SURABAYA (SI) – Bank Indonesia mencatat jumlah kasus penipuan dan pemalsuan (fraud) kartu kredit di Indonesia selama Januari-Oktober 2009 mencapai 7.654 kasus. Deputi Pemimpin Bidang Manajemen Intern Bank Indonesia (BI) Surabaya Mahmud mengatakan ada beberapa tipe fraud antara lain kartu palsu,kartu hilang atau dicuri,kartu tidak diterima,CNP, fraud aplikasi, mail only telephone only (MOTO),dan lain-lain. “Total nilai kerugiannya mencapai Rp43,78 miliar.Yang paling mendominasi adalah kartu palsu sebanyak 3.418 kasus dengan nilai kerugian Rp20,1 miliar dan fraud aplikasi sebanyak 2.922 kasus dengan nilai kerugian Rp21,04 miliar,” ujar Mahmud saat seminar tentang ”Penyalahgunaan Kartu Kredit dalam Sistem Pembayaran” di STIE Perbanas kemarin. Perlu diketahui, fraud aplikasi adalah pemalsuan identitas pemilik dalam aplikasi kartu kredit. Sedangkan MOTO adalah tindak penipuan berupa layanan jual beli melalui transaksi surat menyurat (mail order), semacam katalog, dan jual beli melalui telepon (telephone order). Dan teknik penipuan yang terbaru adalah dengan mengakali sistem pembayaran cardholder- not-present (CNP) yang biasa diterapkan dalam sistem pembayaran transaksi onlinedi internet. Mahmud mengatakan selama ini aksi tindak pidana terus-menerus terjadi karena masih ada sejumlah celah yang bisa dimanfaatkan. ”Karena itu mulai tahun depan kita implementasikan teknologi chip untuk kartu kredit. Ini akan memangkas habis aksi tindak pidana dalam kartu kredit,” tandasnya di sela-sela seminar kemarin. Selain itu, menurutnya, para penerbit kartu kredit (issuer) harus melakukan security audit minimal sekali dalam tiga tahun dan pelaporan risk management juga harus terus ditingkatkan.“Tentu saja dengan makin kompleksnya produk perbankan,BI sebagai otoritas perbankan akan terus meningkatkan kualitas pengawasan,”ujarnya. Board of Executive Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI) Dodit W Probojakti menambahkan bahwa potensi kepemilikan kartu kredit di Indonesia masih sangat besar.Menurut survei AKKI, jumlah kartu kredit yang sudah diterbitkan di Indonesia sampai tahun ini sekitar 12 juta unit. “Kalau satu orang memiliki dua kartu,maka jumlah pemegang kartu kredit sekitar 6 juta orang. Sementara jumlah penduduk yang memenuhi syarat karena berpenghasilan diatas Rp3 juta mencapai 15 juta orang. Sehingga ada peluang 9 juta orang yang bisa jadi pemegang kartu kredit,”jelasnya. (ishomuddin) Wednesday, 16 December 2009 Source:Harian Cetak Sindo, Kamis 17 Desember 2009 |
Membantu Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank Dalam Penerapan Sustainable Finance (Keuangan Berkelanjutan) - Environmental & Social Risk Analysis (ESRA) for Loan/Investment Approval - Training for Sustainability Reporting (SR) Based on OJK/GRI - Penguatan Manajemen Desa dan UMKM - Membantu Membuat Program dan Strategi CSR untuk Perusahaan. Hubungi Sdr. Leonard Tiopan Panjaitan, S.sos, MT, CSRA di: leonardpanjaitan@gmail.com atau Hp: 081286791540 (WA Only)
Sunday, December 20, 2009
Fraud Kartu Kredit Januari - Oktober 2009 Capai 7.654 Kasus
Penyakit Cakrawala
SALAH satu tugas yang saya emban sebagai ilmuwan adalah menunjukkan masalah daya saing yang dihadapi bangsa dan bagaimana mengobatinya. Sehubungan dengan itu, saya teringat beberapa tahun lalu pernah menulis gejala penyakit cakrawala yang banyak melanda dunia usaha kita. Secara perlahan-lahan, di private sector gejala itu mulai memudar. Namun,sebaliknya di sektor pelayanan publik, gejala ini bukan memudar,malah semakin merisaukan. Untuk itulah, topik ini saya angkat kembali. Seperti apakah penyakit cakrawala, apa saja indikasinya, apa akibatnya, dan