Monday, November 29, 2010

Situs Phishing Berbahasa Indonesia Jadi Perhatian

Situs phishing, aksi tipuan yang mengincar data pribadi, makin giat merambah pengguna media sosial. Situs berbahasa Indonesia pun jadi perhatian. 

Demikian salah satu sorotan dalam laporan bulanan Symantec Messaging and Web Security dari perusahaan keamanan Symantec yang dikutip detikINET, Rabu (24/11/2010). 

Konon, di antara situs phishing non-bahasa Inggris dalam media sosial, ada tiga bahasa yang paling populer. Ketiganya adalah Portugis, Italia, dan Spanyol.

Namun, peneliti keamanan Symantec juga mengawasi beberapa situs bahasa non-Inggris lainnya. Ini mencakup Indonesia, Rusia, Albania, dan Turki.

Pelaku phishing pun rupanya kian getol mencari data-data pribadi pengguna layanan media sosial, seperti Twitter atau Facebook. 

Menurut laporan itu, phishing media sosial mencakup 4 persen dari keseluruhan aksi phishing di Oktober 2010. Ini menunjukkan peningkatan 80 persen dibandingkan September 2010. 

Untuk memikat korbannya, pelaku menggunakan klaim sebagai layanan keamanan dari media sosial tertentu. Nah, pengguna situs media sosial itu akan diminta memasukkan username dan login di situs palsu. 

Jika hal itu sampai terjadi, dampaknya bisa cukup mengerikan. Selain data pribadi korban, pelaku juga bisa menargetkan teman-teman korban dalam jejaring sosial.


24 Nov 2010
Source:http://www.detikinet.com/read/2010/11/24/134132/1501273/323/situs-phishing-berbahasa-indonesia-jadi-perhatian/

Waspada! Serangan SMiShing Ancam Ponsel

Para pengguna ponsel mesti waspada dengan pesan teks yang berisi link website di dalamnya. Pasalnya, kalau tergoda mengklik, bisa jadi link tersebut berisi trojan. Seperti dilansir PCWorld.com, Selasa (29/08/2006), perusahaan keamanan sistem, McAfee mengingatkan hal tersebut, dan menyebutnya sebagai "SMiShing", yang berarti serangan phishing lewat SMS. SMiShing merupakan jenis serangan terbaru yang dilancarkan para hacker untuk menyusupkan malware dan virus ke ponsel atau berbagai perangkat bergerak lainnya. David Rayhawk dari McAfee Avert Labs mengatakan bahwa malware dan virus tersebut dapat menyebar ke jaringan perusahaan. Dijelaskan McAfee, skema SMiShing sudah terdeteksi pada beberapa pengguna ponsel. Mereka menerima pesan yang berisi tawaran bergabung di layanan kencan online, dan akan dikutip biaya US$2 per hari. Isi SMS tersebut adalah: "We're confirming you've signed up for our dating service. You will be charged $2/day unless you cancel your order". Pesan tersebut berisi URL yang jika diklik, akan mendownload trojan yang memungkinkan hacker mengendalikan ponsel si korban. Tentunya tidak semua ponsel bisa didera serangan ini, melainkan hanya ponsel yang memiliki kemampuan browsing. ( ketepi )


29 Agt 2010
Source:http://www.detikinet.com/read/2006/08/29/152916/664527/323/waspada-serangan-smishing-ancam-ponsel

FBI Wanti-wanti Aksi Smishing dan Vishing

Selain kian menggila di ranah jejaring sosial, kejahatan cyberdiprediksi juga akan mewabah di ranah perangkat genggam. Modus yang biasa digunakan adalah dengan memanfaatkan SMS atau mesin pemanggil otomatis.

FBI bahkan memiliki sebutan khusus bagi dua jenis tindak kriminal tersebut. Yakni 'smishing' untuk kejahatan yang menggunakan pesan singkat, serta 'vishing' untuk yang menggunakan panggilan telepon otomatis.

Ya, sekilas aksi ini memang mirip dengan phishing. Intinya adalah pencurian informasi sensitif milik pengguna.

