Friday, November 27, 2009

Edan! 1,1 Juta Hektar, Laju Kerusakan Hutan Indonesia


Laju kerusakan hutan Indonesia mencapai 1,1 juta hektar per tahun.

"Sementara kemampuan pemerintah melakukan rehabilitasi hanya 500 ribu hektare per tahun," kata Menteri Negara Lingkungan Hidup Gusti Muhammad Hatta di Banjarmasin, Jumat (27/11).

Kondisi tersebut, dikhawatirkan akan mempercepat dampak pemanasan global yang mengancam kehancuran alam di Indonesia maupun dunia.

Hatta mengatakan, saat ini suhu dunia naik hingga empat derajat, akibatnya permukaan laut naik hingga 80 sentimeter.

Bila kondisi ini dibiarkan berlangsung, maka sebanyak 30-40 juta penduduk Indonesia terancam menjadi korban dampak pemanasan global diantaranya banjir, bencana alam dan dampak lainnya.

"Untuk itu kami meminta seluruh warga Indonesia melakukan penanaman pohon, minimal satu orang satu pohon untuk menahan laju pemanasan global tersebut," katanya.

Kementerian Lingkungan Hidup juga telah melakukan koordinasi dengan kementerian lainnya untuk melakukan perbaikan lingkungan dalam segala segi, baik menteri kehutanan, pertambangan, kelautan dan perkebunan.

Untuk melakukan koordinasi, dia bersama stafnya harus rela mendatangi satu per satu lembaga kementerian terkait, agar bisa mendapatkan dukungan penuh dalam perbaikan lingkungan.

"Kadang teman-teman menteri egonya juga tinggi, sehingga saya harus rela mendatangi satu persatu," katanya.

Sementara itu, Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan yang juga melakuakan kunjungan kerja ke Banjarmasin, mengatakan, untuk menahan laju kerusakan hutan tersebut pihaknya telah memperketat izin penebangan pohon baik untuk industri, pertambangan maupun perkebunan.

"Masa depan Indonesia bukan kepada harga kayunya, tetapi pada hutannya yang hijau sehingga bisa untuk wisata alam sekaligus paru-paru dunia," katanya.

Rehabilitasi hutan menjadi prioritas dalam program seratus hari kerja Menhut. Untuk menjalankan program itu, pada 2009 ini pemerintah menyiapkan dana reboisasi (DR) sebesar Rp 2 triliun dan 2010 menjadi Rp 2,6 triliun.

Dana tersebut, akan terus ditingkatkan pada tahun-tahun mendatang. Sedangkan untuk mencukupi kebutuhan industri kayu, akan diambilkan kayu dari hutan tanaman rakyat.

JUMAT, 27 NOVEMBER 2009 | 18:19 WIB



Wednesday, November 25, 2009

Ikat Diri ke "Crane", Enam Aktivis Greenpeace Dibawa Polisi



Sebanyak enam relawan Greenpeace, lima di antaranya warga asing, dibawa ke Polda Riau di Pekanbaru, menyusul aksi lembaga pemerhati lingkungan hidup itu di areal pelabuhan PT Indah Kiat Pulp and Paper, Rabu (25/11) pagi di Perawang, Kabupaten Siak, Riau. Ket.Foto: GREENPEACE/JOHN NOVIS
Sebanyak enam relawan Greenpeace, lima di antaranya warga asing, dibawa ke Polda Riau di Pekanbaru, menyusul aksi lembaga pemerhati lingkungan hidup itu di areal pelabuhan PT Indah Kiat Pulp and Paper, Rabu (25/11) pagi di Perawang, Kabupaten Siak, Riau.

Aksi Greenpeace itu melibatkan 12 aktivis dengan cara mengikatkan diri pada empat alat pengangkat (crane) peti kemas di pelabuhan anak perusahaan Sinar Mas Group itu sehingga seluruh kegiatan bongkar muat menjadi terhenti.