bagaimana cara mengobatinya? Indikasi dan Akibat Penyakit cakrawala adalah suatu penyakit organisasi yang menyerang para staf dan pimpinannya secara merata.Cakrawala yang demikian luas di atas sana, diblok, dikotak-kotakkan dalam batasan-batasan maya (mindset blockages) yang mengakibatkan organisasi mengalami kemandekan dan sulit beradaptasi menerjang cakrawala angkasa jagat raya. Padahal semakin ke atas diperlukan “helicopter view” untuk membawa organisasi dan misi ke dunia baru yang lebih kompetitif. Dunia baru itu tidak mungkin tampak bila dilihat dengan kacamata myopic. Untuk itulah, cara pandang yang lebih luas, lebih komplementer, lebih bebas, lebih terbuka diperlukan. Seorang dokter tidak bisa membawa rumah sakitnya menjadi besar semata-mata dengan kacamata dunia kedokterannya saja. Seorang engineer tidak bisa membawa perusahaan konstruksi menembus cakrawala dengan kacamata tekniknya. Dan seorang ekonom tidak akan bisa membawa perekonomian Indonesia lebih dari anggarannya dengan kacamata rationaleconomic behavior-nya. Persoalannya, hampir semua institusi publik mengembangkan talentanya terlalu sempit. Ilmu pengetahuan atau bidang studi telah membelenggu cara berpikir birokrat ke dalam silo-silo yang sempit. Semua orang merasa memiliki teritorinya masing-masing dan orang lain tidak punya ruang untuk berpartisipasi memperkaya cakrawala. Dokter menjadi backbone SDM di Departemen Kesehatan, sarjana pertanian di Departemen Pertanian, insinyur di Departemen Pekerjaan Umum, arkeolog di Direktorat Kepurbakalaan, sarjana farmasi di BUMN farmasi, sarjana hukum di Mahkamah Agung, akuntan di Badan Pemeriksa Keuangan, dan seterusnya. Cakrawala yang sempit telah membuat banyak pemimpin di negeri ini percaya hanya ilmu mereka yang penting dan hanya mereka yang paling tahu tentang masalahmasalah spesifik. Dengan bekal yang sempit seperti itu, mereka tidak bisa membawa kita memasuki dunia yang baru. Dunia baru itu berada jauh di luar jangkauan mereka dan merupakan dunia asing yang berisiko dimasuki pemilik cakrawala yang sempit itu. Dunia superspecialist adalah dunia para teknisi, dan begitu menapak ke atas, seseorang harus bekerja lebih banyak dengan keahlian yang berbeda-beda pada jaringan yang tersebar luas. Mereka tidak harus menjadi expertpada masing-masing bidang,cukup tahu pihak yang dapat diandalkan, dan tahu bagaimana menyatukan mozaik yang terlepas dan berserakan di mana-mana menjadi sebuah rangkaian produk yang benar-benar baru. Dengan belenggu cakrawala seperti itu, tidak ada perkawinan pemikiran.Tidak ada terobosan-terobosan baru sehingga dunia penegakan hukum hanya mengenal faktorfaktor hukum yang bersifat legalistik-formal. Suasana kebatinan yang berbasiskan hati nurani dan kepemimpinan sulit mendapat tempat. Dalam perencanaan pembangunan, para perencana di Bappenas hanya mampu melihat anggaran sebagai sebuah opportunity cost sehingga banyak infrastruktur terhambat dibangun karena mengalami konflik dengan cara berpikir entrepreneur yang lebih melihat opportunity benefitdan value creation. Daftar masalah yang dihadapi public sector akan bertambah panjang dan tak terbatas. Semua bermula dari mewabahnya penyakit cakrawala yang membelenggu hampir seluruh lembaga publik yang gagal menghasilkan pemimpinpemimpin berwawasan luas. Wawasan luas itu tidak dapat diubah sekejap dengan membukakan mata atau mengajak mereka mendengarkan, melainkan harus ditanam dari bawah. Talent Code Daniel Coyle memperkenalkan konsep talent code untuk memperbaiki DNA suatu institusi. Sebaliknya, saya menyebutkan pentingnya lembaga-lembaga publik membuka pintu dan membentangkan jendela. Saat ini sudah