Thursday, October 29, 2009

PERUBAHAN IKLIM: Minim, Kontribusi Negara Berkembang

Hasil survei Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim menunjukkan, jumlah ahli atau kontribusi riset tentang adaptasi dan mitigasi perubahan iklim negara-negara berkembang masih minim. Kondisi ini mengkhawatirkan mengingat dampak perubahan iklim paling nyata dihadapi negara miskin dan berkembang.

Dari total 430 anggota delegasi dari 140 negara dan lembaga penelitian yang tergabung dalam Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) terungkap, sekitar 67 persen atau sedikitnya 288 ahli berasal dari negara maju. Mereka terlibat langsung dalam penelitian sekaligus menulis hasil penelitian dalam laporan berisi kajian tentang prediksi ilmiah, dampak adaptasi dan kerentanan, serta mitigasi perubahan iklim IPCC. Kajian serupa yang diterbitkan tahun 2007 silam mengantarkan lembaga itu menerima penghargaan Nobel Perdamaian.

Survei IPCC tentang asal negara para ahli dan kontribusi mereka itu dilakukan via e-mail melalui Focal Points IPCC, kementerian lingkungan hidup, atau departemen luar negeri para anggota IPCC di seluruh dunia pada 9-18 September 2009.

Dari sisi pembahas hasil laporan IPCC pun terungkap, mayoritas pembahas hasil laporan IPCC, yakni sekitar 80 persen, berasal dari negara maju. Selain itu, juga terungkap minimnya jumlah literatur tentang perubahan iklim, yakni mencapai sekitar 60 persen dari negara berkembang.

Ketua Harian Dewan Nasional Perubahan Iklim Indonesia Rachmat Witoelar, dalam pembukaan sidang IPCC di Nusa Dua, Bali, Senin lalu, telah mengingatkan kecenderungan itu. Ia mengajak peran serta yang lebih dari para anggota IPCC yang datang dari negara berkembang.

Skenario pulau tenggelam

Di tempat terpisah, pemerintah didesak supaya menyiapkan skenario perlindungan terhadap pulau-pulau kecil di Tanah Air dari dampak perubahan iklim. Skenario perlindungan dan pencegahan itu terutama terkait dengan kenaikan air laut yang terjadi akibat pemanasan global.

Desakan itu muncul dalam seminar ”Adaptasi terhadap Perubahan Iklim di Kepulauan dan Pesisir dalam Kerangka Pembangunan Berkelanjutan” di Sanur, Bali. Seminar diadakan oleh Kolaborasi Bali untuk Perubahan Iklim, koalisi LSM di Bali yang berkiprah dalam perubahan iklim dan dihadiri perwakilan masyarakat pesisir di sejumlah daerah di Indonesia. (BEN)

TEKNOLOGI INFORMASI IBM: Informasi Tak Terolah Membuat Keputusan Lamban

Perkembangan teknologi semakin membuat masyarakat terjebak dalam kejenuhan informasi yang sedemikian banyak. Hal ini sering membuat proses pembuatan keputusan menjadi lamban. Bahkan, tujuan untuk mengurangi biaya produksi dengan pemakaian teknologi menjadi tidak tercapai.

”Pencarian data kini sangat mudah dengan teknologi internet. Masyarakat dibanjiri dengan informasi, tetapi belum tentu semua itu berguna bagi masyarakat. Sekarang ini yang menjadi permasalahan adalah bagaimana membuat informasi menjadi bernilai dan tepercaya sehingga memudahkan kita untuk mengambil keputusan,” kata Dr Ambuj Goyal, General Manager Business Analytics and Process Optimization Customer Panel IBM, di Las Vegas, Nevada, Amerika Serikat, Selasa (27/10). Pernyataan Goyal disampaikan dalam pembukaan forum IBM Information On Demand 2009 yang dihadiri sekitar 7.000 peserta dari 60 negara.

Menurut Goyal, saat ini ada begitu banyak peluang pemanfaatan informasi sebagai pengendali strategis dalam melakukan inovasi, optimisasi bisnis, dan diferensiasi cara bersaing. ”Dengan mengolah informasi menjadi wawasan, perusahaan bisa bertahan dan berkembang serta menciptakan perusahaan yang lebih cerdas, industri dan infrastruktur yang lebih cerdas, dan pada akhirnya planet yang akan lebih cerdas,” ungkap Goyal yang bergabung dengan IBM sejak 1982.

