobilisasi.

Pendapat berbeda dikemukakan Kian Tajbakhsh, warga AS keturunan India. Dalam The Promise of The City (2001), Kian menyatakan, kota-kota di AS tidak mengarah kepada sentimen polarisasi sosial seperti diutarakan Manuel Castell.

Perbedaan kelas pekerja AS ada pada keberagaman etnik dan karena itu, juga linguistik dan agama. Perbedaan diperkuat sistem perumahan yang berbeda dengan di Eropa. Ini menyebabkan terciptanya politik ”peruangan” yang berbeda dibandingkan kelas pekerja monolitis.

Keadaan itu, bagi Kian, memustahilkan pembentukan kelas pekerja yang solid dan ketat sehingga bisa dimobilisasi dalam rangka pertentangan dengan kelas pemilik modal. Dalam konteks Amerika, pertama, kota tidak bisa direduksi pada masalah ekonomi semata, dan kedua, multikulturalisme telah memustahilkan para pekerja diasosiasikan secara monolitis.

Identitas puak

Dengan itu, Kian memandang tidak relevannya kelas sosial ala Marx diterapkan dalam konteks AS. Dalam konteks AS, isu permukiman menjadi bagian dinamika sosial di hidup keseharian. Berbeda dengan studi Castell, di Amerika tempat pekerja dan di mana para pekerja tinggal nyata-nyata dua hal yang terpisah.

Diagnosis ini membedakan dan mengarahkan Kian kepada analisis identitas yang justru menguat di komunitas tempat mereka bermukim dan bukan pada tempat mereka bekerja.

Sementara itu, identitas menguat bukan dalam kaitan dengan kalangan berkuasa dan pemodal, tetapi karena legitimasi yang lebih kultural. Identitas dalam komunitas yang menjadi cara mereka bertahan hidup, baik ekonomis maupun kultural.

Adanya dorongan memunculkan identitas di kota semacam ini dapat dilihat sebagai cara warga minoritas untuk bersuara, lantaran tidak mendapat tempat bersuara di tingkat formal. Identitas menjadi cara lain menunjukkan berbagai ketidakadilan, bahkan, kegagalan di ranah sosial-ekonomi-politik.

Akhirnya, puak atau kekerabatan—sebagai ekspresi budaya—tetap berlaku sebagai prosedur identitas; menjadi satu-satunya cara meyakinkan diri sendiri bahwa melalui warisan etnik mereka ”ada”. Dengan etnik pula, mereka mengabarkan kepada dunia luar bahwa mereka masih ada di jantung kapitalisme dunia (Octavio Paz, The Labyrinth of Solitude, 1961).***

Penulis: IMAM MUHTAROM - Anggota Forum Studi Sastra dan Seni Luar Pagar, Surabaya, Menetap di Jakarta. 

Aturan Bisnis Telepon Seluler Harus Jelas

TELEKOMUNIKASI

Pengusaha maupun importir telepon seluler mengeluhkan aturan bisnis telekomunikasi di Indonesia sehingga kurang mendukung kegiatan usaha ini.

Padahal, keberadaan pengusaha maupun importir ini sangat strategis dan membawa manfaat luas, terutama dalam peningkatan sumber daya manusia melalui kualitas komunikasi modern, cepat, efisien, dan efektif.

Demikian dikemukakan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha dan Importir Telepon Genggam Nadham Yusuf dalam pertemuan dengan jajaran Departemen Perdagangan di Jakarta, Jumat (11/9).

Nadham menjelaskan, banyak kendala yang dihadapi pengusaha maupun importir telepon seluler dalam menjalankan kegiatan usaha, seperti kurangnya pemahaman terhadap peraturan di bidang perdagangan dan telekomunikasi, serta adanya tekanan institusi tertentu yang memberatkan pengusaha.

Menurut Nadham, aturan bisnis telepon seluler perlu diperjelas. ”Terlalu banyak peraturan tidak efisien,” ujarnya.

Pengusaha prihatin atas banyaknya institusi pengawas yang tidak jelas batas kewenangannya. Aturan yang tumpang tindih pun masih terjadi di lapangan.

Atas kerisauan pengusaha, Departemen Perdagangan kini baru mulai menyosialisasikan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20/M-Dag/PER/5/2009 tentang ketentuan dan tata cara pengawasan barang dan/atau jasa dan Peraturan Menteri Perdagangan 19/M-Dag/PER/5/2009 tentang pendaftaran petunjuk penggunaan (manual) dan kartu jaminan/garansi purnajual dalam bahasa Indonesia bagi produk telematika dan elektronika.

Kepala Biro Hukum Depperdag Widodo mengakui adanya keluhan yang dialami pengusaha sehingga peredaran telepon seluler dituding sebagai barang selundupan.

Posisi dalam pengawasan tetaplah dipegang oleh Deperdag. Adapun polisi berposisi sebagai penyidik apabila terjadi persengketaan.

Soal izin pendaftaran buku petunjuk penggunaan telepon seluler, misalnya, selama ini membingungkan pengusaha. Izin yang diberikan pemda seperti di Jakarta tidak secara otomatis berlaku di daerah lain.