sangat mendesak kebutuhan untuk merekayasa ulang DNA birokrasi Indonesia. Rekayasa itu harus dimulai dari manusia, organisasi, sistem-sistem yang dibangun, tata nilai, dan tentu saja talenta yang dimilikinya. Di tengah-tengah era reformasi yang telah ditaburkan, ada rasa waswas yang muncul di kepala saya melihat cara kerja teman-teman yang terjangkit penyakit cakrawala. Dapatkah misalnya, kita memperbaiki sistem anggaran, pendistribusian, pelaporan, dan pengawasannya dengan cakrawala yang terbatas? Saat ini kita membutuhkan organisasi yang luwes, lugas adaptif, mampu bergerak cepat dari sekadar organisasi yang tertata namun kaku dan membuatnya tak berdaya. Niat baik dan sasaran untuk menata hanya akan menghasilkan pemborosan dan kerusakan jangka panjang. Saya mengerti, kata penyakit cakrawala sungguh terdengar di telinga para sarjana. Namun, kita harus mulai mengenali dan menyembuhkannya sebelum reformasi berujung pada penghancuran dan kesulitan yang lebih besar bagi negeri ini. Minggu depan saya akan melanjutkan bagaimana cara membuka pintu dan membentangkan jendela.(*) Penulis: RHENALD KASALI Ketua Program MM UI |
Penyakit Cakrawala
SALAH satu tugas yang saya emban sebagai ilmuwan adalah menunjukkan masalah daya saing yang dihadapi bangsa dan bagaimana mengobatinya. Sehubungan dengan itu, saya teringat beberapa tahun lalu pernah menulis gejala penyakit cakrawala yang banyak melanda dunia usaha kita. Secara perlahan-lahan, di private sector gejala itu mulai memudar. Namun,sebaliknya di sektor pelayanan publik, gejala ini bukan memudar,malah semakin merisaukan. Untuk itulah, topik ini saya angkat kembali. Seperti apakah penyakit cakrawala, apa saja indikasinya, apa akibatnya, dan bagaimana cara mengobatinya? Indikasi dan Akibat Penyakit cakrawala adalah suatu penyakit organisasi yang menyerang para staf dan pimpinannya secara merata.Cakrawala yang demikian luas di atas sana, diblok, dikotak-kotakkan dalam batasan-batasan maya (mindset blockages) yang mengakibatkan organisasi mengalami kemandekan dan sulit beradaptasi menerjang cakrawala angkasa jagat raya. Padahal semakin ke atas diperlukan “helicopter view” untuk membawa organisasi dan misi ke dunia baru yang lebih kompetitif. Dunia baru itu tidak mungkin tampak bila dilihat dengan kacamata myopic. Untuk itulah, cara pandang yang lebih luas, lebih komplementer, lebih bebas, lebih terbuka diperlukan. Seorang dokter tidak bisa membawa rumah sakitnya menjadi besar semata-mata dengan kacamata dunia kedokterannya saja. Seorang engineer tidak bisa membawa perusahaan konstruksi menembus cakrawala dengan kacamata tekniknya. Dan seorang ekonom tidak akan bisa membawa perekonomian Indonesia lebih dari anggarannya dengan kacamata rationaleconomic behavior-nya. Persoalannya, hampir semua institusi publik mengembangkan talentanya terlalu sempit. Ilmu pengetahuan atau bidang studi telah membelenggu cara berpikir birokrat ke dalam silo-silo yang sempit. Semua orang merasa memiliki teritorinya masing-masing dan orang lain tidak punya ruang untuk berpartisipasi memperkaya cakrawala. Dokter menjadi backbone SDM di Departemen Kesehatan, sarjana pertanian di Departemen Pertanian, insinyur di Departemen Pekerjaan Umum, arkeolog di Direktorat Kepurbakalaan, sarjana farmasi di BUMN farmasi, sarjana hukum di Mahkamah Agung, akuntan di Badan Pemeriksa Keuangan, dan seterusnya. Cakrawala yang sempit telah membuat banyak pemimpin di negeri ini percaya hanya ilmu mereka yang penting dan hanya mereka yang paling tahu tentang masalahmasalah spesifik. Dengan bekal yang sempit seperti itu, mereka tidak bisa membawa kita memasuki dunia yang baru. Dunia baru itu