Planet yang lebih cerdas

Gagasan planet yang lebih cerdas (smarter planet) beberapa tahun terakhir digaungkan IBM. ”Dengan perkembangan instrumentasi teknologi yang sangat pesat, antara lain ditandai dengan jumlah telepon seluler yang kini mencapai 4 miliar, pengguna internet yang sudah berada di angka 2 miliar, seharusnya manusia yang hidup di bumi ini bisa lebih cerdas,” kata Goyal.

Acara tahunan IBM yang berlangsung 25-29 Oktober itu juga diisi berbagai pameran yang menampilkan jasa dan produk baru perusahaan teknologi informasi dari seluruh dunia. Yang menarik, konferensi juga menampilkan motivator internasional Malcolm Gladwel. Ia mempunyai keunggulan mampu memunculkan gagasan baru dari ilmu-ilmu sosial dan menjadikan hal itu sesuatu yang gampang dipahami secara praktis dalam dunia bisnis. Malcolm juga menulis buku inspiratif yang semuanya merupakan best seller internasional.

Awal tahun ini IBM mengumumkan telah berhasil memecahkan rekor paten di Amerika Serikat. Sepanjang tahun 2008 perusahaan yang didirikan pada tahun 1896 di New York itu mampu menghasilkan 4.186 penemuan. Saat ini IBM tak hanya bergerak dalam bidang pembuatan perangkat keras, tetapi juga pengembangan peranti lunak, riset teknologi, dan yang terakhir serta justru menjadi pemasok pendapatan terbesar adalah konsultan penerapan teknologi informasi.

(Bambang Sigap Sumantri, dari Las Vegas, AS)

Rabu, 28 Oktober 2009 | 03:34 WIB

TEKNOLOGI NAVIGASI: Cara Mencari Arah Kiblat

Arah kiblat menjadi prasyarat menjalankan ibadah shalat. Di mana pun umat Islam menjalankan ritual keagamaan itu, mereka harus berkiblat ke Kabah di Mekkah. Penentuan arah kiblat tentu tak masalah bagi mereka yang berada di dekat Kabah. Bagaimana memastikannya jika berada jauh dari tempat suci itu?

Beberapa waktu lalu di internet muncul tulisan Usep Fathudin, mantan Staf Khusus Menteri Agama, yang mengungkap beragam arah kiblat masjid-masjid di Jakarta. Kesahihan kiblat suatu masjid, menurutnya, perlu dicapai sebelum masjid dibangun. Hal itu karena pergeseran 1 sentimeter saja bisa berarti 100 kilometer penyimpangan jaraknya.

Meskipun begitu, menurutnya, akurasi arah kiblat 100 persen memang tidak diwajibkan dalam shalat, seperti tersebut dalam Al Quran Surat Al Baqarah ayat 144, yang memerintahkan untuk shalat ke arah kiblat. ”Kata-kata ’ke arah’ ditafsirkan sebagai usaha maksimal mengarahkan shalat kita ke Kabah di Mekkah,” urainya.

Walaupun begitu, upaya untuk mendekati ketepatan arah ke kiblat dapat dilakukan dengan berbagai cara. Usep menyebutkan, penentuan arah kiblat Masjid Al Mukhlishun di Griya Depok Asri, Depok Tengah, yang berdiri tahun 2001, menggunakan suatu kompas kecil berbahasa Inggris, dengan tulisan Latin dan Arab.

Pada alat penunjuk arah itu tertulis bahwa untuk Jakarta dan sebagian besar kota di Indonesia, arah utara jarum kompas harus menunjuk angka 9 sebagai arah kiblat.

Kenyataannya, survei arah kiblat yang dilakukannya di berbagai masjid besar di Jakarta memperlihatkan, kompas yang digunakannya menunjuk arah yang berbeda-beda di tiap tempat ibadah itu, berkisar dari 7,5, hingga 9.

Penentuan arah kiblat yang dipakai umumnya mengacu pada arah utara geografis sebenarnya, yang memakai arah kompas atau jarum magnetik yang disebut ”pencari arah Kabah”. Arah jarum magnetik di kompas mengarah berdasarkan kutub magnetik Bumi di kutub utara.