Menurut Hikmat Soerya Tanuwijaya, juru bicara Greenpeace Indonesia, enam relawan Greenpeace yang dibawa ke Polda Riau itu masing-masing adalah Asish Fernandes dari India, Asti Rowesley dari Swiss, Valerie Philip dari Australia, Benoit Calvi dari Belgia, Stepanie Goodwin dari Kanada, dan Bustar Maitar, juru kampanye Greenpeace Indonesia dan Asia Tenggara.

Bustar Maitar yang dihubungi lewat telepon genggamnya mengatakan sedang berada di Markas Polsek Perawang bersama lima aktivis Greenpeace asing lainnya. "Kami masih belum tahu ditangkap polisi atas tuduhan apa. Katanya kami akan dibawa ke Polda Riau di Pekanbaru," ujar Bustar Maitar yang dihubungi lewat telepon genggamnya.

Bustar mengatakan, aksi Greenpeace di lokasi pabrik PT Indah Kiat merupakan protes terhadap pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang tidak tegas terhadap komitmen menjaga emisi rumah kaca. Faktanya, Grup Sinar Mas masih juga memakai kayu alam untuk keperluan industrinya dan merusak hutan gambut untuk dijadikan hutan tanaman industri. "Kami meminta SBY mendengar dan melihat protes kami," ujar Bustar.

Komitmen


Humas Sinar Mas, Nurul Huda, yang dihubungi secara terpisah mengatakan mengerti tuduhan Greenpeace terkait aksi yang dilakukan di Perawang. Namun, menurutnya, Sinar Mas sudah mencoba untuk mengurangi dampak rumah kaca dari kegiatan operasional pabrik.

"Kami bukan mau membela diri. Namun, kami juga memiliki komitmen untuk menjaga lingkungan. Faktanya kami sudah menyediakan 72.000 hektar lahan Giam Siak Kecil untuk dijadikan kawasan konservasi yang diakui oleh Badan PBB UNESCO dengan nama Cagar Biosfer Giam Siak Kecil," katanya.

"Kami juga menyediakan 16.000 hektar lahan gambut di Semenanjung Kampar untuk dijadikan kawasan konservasi permanen. Kalau tuduhan tentang penggunaan kayu alam, sejak tahun lalu kami tidak pernah lagi menebang kayu alam. Kalaupun masih ada kayu alam, itu merupakan sisa terakhir kayu tahun 2007 yang sempat berperkara hukum," kata Nurul lagi.

Sampai pukul 11.00 tadi, tiga aktivis Greenpeace masih belum dapat diturunkan dari Crane pelabuhan PT Indah Kiat. Meski sudah dibujuk untuk turun, mereka memilih untuk bertahan.

Sejak awal November 2009, Greenpeace memang getol mengampanyekan pelestarian alam untuk iklim dunia yang lebih baik di masa depan. Lebih dari setengah bulan, Greenpeace melakukan aksi di hutan gambut Semenanjung Kampar, Pelalawan, Riau, yang dirusak oleh PT Riau Andalan Pulp and Paper.

Sedikitnya, 15 aktivis Greenpeace asing dan dua wartawan asing yang ikut aksi di Semenanjung Kampar dideportasi dari Riau untuk dipulangkan ke negara masing-masing.

RABU, 25 NOVEMBER 2009 | 11:26 WIB

Laporan wartawan KOMPAS Sahnan Rangkuti



Siapa Bilang Enggak Bisa Peduli Bumi di Tempat Kerja?



Rasa pesimistis terhadap upaya hijau di Jakarta berkembang di kalangan pekerja kantoran. Sebagai individu yang berada di gedung berpuluh-puluh lantainya, apakah ada yang bisa dilakukan untuk peduli pada bumi? Toh pemakaian AC, listrik dan air sudah dikontrol dari sentral. Karenanya, kebanyakan berpikir, mayoritas para pekerja akhirnya cuma bisa 'diam'.  Ket.Foto: KOMPAS.com/Caroline Damanik
Sentosa Green Champion dari The Body Shop menjadi pemenang pertama Anugerah Jakarta Green Office 2009 kategori Owned Office di FX Plaza, Rabu (25/11).