berada jauh di luar jangkauan mereka dan merupakan dunia asing yang berisiko dimasuki pemilik cakrawala yang sempit itu. Dunia superspecialist adalah dunia para teknisi, dan begitu menapak ke atas, seseorang harus bekerja lebih banyak dengan keahlian yang berbeda-beda pada jaringan yang tersebar luas. Mereka tidak harus menjadi expertpada masing-masing bidang,cukup tahu pihak yang dapat diandalkan, dan tahu bagaimana menyatukan mozaik yang terlepas dan berserakan di mana-mana menjadi sebuah rangkaian produk yang benar-benar baru. Dengan belenggu cakrawala seperti itu, tidak ada perkawinan pemikiran.Tidak ada terobosan-terobosan baru sehingga dunia penegakan hukum hanya mengenal faktorfaktor hukum yang bersifat legalistik-formal. Suasana kebatinan yang berbasiskan hati nurani dan kepemimpinan sulit mendapat tempat. Dalam perencanaan pembangunan, para perencana di Bappenas hanya mampu melihat anggaran sebagai sebuah opportunity cost sehingga banyak infrastruktur terhambat dibangun karena mengalami konflik dengan cara berpikir entrepreneur yang lebih melihat opportunity benefitdan value creation. Daftar masalah yang dihadapi public sector akan bertambah panjang dan tak terbatas. Semua bermula dari mewabahnya penyakit cakrawala yang membelenggu hampir seluruh lembaga publik yang gagal menghasilkan pemimpinpemimpin berwawasan luas. Wawasan luas itu tidak dapat diubah sekejap dengan membukakan mata atau mengajak mereka mendengarkan, melainkan harus ditanam dari bawah. Talent Code Daniel Coyle memperkenalkan konsep talent code untuk memperbaiki DNA suatu institusi. Sebaliknya, saya menyebutkan pentingnya lembaga-lembaga publik membuka pintu dan membentangkan jendela. Saat ini sudah sangat mendesak kebutuhan untuk merekayasa ulang DNA birokrasi Indonesia. Rekayasa itu harus dimulai dari manusia, organisasi, sistem-sistem yang dibangun, tata nilai, dan tentu saja talenta yang dimilikinya. Di tengah-tengah era reformasi yang telah ditaburkan, ada rasa waswas yang muncul di kepala saya melihat cara kerja teman-teman yang terjangkit penyakit cakrawala. Dapatkah misalnya, kita memperbaiki sistem anggaran, pendistribusian, pelaporan, dan pengawasannya dengan cakrawala yang terbatas? Saat ini kita membutuhkan organisasi yang luwes, lugas adaptif, mampu bergerak cepat dari sekadar organisasi yang tertata namun kaku dan membuatnya tak berdaya. Niat baik dan sasaran untuk menata hanya akan menghasilkan pemborosan dan kerusakan jangka panjang. Saya mengerti, kata penyakit cakrawala sungguh terdengar di telinga para sarjana. Namun, kita harus mulai mengenali dan menyembuhkannya sebelum reformasi berujung pada penghancuran dan kesulitan yang lebih besar bagi negeri ini. Minggu depan saya akan melanjutkan bagaimana cara membuka pintu dan membentangkan jendela.(*) Penulis: RHENALD KASALI Ketua Program MM UI |
Friday, December 18, 2009
PC Desktop Semakin Terdesak
PENJUALAN PC global tidak akan terpuruk ke pertumbuhan negatif karena manusia tidak bisa hidup tanpa PC.Saat kondisi perekonomian semakin baik,pertumbuhan volume penjualan PC global akan kembali ke digit ganda. Laporan terbaru firma riset International Data Corp (IDC) mengungkap, industri PC (personal computer) global telah lepas dari belitan krisis sejak kuartal ketiga (Juli-September) 2009.Pada periode tersebut, penjualan PC global bertumbuh 2,3% per tahun,setelah terus turun pada tiga kuartal sebelumnya. IDC menegaskan, pendorong utama pertumbuhan tersebut adalah PC portable (notebook dan netbook), yang volume penjualannya bertumbuh 33,5% per tahun.Pada saat yang sama, volume penjualan PC desktop ternyata hanya bertumbuh mendatar. IDC