Ternyata arah utara magnetik Bumi itu berbeda di tiap kota dari waktu ke waktu. Hal ini dipengaruhi oleh rotasi Bumi. Penelitian menunjukkan arah utara magnetik terus bergeser sekitar 4,8 kilometer per tahun. Pada tahun 2005 pergeserannya mencapai 800 kilometer dari kutub utara sebenarnya. Pada 2050 diperkirakan utara magnetik Bumi mendekati Siberia.

Qibla Locator

Penggunaan kompas sebagai penunjuk arah kiblat belakangan memang dianggap kurang akurat. Belakangan diperkenalkan peranti lunak Qibla Locator yang termuat dalam situs web http://www.qiblalocator.com.

Qibla Locator atau penunjuk arah kiblat antara lain dirancang oleh Ibn Mas’ud dengan menggunakan peranti lunak aplikasi Google Maps API v2, sejak tahun 2006. Pengembangan tampilan dan aplikasinya kemudian melibatkan Hamed Zarrabi Zadeh dari Universitas Waterloo di Ontario, Kanada.

Pada Qibla Locator versi Beta seri 0.8.7 itu dilengkapi dengan geocoding dari Yahoo, pengontrol arah pada citra peta, dan indikator tingkat pembesaran. Hingga September 2007 dihasilkan empat versi Beta dengan beberapa aplikasi tambahan, Geocoder, dan tampilan jarak.

Dengan Qibla Locator yang berbasis Google Earth ini dapat diketahui arah kiblat dari mana pun kita berada. Untuk mengetahuinya, di bagian atas situs itu ada kotak untuk memasukkan lokasi, alamat atau nama jalan, kode pos, dan negara atau garis lintang dan garis bujur.

Maka di sisi kanan gambar peta akan muncul besaran arah kiblat atau kabah dan jaraknya dari posisi lokasi yang kita masukkan. Peranti lunak ini, menurut Thomas Djamaluddin, Kepala Pusat Pemanfaatan Sains Atmosfer dan Iklim Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) sangat membantu guna mengecek arah kiblat secara akurat. ”Ini bisa untuk koreksi massal masjid-masjid di Indonesia,” katanya.

Bayangan matahari

Thomas, pakar astronomi dan astrofisika, mengemukakan bahwa ada penentuan arah kiblat yang menggunakan bayangan Matahari. Sekitar tanggal 26-30 Mei pukul 16.18 WIB dan 13-17 Juli pukul 16.27 WIB Matahari tepat berada di atas kota
Mekkah.

Pada saat itu Matahari yang tampak dari semua penjuru Bumi dapat dijadikan penunjuk lokasi Kabah. Begitu pula bayangan benda tegak pada waktu itu juga dapat menjadi menentu arah ke kiblat.

Selain itu untuk daerah yang tidak mengalami siang, sama dengan Mekkah, waktu yang digunakan adalah saat Matahari di atas titik yang diametral dengan Mekkah. Waktu yang dapat dijadikan patokan penunjuk kiblat untuk wilayah tersebut adalah Matahari pada tanggal 12 hingga 16 Januari pukul 04.30 WIB dan 27 November hingga 1 Desember pukul 04.09 WIB.

Cara ini menurutnya paling mudah untuk mengoreksi arah kiblat, termasuk untuk garis saf di dalam masjid. Begitu mudah sehingga orang awam pun dapat melakukannya.

Rabu, 28 Oktober 2009 | 03:34 WIB

Penulis: Yuni Ikawati

TAMAN LAUT: Terumbu Karang Takabonerate Telah Mati

Ekspedisi Takabonerate 2009 pada Sabtu-Minggu (25/10) malam menyimpulkan bahwa terumbu karang di sejumlah titik penyelaman Taman Nasional Laut Takabonerate, Sulawesi Selatan, umumnya telah mati akibat penggunaan bom ikan. Pendataan Balai Taman Nasional Laut Takabonerate pada tahun 2009 juga memperkirakan, luasan kondisi dan luasan terumbu karang lima tahun terakhir ini berkurang.

Survei tahun 2004 menunjukkan, tutupan terumbu karang di Takabonerate masih sekitar 78 persen. Namun, hasil sementara survei tahun 2009 menunjukkan, tutupan terumbu karang di kawasan itu tinggal 60-70 persen.