Namun, sejumlah pekerja tak patah arang. Mereka mau dan mereka bisa. Siapa bilang tak bisa peduli bumi dari tempat kerja? Nuansa ini terasa dalam acara Anugerah Jakarta Green Office 2009 di FX Plaza, Rabu (25/11). Enam pemenang bersukacita karena usahanya peduli bumi juga membuahkan bonus jutaan rupiah.

Contohnya Green Team dan Pandan. Dua pemenang kategori Tenant Office ini melakukan upaya peduli bumi. Green Team mendorong orang-orang di kantornya untuk melakukan penghematan air dan listrik lalu juga membuat tempat sampah yang dipilah menurut jenis sampahnya.

Sentosa Green Champion dari kantor The Body Shop sebagai Juara I kategori Owned Office tak jauh berbeda. Social Environmental Values Manager The Body Shop Rika Anggraini mengatakan memang ada tim khusus peduli bumi di kantornya. Tim yang berjumlah 15 orang ini sengaja dibentuk sejak 2008 untuk memotivasi rekan kerja lainnya melakukan penghematan dan aktivitas peduli bumi.

Ada empat hal rutin yang mereka lakukan di kantor, yaitu mengingatkan penghematan air, listrik, dan kertas. Untuk yang terakhir, memang didukung oleh kebijakan kantor. Sekitar 80 persen kertas yang digunakan adalah recycle paper. Sisanya untuk printing internal. Itupun harus dipakai bolak-balik, ungkapnya. "Nah, yang sudah tak dipakai lagi, itu dihancurkan. Kertas yang sudah dihancurkan dipakai lagi untuk packaging karena kami perusahaan kosmetik ya," ujar perempuan berjilbab ini.

Untuk penghematan listrik, mereka selalu giat secara sukarela menjadi reminder bagi rekan kerja lainnya untuk mematikan monitor komputer setiap hendak pergi makan siang. Biasa mereka pergi mengingatkan setiap pukul 11.50. Selain itu, mereka juga secara sukarela mengupayakan kategorisasi sampah sehingga ada empat tempat sampah, yaitu tempat sampah untuk plastik, kertas, makanan atau sampah basah serta botol, baik kaleng maupun plastik.

"Yang plastik kami kasih ke pengambil sampah. Yang makanan atau yang basah kami olah lagi jadi kompos di taman kantor kami," tuturnya.

Di halaman kantor ini pula, Rika dan rekan-rekannya mengupayakan taman yang saat ini sudah ditanami sekitar 100 tanaman. Menurutnya, ketika suasana kantor sangat hijau, di situ timbul inspirasi dan kreativitas bagi para karyawan.

Mereka juga menciptakan satu budaya di kantor. Setiap ada acara internal, baik rapat atau acara tertentu, mereka komitmen tidak menggunakan air kemasan. "Kami minta teman-teman membawa tempat minum masing-masing sehingga kita mengurangi pemakaian botol-botol plastik yang tak bisa didaur ulang," tandasnya.

Seakan belum puas, ke depannya, Rika mengatakan divisinya akan melakukan audit energi untuk mencari tahu berapa besar energi yang selama ini dihabiskan kantor. Dengan mengetahuinya, mereka jadi bisa menghitung berapa energi yang bisa dihemat ke depannya. Rika sangat bersyukur kantornya mendukung dengan kebijakan yang memberi keleluasaan.

Namun, lanjutnya, faktor penting, adalah motivasi dan kesukarelaan para karyawan di kantor. Jika tidak ada kesukarelaan, sulit mengupayakan program sebagus apapun. Jadi, masihkah sulit peduli bumi di tempat kerja?