mengungkapkan, kebekuan pertumbuhan penjualan PC desktop akan berlanjut hingga beberapa tahun mendatang. Ini adalah tanda bahwa kini PC desktop semakin ditinggalkan.Contoh paling mencolok terjadi pada 2009. IDC memaparkan, pada tahun ini penjualan PC portable global mampu bertumbuh 15,8% per tahun.Pada saat yang sama,penjualan PC desktop global ternyata turun 12,9% per tahun. Pada 2010, penjualan PC portable diperkirakan bertumbuh 18,1% per tahun.Pada tahun yang sama,penjualan PC desktopternyata diperkirakan hanya bertumbuh 0,1%. IDC memprediksi, pertumbuhan berdigit tunggal pada PC desktop akan berlanjut hingga 2012, dengan pertumbuhan 1,6% pada 2011 dan 2,0% pada 2012. Pada 2013, IDC mengungkapkan, pertumbuhan penjualan PC desktop global akan kembali melemah menjadi hanya 0,9% per tahun. Dalam catatan IDC, kinerja penjualan PC desktop global tersebut sangat kontras dengan kinerja penjualan PC portable global. Dalam perkiraan IDC, volume penjualan PC portable global akan bertumbuh 18,8% pada 2011, kemudian 17,4% pada 2012, dan 14,8% pada 2013.Perkiraan IDC ini selaras dengan perkiraan firma riset pasar teknologi utama yang lain, yaitu iSuppli Corp. iSuppli mencatat, tahun 2009 menjadi awal babak baru industri PC global. Pertama dalam sejarah, pada tahun ini volume penjualan PC portable mampu melampaui PC desktop. Konsumen berlomba membeli PC portable, dan menghindari PC desktopkarena manfaat komputasi bergerak yang ditawarkan PC portable. “Penjualan PC portable terus meningkat karena manfaat mobilitas dari PC portable dan PC portable pun kini memiliki kinerja dan fitur setara dengan PC desktop. Faktor ini menyebabkan penurunan tajam penjualan PC desktop,” ujar Principal Analyst Compute Platform iSuppli Corp Matthew Wilkins. PernyataanWilkins tersebut dilandasi penelitian iSuppli terhadap kinerja penjualan PC global. Hasil penelitian itu mengungkap, pada 2009 volume penjualan PC desktop global akan turun 18,1% per tahun menjadi 124,4 juta unit, dari 151,9 juta unit pada 2008. Kontras dengan kinerja penjualan PC desktop,iSuppli memperkirakan, volume penjualan PC portable global pada tahun ini akan meningkat 11,7% per tahun menjadi 155,97 juta unit,dari 139,6 juta unit pada tahun silam. Namun begitu, iSuppli menegaskan, pertumbuhan volume penjualan PC portable tidak cukup kuat untuk mengimbangi penurunan volume penjualan PC desktop. Penyebabnya adalah krisis finansial global. Karena persentase pertumbuhan penjualan PC portable masih lebih kecil daripada persentase penurunan penjualan PC desktop,maka volume penjualan PC global secara umum pada 2009 akan turun. Akibat krisis dan penurunan penjualan PC desktop, iSuppli memperkirakan, volume penjualan PC global pada 2009 akan turun 4,0% per tahun menjadi 287,3 juta unit,dari 299,2 juta unit pada 2008. Laporan terbaru iSuppli ini me-rupakan revisi tajam dari laporan sebelumnya karena pada awal tahun ini iSuppli memperkirakan volume penjualan PC global pada 2009 akan naik 0,7% per tahun. “Penurunan volume penjualan tahunan sangat tidak biasa dalam pasar PC.Bahkan,pada masa-masa sulit, volume penjualan PC global biasanya masih bertumbuh,kendati dengan persentase digit tunggal. Pada 2009, volume penjualan PC global mengalami penurunan tahunan pertama sejak 2001,”papar Wilkins. Kendati menerbitkan perkiraan suram tentang kinerja pasar PC global pada 2009,iSuppli menyisakan kabar baik dalam laporan terbaru ini. iSuppli meyakini, krisis ekonomi global akan berakhir pada 2010. Saat perekonomian membaik, pada 2010 volume penjualan PC global akan bertumbuh 4,7% per tahun. IDC menimpali, volume penjualan PC global secara umum tidak akan terjerembab ke