Modus yang digunakan pun kurang lebih sama dengan aksi phishing di web. Hanya saja, pelaku awalnya bergerak dengan mengirimkan SMS atau menelpon langsung ke ponsel calon korban. Mereka biasanya mengaku dari pihak bank sambil mengabarkan bahwa tengah ada masalah dengan akun bank pengguna.

Kemudian calon korban diminta untuk menghubungi suatu nomor telepon tertentu atau disuruhlog-in ke sebuah halaman web khusus yang telah disiapkan perangkap di dalamnya.

Nah, di sinilah aksi smishing-vishing mirip dengan phishing, mereka menuntun korban untuklog-in ke halaman palsu layanan bank-nya, sehingga nantinya data pribadi mereka -- seperti username dan password -- dapat dicuri pelaku.

"Ketika hampir semua kejahatan cyber menyasar komputer Anda, namun smishing dan vishinglebih membidik perangkat genggam. Dan ancaman mereka kian berkembang seiring kianbooming-nya pengguna ponsel," ujar penasehat dari Internet Crime Complaint Center FBI.

Dikutip detikINET dari Cellular News, Jumat (26/11/2010), pihak FBI mewanti-wanti bahwa aksi kejahatan yang memanfaatkan ponsel ini akan semakin marak pada musim liburan akhir tahun.

Jadi, waspadalah! 


26 Nov 2010
Source:http://www.detikinet.com/read/2010/11/26/172641/1503524/323/fbi-wanti-wanti-aksi-smishing-dan-vishing

Friday, November 26, 2010

Spectrum Harmonisation for Mobile Crucial for Socio-Economic Development across Asia Pacific, says GSMA

New research highlights how mobile could add $729 billion to the GDP of Asia Pacific nations by 2020

The GSMA today unveiled new independent research that highlights the positive impact harmonised spectrum allocation for mobile could have on the Asia Pacific region. The report*, released by the GSMA and The Boston Consulting Group (BCG), states that if governments allocate the 700 MHz band for Mobile Broadband deployment, it would bring much greater economic and social benefits to Asia Pacific than if allocated for services such as broadcasting. These benefits include a $729 billion increase in GDP for Asia Pacific countries by 2020, more than two million newly-created jobs across the region, and a $131 billion increase in tax revenues.

"Asia Pacific is a leading mobile market capable of driving large economies of scale and now has the opportunity to play a pivotal role in setting the standards for spectrum harmonisation," said Tom Phillips, Chief Government & Regulatory Affairs Officer, GSMA. "By allocating the 700 MHz band to mobile, Asia Pacific countries could enjoy significant socio-economic benefits and provide millions of people with low-cost mobile services essential for their needs, such as Internet connectivity, especially in rural areas, and much needed access to education, financial and health services. Non-harmonisation of the 700 MHz band will significantly reduce these benefits for the entire region, so it's imperative that governments and regulators take a coordinated approach to spectrum allocation."

"The unprecedented amount of spectrum freed up in the switchover from analogue to digital terrestrial television, known as the 'digital dividend', is a once-in-a-lifetime opportunity," said Vaishali Rastogi, Partner and Managing Director at The Boston Consulting Group. "The evidence from our research in Asia Pacific overwhelmingly suggests that the socio-economic benefits of allocating the 700 MHZ band to mobile will far outweigh alternatives such as broadcasting."

Harmonisation of the 700 MHz band will ensure that Asia Pacific countries use the same frequency to deploy Long-Term Evolution (LTE), the next-generation Mobile Broadband technology. Deploying LTE in this band will drive large economies of scale and reduce capital and equipment costs for providers, accelerating the roll out of networks and lowering costs for consumers. It will also provide significant social benefits, particularly in rural areas not served by fixed broadband, such as improved access to education, the availability of new financial and health services, the wider use of e-government tools and improved interactions between governments, businesses and consumers. LTE in the 700 MHz band will also improve indoor availability of Mobile Broadband in urban areas.