RABU, 25 NOVEMBER 2009 | 19:53 WIB
Laporan wartawan KOMPAS.com Caroline Damanik


Editor: wah

Akan Ada Aturan Lubang Resapan Biopori


Setelah aturan sumur resapan dan kolam resapan sudah dibekukan satu paket dalam Izin Mendirikan Bangunan (IMB), aturan tentang lubang resapan biopori akan 'naik kelas'. Pejabat Harian Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) DKI Jakarta Ridwan Panjaitan mengatakan pemerintah daerah tengah merencanakan aturan ini diikat dalam ketentuan hukum.

"Sumur resapan dan kolam resapan kan sudah wajib dalam IMB. Sekarang yang imbauan adalah lubang resapan biopori. Itu juga mau dibuat peraturan yang lebih tinggi," ujarnya dalam keterangan pers Anugerah Jakarta Green Office 2009 di FX Plaza, Rabu (25/11).

Pembahasannya masih di tahap awal. Namun, menurut Ridwan, ini akan jadi prioritas karena lubang resapan biofori sangat berperan penting dalam mengantisipasi banjir. Tanpa mendetilkan penjelasannya dengan data, Ridwan mengatakan menurut perhitungan pakar, biopori sangat efektif untuk antisipasi banjir jika volumenya sampai 70 juta lubang di Jakarta.

"Kalau ini dilaksanakan, tentu bagus karena ini begitu murah dan mudah. Dengan membuat biopori di lahan taman kita yang tak terpakai, itu bisa menjadi sumbangan yang efektif," tandasnya.

RABU, 25 NOVEMBER 2009 | 20:13 WIB

Laporan wartawan KOMPAS.com Caroline Damanik



Belum Ada Standar Green Building di Jakarta


Upaya menjadikan green buildingdi Indonesia sudah banyak terdengar. Bahkan banyak gedung perkantoran, pusat perbelanjaan, sekolah yang mengklaim sebagai green building. Tapi tahukah Anda, standar apa yang digunakan untuk menunjukkan suatu gedung patut dikategorikan ramah lingkungan?

Direktur Procon Integrated Property Solutions, Gunawan Yonatan mengatakan belum ada standar yang jelas dalam penetapan label green building untuk gedung-gedung di Indonesia, terutama Jakarta. "Green-nya standarnya apa dulu? Usahanya sudah ada tapi standarnya belum ada," tuturnya di sela acara Anugerah Jakarta Green Office 2009 di FX Plaza, Rabu (25/11).

Menerka alasan sejumlah gedung menetapkan diri sebagai green building, dengan berseloroh Gunawan mengatakan para pengelola mungkin menggunakan standar sendiri yang disebutnya 'Standar Jakarta'. Parameternya sendiri tak jelas, lanjut Gunawan.

Gunawan enggan mengatakan karena ketiadaan standar atau pakem maka upaya green building sendiri untuk menjaga bumi sebenarnya tengah mengalami disorientasi. Namun, dia menegaskan bahwa sudah sepatutnya ada suatu standar yang ditetapkan bersama oleh pemerintah daerah dan asosiasi untuk memiliki standardisasi green building.

"Tengah digodok, tapi belum tahu juga kapan dan bagaimana," ungkapnya.

Merespon adanya standardisasi atau aturan tegas soal green building, Pejabat Harian Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup (BPLHD) DKI Jakarta Ridwan Panjaitan mengatakan hal ini tengah dibicarakan.

"Green building akan selabel dengan pergub sedang dalam proses pembahasan dan harus dibahas bersamastakeholder sehingga masukan lebih operasional," ujarnya.

RABU, 25 NOVEMBER 2009 | 20:03 WIB

Laporan wartawan KOMPAS.com Caroline Damanik



Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Marke

  | Carbon Policy Lab Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Market Indonesi...