dalam pertumbuhan negatif pada 2009. IDC menegaskan,pada 2009 penjualan PC global akan bertumbuh 1,3% per tahun,alias turun tajam dari 10,0% pada 2008. IDC memprediksi, pertumbuhan volume penjualan PC global akan kembali ke level berdigit ganda mulai 2010, yakni dengan angka 10,3% pada 2010. Kemudian 12,0% pada 2011,serta 11,9% pada 2012,dan 10,3% pada 2013. “Kemampuan pasar PC global menghindari penurunan penjualan pada 2009 adalah bukti bahwa industri ini sangat tangguh.Pasar tersebut juga segera mencapai stabilitas karena PC sudah menjadi bagian tidak terpisahkan dalam kehidupan manusia,” ujar Program Director Worldwide Trackers IDC Loren Loverde. Loverde melanjutkan,pada masa krisis pun konsumen tetap membeli PC baru karena mereka tidak bisa hidup tanpa PC.Volume penjualan PC pun meningkat lebih cepat karena para produsen agresif menyajikan teknologi baru sekaligus memangkas harga, untuk mendongkrak daya beli. “Siklus penggantian PC lama dengan PC baru serta penurunan cepat harga jual rata-rata PC menjadi pendorong utama pertumbuhan pasar PC global.Saat perekonomian sudah pulih, maka pertumbuhan volume penjualan PC global akan kembali ke digit ganda hingga 2013,” tandas Research Manager PC IDC Richard Shim. (ahmad fauzi) Thursday, 17 December 2009 Sumber:http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/291019/36/ |
Konservasi Energi ala Jepang
Dua kali krisis energi menjadi pengalaman berharga bagi Jepang. Tak pelak,berbagai kebijakan dan tindakan dilakukan. Mengembangkan energi terbarukan merupakan alternatif yang tidak bisa ditawar. Dua krisis minyak yang terjadi pada tahun 1973 dan 1979 menjadi pengalaman pahit bagi Jepang.Ketika itu, Jepang yang ketergantungannya terhadap minyak bumi sebagai sumber energi primer mencapai 77%, perekonomiannya terpukul akibat lonjakan harga minyak di pasar internasional. Namun, bukanlah Jepang jika tidak belajar dari pengalaman. Krisis itu justru menjadi momentum bagi Negeri Matahari terbit itu untuk menata kembali struktur konsumsi energinya.Mereka menjalankan dua langkah sekaligus, yakni peningkatan efisiensi energi (penghematan) dan mengembangkan energi terbarukan. Pascakrisis energi kedua (1979), Jepang mengeluarkan kebijakan rasionalisasi penggunaan energi berbentuk Undang-Undang Konservasi Energi, terutama pada sektor industri, perkantoran, jasa, dan alat-alat elektronik. Berbagai kebijakan penghematan energi di Jepang difokuskan pada empat sektor, yaitu peralatan elektronik,konsumsi energi di perumahan serta bangunan komersial, industri, dan transportasi. Dalam revisi peraturannya dibuat semakin spesifik tentang sejauh mana peralatan dan berapa energi yang boleh dan tidak boleh digunakan. Lahirlah sistem yang dikenal sebagai Top Runner Standards, yakni upaya menyeleksi produkproduk yang paling efisien menggunakan energi. Sistem ini ternyata efektif untuk menekan konsumsi energi di Jepang. Ibarat kompetisi, industri di Jepang berlomba-lomba mengembangkan dan memasarkan produkproduk yang hemat energi. Mulai dari peralatan elektronik hingga mobil, dikembangkan sedemikian rupa sehingga lebih hemat energi. Salah satu contoh keberhasilan adalahpengembanganprodukindustri automotif. Mobil hibrida, jenis mobil yang menggunakan dua sumber energi,yaitu bahan bakar minyak (BBM) dan listrik,kini telah menjadi kendaraan populer di Jepang. Di pasar domestik,mobil yang konsumsi BBM-nya jauh lebih hemat dibanding mobil konvensional ini menjadi salah satu yang paling laris. Di bidang pengembangan energi alternatif yang lebih terbarukan, Jepang juga termasuk pionir. Bagi mereka,pengembangan energi terbarukan mutlak harus dilakukan. Selain memiliki