The report states, however, there are two conditions that are essential for fulfilling the unique opportunity Mobile Broadband could provide the Asia Pacific region. These are:
All Asia Pacific countries should allocate the 700 MHz band to Mobile Broadband deployment and services.

All Asia Pacific countries should implement the same technical specifications (the Asia Pacific Telecommunity's (ATP) 2 x 45 MHz band plan for the 700 MHz band) to achieve harmonisation and ensure that every country and its consumers benefit from economies of scale and lower equipment and handset costs.

Given the size and diversity of Asia Pacific, four countries representing the range of social and economic development and current Internet adoption – Korea, India, Indonesia and Malaysia – were studied in detail and the data was used to build up a picture for the entire region. The research found that there would be a large incremental adoption of Internet connectivity, particularly in rural areas, as a result of allocating the 700 MHz band for LTE, including a 14% increase in Internet subscriptions in Korea, 21% in India, 22% in Indonesia and 23% in Malaysia – an increase of more than 25 million extra rural Internet users in these four countries alone. These increases, when extrapolated across the region, would have a considerable economic impact. Highlights from each country include:

Korea
The economic opportunities created by improved access to Mobile Broadband would account for a $75.5bn increase in GDP and deliver increased tax revenues of $7.2 billion between 2014 and 2020.

India
India's GDP is among the fastest growing in the world but allocating the 700 MHz band for Mobile Broadband would generate a $71 billion incremental increase in by 2020, mostly from increased productivity across all sectors.

Indonesia
Allocating the 700 MHz band to Mobile Broadband would make a significant difference to take up in rural areas, generating 9.7 million more Internet subscriptions by 2020.

Malaysia
It is estimated that increased Internet adoption resulting from widespread Mobile Broadband deployment would create more than 44,000 new jobs by 2020, with many in rural areas.

"Reaping the rewards that Mobile Broadband is proven to provide is heavily dependent on governments and their regulators harmonising spectrum for mobile and implementing supportive policy," concluded Phillips. "Not only will governments lose out on the considerable economic opportunity, but failure to harmonise spectrum in the 700 MHz band will also have a huge impact on millions of people, such as higher prices, limited access to critical services and significantly reduced Internet connectivity – especially in rural areas where it's needed most."

To download the full report and for the individual research on Korea, India, Indonesia and Malaysia, please use the following link: www.gsmworld.com/bcgreport2010.

Notes to editors
* Socio-economic impact of allocating 700MHz band to mobile in Asia Pacific, The Boston Consulting Group

About the GSMA

The GSMA represents the interests of the worldwide mobile communications industry. Spanning 219 countries, the GSMA unites nearly 800 of the world's mobile operators, as well as more than 200 companies in the broader mobile ecosystem, including handset makers, software companies, equipment providers, Internet companies, and media and entertainment organisations. The GSMA is focused on innovating, incubating and creating new opportunities for its membership, all with the end goal of driving the growth of the mobile communications industry.

For more information, please visit Mobile World Live, the new online portal for the mobile communications industry, at www.mobileworldlive.com or the GSMA corporate website atwww.gsmworld.com.

Press contacts:
Brian Paterson/Tracy Cheung
Tel: +852 9755 3310/+852 9366 7761
16 Nov 2010

"Broadband" Belum Puaskan Harapan

Koneksi broadband atau jaringan telekomunikasi pita lebar semakin menjadi kebutuhan, terutama ketika perangkat mobile broadband mulai membanjiri pasar. Namun, kehadiran gadget-gadget pintar itu terasa terlalu cepat sehingga tidak atau belum didukung jaringan yang memadai.

Sepertinya selalu ada kesenjangan penerapan teknologi komunikasi, selalu terlambat. Bahkan, kalau toh sudah ada, penerapannya tidak maksimal. Operator sudah sangat berbangga memiliki sekian ribu BTS, tetapi tidak pernah dijelaskan BTS dengan kualitas seperti apa.

Terminologi seperti broadband, akses unlimited sudah menjadi jargon sehari-hari yang dijual operator saat ini. Terkesan canggih, tetapi bisa berarti tidak bermakna apa-apa karena keluhan berkaitan dengan layanan itu masih banyak muncul di sana-sini.