Dalam Permendag 19 Tahun 2009, pendaftaran izin yang semula dilakukan di pemerintah kabupaten/kota, kini dipindahkan ke pemerintah pusat. Jika sebelumnya pendaftaran dilakukan oleh produsen dan importir, kini diubah salah satu saja yang wajib mendaftarkan sebelum produknya diedarkan di pasar dalam negeri. (OSA)

Friday, September 11, 2009

Putra Indonesia Temukan Senyawa 1,3 Oxaphospholes

Seorang peneliti yang juga dosen senior Universitas Palangkaraya (Unpar), Kalimantan Tengah (Kalteng), Prof Dr Ciptadi berhasil menemukan senyawa kimia baru yaitu senyawa 1,3-oxaphospholes.

Kepala Lembaga Penelitian Unpar tersebut membenarkan ia berhasil menemukan senyawa baru 1,3-oxaphospholes itu, saat diwawancarai di di Palangkaraya, Jumat (11/9).

Dijelaskannya, senyawa 1,3-oxaphospholes yang ditemukannya itu, terindikasi sebagai senyawa yang bermanfaat untuk antibiotik dan pestisida. Senyawa itu dibuat dari unsur phosphorus.

"Saat berada studi di Perancis, saya menemukan 40 senyawa oxaphospholes dan derivat-derivatnya (turunannya)," katanya.

Dari 40 senyawa baru tersebut 30 di antaranya sudah dikirim ke Bayern Jerman, sebuah lembaga farmasi yang ada di jerman. Sementara 10 senyawa baru lainnya masih dikembangkan mahasiswa program doktor (S3) di ENSCM Montapellier II Perancis.

Penemuan senyawa baru olehnya itu diharapkan dapat dipatenkan bersama-sama dengan Prof Dr Cristau, seorang guru besar asal Perancis selaku dosen pembimbing saat melakukan penelitian di laboraorium universitas tersebut.

Berdasarkan keterangan guru besar bidang biokimia/ kimia organik Unpar tersebut, penemuan tersebut cukup membanggakan bangsa Indonesia, karena jarang terdapat mahasiswa Indonesia menemukan senyawa baru di perguruan tinggi itu.

Oleh karena itu, ketika diumumkan penemuan tersebut, Duta Besar Indonesia untuk Perancis ikut menghadiri dan mengucapkan selamat atas penemuan tersebut.

Pengembangan penelitian ini masih terus dilakukan bekerjasama dengan laboratorium kimia organik ENSCM Universite Montpellier II Perancis.

Penemuan senyawa-senyawa baru tersebut sebagian sudah diseminarkan di berbagai negara di Eropa dan Asia seperti perancis, Inggris, Jerman, dan jepang.

"Sebagian juga sudah dipublikasikan pada jurnal internasional, seperti Acta Crystallographica, European Jounal of Organik Chemistry, Journal of Organometallic Chemistry, Phosphorus Sulfur and Silicon," katanya.

Ia menemukan senyawa itu saat ia mengambil program doktor (S3) kimia biomolekul di ENSCM Universite Montapellier II, Perancis.

Perambah Ancam Habitat Raflesia

Perambahan sejumlah kawasan hutan untuk dijadikan perkebunan di Provinsi Bengkulu dikhawatirkan akan mengancam habitat puspa langka raflesia (Raflesia sp). Ket.Foto: Bunga langka Rafflesia arnoldi kini ditemukan tengah mekar di kawasan hutan cagar alam Taba Penanjung, Kabupaten Bengkulu Utara. Lokasi bunga Rafflesia yang mekar ini sekitar 12 meter dari pinggir jalan raya Bengkulu Curup, atau 37 kilometer arah timur Kota Bengkulu

”Hampir semua lokasi hidup atau habitat bunga raflesia sudah dirambah dan hal ini akan membuat bunga ini semakin susah ditemui,” kata anggota Kelompok Peduli Puspa Langka Tebat Monok Kabupaten Kepahiang, Holidin, di Bengkulu, Kamis (10/9).

Saat ini, kata dia, kawasan hutan yang masih tergolong baik hanya dapat dijumpai di kawasan Cagar Alam (CA) Taba Penanjung I dan Taba Penanjung II Register 79. Padahal, hampir di seluruh kawasan hutan lainnya di Bengkulu, bunga ini sering muncul.

”Tidak hanya di Taba Penanjung, hampir di semua hutan Bengkulu bisa tumbuh asalkan habitatnya masih bagus,” katanya. Hutan tropis basah dengan kelembaban tinggi merupakan tempat yang sangat baik bagi tumbuhnya inang Bunga Raflesia, yakni tumbuhan jenis Liana (Tetra stigma).

Perambahan hutan, kata dia, membabat habis tumbuhan inang itu, padahal tanpa tumbuhan inang ini, bunga raflesia tidak akan muncul. Hal ini mendasari kelompok untuk menjaga hutan CA Taba Penanjung I dan II sebagai habitat bunga raflesia dan mereka juga menangkar bunga kibut atau bunga bangkai (Amorphophallus sp).

Belum lama ini, satu bunga raflesia mekar di lokasi tersebut, tetapi karena jaraknya yang jauh ke dalam kawasan hutan, tidak banyak yang bisa melihat bunga tersebut.

Sementara itu, staf Balai Konservasi Sumber Daya Alam Bengkulu, Mugi, mengatakan, pihaknya juga menemukan lebih dari 10 calon bunga raflesia di kawasan Hutan Produksi Terbatas Lebong Kandis di Bengkulu Utara. (MAR)

JUMAT, 11 SEPTEMBER 2009 | 09:48 WIB

BENGKULU, KOMPAS.com -
http://sains.kompas.com/read/xml/2009/09/11/09482625/perambah.ancam.habitat.raflesia

Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Marke

  | Carbon Policy Lab Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Market Indonesi...