Ratusan penyelam peserta ekspedisi diberi waktu sekitar tiga jam untuk melakukan penyelaman di perairan Takabonerate. Waktu penyelaman tak sebanding dengan waktu tempuh pelayaran dari Benteng, ibu kota Kabupaten Kepulauan Selayar, menuju Takabonerate, lebih dari enam jam.

Salah satu penyelam, Kapten Jhonny Silalahi (45), menuturkan, tutupan terumbu karang di lokasi penyelaman pertama sudah jarang.

”Masih ada terumbu karang yang hidup, tetapi kerapatannya jarang. Di lokasi penyelaman kedua banyak karang mati karena bom ikan. Itu terlihat dari banyak karang berukuran besar yang roboh dan pecah. Kerusakan itu membuat penyelam sulit mendapatkan pemandangan bawah laut yang indah,” kata Silalahi di KRI Makassar, Minggu malam.

Pengendali Ekosistem Hutan Taman Nasional Laut Takabonerate, Ahmadi, menjelaskan, terumbu karang rusak karena proses alam dan ulah manusia.

Takabonerate memiliki potensi besar dikembangkan sebagai daerah tujuan wisata, mengingat daerah itu adalah kawasan konservasi dengan karang atol terbesar ketiga di dunia.

Data situs Departemen Kehutanan menunjukkan, sedikitnya ditemukan 261 jenis terumbu karang dari 17 famili. Sejumlah 15 pulau gosong karang di taman nasional itu dikitari titik penyelaman yang memikat. (row)

SAMPAH KOTA: Konsep Daur Ulang Segera Diterapkan

Tiga investor bersama lembaga Japan International Cooperation Agency menawarkan kerja sama pengelolaan sampah kepada Pemerintah Kota Palembang. Melalui kerja sama ini akan diterapkan sistem manajerial sampah perkotaan, mulai dari pembenahan perilaku masyarakat, pemilahan sampah organik-nonorganik, standardisasi tempat pembuangan, sampai penerapan sistem daur ulang sampah untuk mengurangi volume sampah.

Demikian disampaikan Asisten II Pemerintah Kota Palembang Apriadi S Busri, Senin (26/10), di Palembang. Dia mengatakan, mengacu pada data Badan Lingkungan Hidup Kota Palembang, volume sampah yang dihasilkan penghuni kota ini rata-rata mencapai 2.500 ton setiap hari.

Akibat cukup tingginya volume sampah harian tersebut, kapasitas tempat pembuangan akhir saat ini sudah mencapai sekitar 60 persen.

”Jika Kota Palembang tidak dilengkapi dengan sistem manajerial yang baik dalam hal pengelolaan sampah perkotaan, maka beberapa tahun lagi sampah akan menjadi persoalan yang serius di Palembang,” kata Apriadi.

Menurut Apriadi S Busri, persoalan penanganan sampah perkotaan ini akan segera terjawab dalam waktu dekat. Hal ini mempertimbangkan bahwa beberapa waktu lalu ada tiga konsultan dari Jepang yang menawarkan sistem pengelolaan sampah perkotaan terpadu kepada Pemerintah Kota Palembang.

Ketiganya meliputi Yachiyo Engineering Co Ltd (bergerak di bidang teknik dan arsitektur kota), Negoro Otsuki Chief Engineering International Department, dan Noboru Seiki Environment Planning Section Environment System Department International Division.

”Ketiganya merupakan mitra sebuah lembaga internasional yang fokus pada kegiatan pengelolaan lingkungan hidup dan pemberdayaan masyarakat perkotaan bernama Japan International Cooperation Agency atau biasa disebut JICA,” katanya.

Nilai tambah

Keterlibatan tiga mitra JICA ini tidak hanya pada persoalan manajerial sampah kota saja, tetapi juga mencakup nilai tambah dari sampah. Salah satunya terkait memberdayakan masyarakat, terutama para pengelola sampah, agar bisa mengelola sampah organik hingga menjadi pupuk kompos.

”Kalau sistem ini terwujud, tidak hanya pemerintah saja yang untung, tetapi juga warga karena ada nilai tambah yang dihasilkan,” katanya. (ONI)

Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Marke

  | Carbon Policy Lab Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Market Indonesi...