Hadirnya ponsel-ponsel canggih (smartphone) menjadi tidak ada artinya ketika koneksi broadband tidak bisa diandalkan. Barang canggih itu hanya berfungsi seperti ponsel biasa, sekadar komunikasi suara dan SMS, selebihnya fitur yang tidak memerlukan jaringan.

Hal ini menjadi semakin terasa ketika mulai muncul iPhone, terlebih lagi ponsel canggih berbasis Android dalam setahun ini. Meski berfitur canggih, ya tetap saja terlihat ”dungu” dengan koneksi broadband yang tersendat-sendat.

Bisa jadi ini karena sampai sekarang operator masih melihat koneksi suara sebagai primadona sehingga koneksi data masih tetap nomor dua. Selain luasnya negeri ini juga merupakan kendala, apalagi daya beli masyarakat juga masih rendah.

Walaupun vendor jaringan Ericsson akhir tahun lalu menemukan bahwa lalu lintas data sudah melebihi suara di tingkat global. Trafik itu meningkat 280 persen tiap tahun selama dua tahun terakhir dan diperkirakan akan meningkat dua kali lipat pada lima tahun ke depan.

Akankah perubahan seperti ini juga akan terjadi di negeri ini?

Korelasi

Sebuah studi yang dibuat Ericsson belum lama ini memperlihatkan adanya korelasi yang positif antara pengembangan penetrasi broadband dan tambahan pertumbuhan GDP, termasuk terciptanya pekerjaan baru. Misalnya seperti setiap penambahan 1.000 pengguna broadband akan menciptakan sekitar 80 pekerjaan baru.

Mats Otterstedt, Presiden Direktur Ericsson Indonesia, beberapa waktu lalu mengungkapkan, ”Indonesia memiliki potensi pertumbuhan di bidang mobile broadband yang menakjubkan. Sebagai negara keempat dengan populasi terbesar, Indonesia merupakan pasar besar dengan permintaan akan layanan telekomunikasi yang besar pula.”

Raksasa jaringan dari Swedia itu melihat pertumbuhan mobile broadband di Indonesia seiring dengan pertumbuhan indikator sosial ekonomi negara. Mobile broadband telah berkembang menjadi syarat utama bagi masyarakat Indonesia untuk mendapatkan koneksi internet.

Pada kesempatan yang berbeda, pihak GSMA (Asosiasi GSM) pada Selasa (16/11/2010) mengungkapkan hasil riset independen yang menekankan pada dampak positif alokasi spektrum frekuensi untuk komunikasi bergerak di Asia Pasifik. Laporan yang dibuat GSMA dan Boston Consulting Group itu tentang alokasi pada pita frekuensi 700 MHz untuk komunikasi broadband.

Apabila pihak pemerintah di kawasan Asia Pasifik mengalokasikan frekuensi itu untuk komunikasi bergerak, maka akan memberikan keuntungan ekonomis dan sosial yang lebih besar dibandingkan dengan jika hanya digunakan untuk layanan seperti siaran. Sepertinya harmonisasi pita frekuensi 700 MHz ini memberi isyarat bagi masuknya teknologi Long Term Evolution (LTE), sebuah teknologi komunikasi yang saat ini bisa disebut para-generasi keempat (4G).

Riset itu memperlihatkan, alokasi pita 700 MHz untuk LTE akan meningkatkan jumlah pelanggan internet di Indonesia sampai 22 persen, Korea hingga 14 persen, India 21 persen, dan Malaysia 23 persen. Di negeri ini akan bertambah 9,7 juta pelanggan internet hingga tahun 2020.

Barangkali hal ini juga akan memberi jalan pada teknologi LTE di Indonesia untuk membuka kemacetan broadband. Akan tetapi, lalu muncul pertanyaan lain, bagaimana dengan WiMAX, teknologi pra-4G yang bahkan sudah mulai menjalankan aktivitas pembangunan infrastrukturnya?

26 Nov 2010

Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Marke

  | Carbon Policy Lab Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Market Indonesi...