tren harga yang terus menurun seiring perkembangan teknologi, energi terbarukan juga relatif lebih ramah lingkungan. Hal ini sejalan dengan komitmen Jepang emisi gas rumah kaca secara lebih ambisius. Seperti diketahui, berdasarkan Protokol Kyoto, Jepang berkomitmen mengurangi emisi karbon dioksida (CO2) dan lima gas rumah kaca (greenhouse gas) lainnya sebesar 6% dibanding level emisi pada 1990 selama periode 2008–2012. Negara itu sukses mengurangi ketergantungan pada minyak sebagai sumber energi. Proporsi minyak sebagai sumber energi turun drastis dari puncaknya 77% total sumber energi pada era sebelum krisis energi pertama tahun 1973, menjadi 57,1% tahun 1997, dan 47,1% pada 2006. Pada Mei 2006,Pemerintah Jepang merilis Strategi Energi Nasional Baru, yang mencantumkan target-target kuantitatif pengelolaan energi hingga 2030. Di antara strategi itu,yakni mengurangi peran minyak bumi sebagai sumber energi hingga menjadi di bawah 40% total sumber energi, menaikkan efisiensi energi hingga 30%, serta menekan biaya pembangunan pembangkit listrik tenaga surya,serta menaikkan peran pembangkit listrik tenaga nuklir. Jepang mendorong pengembangan energi terbarukan melalui berbagai cara, seperti pemberian insentif perpajakan, subsidi, dan dana penelitian.Tak heran jika kemudian pengembangan energi terbarukan seolah menjadi gerakan masif di Jepang. Saat Seputar Indonesia berkunjung ke Jepang, November lalu, tampak jelas kesungguhan pemerintah, baik pusat maupun daerah, serta masyarakat lokal untuk mengembangkan energi terbarukan. Salah satu yang gencar dikembangkan adalah pembangkit listrik tenaga surya (PLTS). Jepang berharap kapasitas PLTS dapat mencapai 4,82 gigawatt (GW) pada 2010, naik signifikan dibanding 1,92 GW pada 2007. Di Kota Hokuto, Prefektur Yamanashi, misalnya saat ini sedang dibangun PLTS berkapasitas 2 MW. PLTS memang cocok dikembangkan di Hokuto lantaran kota ini termasuk salah satu daerah di Jepang yang menerima sinar matahari lebih banyak dibanding wilayah lain. Proyek PLTS ini ditargetkan tuntas pada tahun 2010 mendatang dan diharapkan mampu memenuhi kebutuhan listrik bagi 650 rumah tangga. Proyek tersebut hanya salah satu contoh pengembangan energi terbarukan di Yamanashi. Di kotakota lain komitmen pemerintah lokal dan masyarakat untuk mengembangkan energi terbarukan juga terlihat.Pemerintah kota Tsuru, misalnya, pada 2004,memutuskan untuk membangun pembangkit listrik tenaga air berskala kecil (micro-hydro system). Memanfaatkan aliran air di kanal Kachugawa, pembangunan pembangkit listrik itu dikerjakan 21 Februari 2005 hingga 31 Oktober 2005.Pembangkit itu dioperasikan mulai 6 April 2006 dan mampu menghasilkan listrik hingga 20 kilowatt (KW). Sebagian kebutuhan pembiayaan pembangunan pembangkit listrik ini dipenuhi dari partisipasi warga melalui pembelian obligasi. Berbagai kebijakan dan tindakan Jepang tersebut menunjukkan keseriusan negara itu dalam mengembangkan energi terbarukan. Mereka sadar bahwa energi terbarukan merupakan alternatif yang tidak bisa ditawar. (masirom) Saturday, 12 December 2009 Sumber:http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/289956/34/ |
Subscribe to:
Posts (Atom)
Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Marke
| Carbon Policy Lab Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Market Indonesi...
-
PT Konsorsium Televisi Digital Indonesia (KTDI) menggelar uji coba siaran televisi digital di wilayah Jabotabek. Siaran uji coba itu merupak...
-
JAKARTA - PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) sangat sepakat mengenai ketentuan Bank Indonesia (BI) untuk membuat standarisasi sistem pembayaran pada...