Tuesday, September 1, 2009

Wakatobi, Permai di Atas Indah di Bawah

HAL pertama yang rata-rata diucapkan orang kalau mendengar nama Kabupaten Wakatobi adalah, ”Wah, di manakah itu?”

Padahal, kalau kita mencoba mencari dengan mesin pencari Google, langsung terpampang 225.000 lema tentang Wakatobi, baik yang berbahasa Indonesia maupun asing. Ket.Foto: Sungai yang sangat jernih di Pulau Wangiwangi.

Sesungguhnya Wakatobi sudah sangat terkenal di mancanegara, terutama setelah Ekspedisi Wallacea dari Inggris pada tahun 1995 menyebutkan bahwa kawasan di Sulawesi Tenggara ini sangat kaya akan spesies koral. Di sana, terdapat 750 dari total 850 spesies koral yang ada di dunia.

Sampai saat ini pun di Pulau Hoga, salah satu pulau kecil di Wakatobi, lembaga Ekspedisi Wallacea masih menempatkan sebuah lembaga riset yang selalu didatangi peminat dari berbagai negara.

Untuk lingkup Indonesia, Wakatobi adalah nama kabupaten yang terdiri dari empat pulau utama, yaitu Wangiwangi, Kalidupa, Tomia, dan Binongko. Jadi, Wakatobi adalah singkatan nama dari keempat pulau utamanya. Sebelum 18 Desember 2003, kepulauan ini disebut Kepulauan Tukang Besi dan masih merupakan bagian dari Kabupaten Buton.

Jadi, Wakatobi memang surga untuk penggemar olahraga selam. Sampai saat ini, ada 29 titik penyelaman yang ditawarkan kepada siapa saja yang mau datang ke sana. Mau tahu tempat penyelaman yang spektakuler di sana? Ada, nama titiknya adalah Mari Mabuk. Main-main? Bukan. Nama tempatnya memang itu dan siapa pun yang datang ke titik dekat Pulau Tomia itu pasti akan mabuk karena keindahannya.

Putri Indonesia 2005, Nadine Candrawinata, sudah membuktikan keindahan Mari Mabuk bulan April lalu saat menyelam bersama Bupati Wakatobi Hugua dan beberapa wartawan Ibu Kota.

Keindahan daratan

Baiklah, sebelum lebih jauh membicarakan Wakatobi, hal terpenting yang harus diutarakan adalah bagaimana mencapai kabupaten itu.

Cara terbaik dan termurah saat ini adalah datang dulu ke ibu kota Sulawesi Tenggara, Kendari. Dari sana, kapal reguler menuju Pulau Wangiwangi berangkat tiap pagi pukul 10 dan akan tiba di tujuan sekitar 10 sampai 12 jam kemudian. Dari Wangiwangi, perjalanan ke pulau-pulau lain bisa ditempuh dengan perahu-perahu sewaan atau perahu reguler yang sederhana, tetapi cukup aman.

Saat ini sebuah bandara sedang disiapkan di Wangiwangi. Kalau bandara ini selesai, diperkirakan pertengahan 2008, untuk mencapai Wangiwangi bisa dilakukan dengan penerbangan dari Bali, Makassar, atau Manado.

Hanya penyelamankah pesona Wakatobi?

Bukan sama sekali. Bisa dikatakan Wakatobi indah di atas dan di bawah sekaligus. Alam di sana masih bersih dan itu bisa dilihat dari beningnya sungai-sungai di sana. Perahu seakan melayang karena air di bawahnya seakan tidak terlihat.

Kesadaran akan kebersihan ini sangat disadari masyarakat setempat. Sampah plastik umumnya dikumpulkan di suatu tempat untuk dijual kepada penadah. Selain membuat pemasukan bagi penduduk, kesadaran ini relatif menjaga kelestarian alam di sana.

Pesona darat Pulau Wangiwangi adalah pada mata air-mata air di celah-celah bukit kapur, juga beberapa benteng dan masjid tua sisa Kerajaan Buton. Adapun Pulau Kalidupa dan Tomia kaya pemandangan pantai serta tarian tradisional.

Pulau terujung, yaitu Binongko, yang dulu dikenal sebagai Pulau Tukang Besi, memang dipenuhi para pandai besi. Mereka mengerjakan pembuatan aneka alat rumah tangga yang dijual sampai Makassar. Saat mereka menempa besi panas adalah atraksi menarik. Sayangnya, sebagian pandai besi sudah memakai pipa pralon menggantikan bambu sebagai alat peniup api.

Di Pulau Binongko pula penenun tradisional masih memberi pesona fotografis. Tenun yang mereka buat selama sepekan sampai sebulan bisa langsung dibeli dengan harga antara Rp 100.000 sampai Rp 1 juta tergantung mutu.

Pendek kata, kalau menginginkan keindahan alamiah, datanglah ke Wakatobi.

Minggu, 4 Mei 2008 | 11:31 WIB
Source: http://travel.kompas.com/read/xml/2008/05/04/11315141/wakatobi.permai.di.atas.indah.di.bawah
 

30 Hektar Hutan Lindung Terbakar

Kebakaran hutan lindung blok Cirompang gunung Putri Garut, sejak Senin (31/8) siang mencapai 30 hektare lebih.

Kepala Dinas Kehutanan setempat Ir Eddy Muharam didampingi Kepala Seksi Pengawasan Hutan, Suroto, Senin, menyatakan, terjadinya peristiwa tersebut diduga kuat akibat pembakaran semak belukar pada lahan milik penduduk, yang dijadikan lahan berkebun.

"Lahan milik penduduk itu, letaknya bersebelahan dengan pinggir kawasan hutan lindung yang banyak terdapat pohon pinus bahkan termasuk wilayah Cagar Alam (CA)Kamojang," katanya.

Hingga sore sejumlah aparat Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Barat di Garut, masih berada di lokasi kejadian, yang terus berupaya keras melakukan pemadaman agar kobaran apinya tidak semakin meluas.

"Adanya sumber api sekecil apapun pada kawasan hutan berketinggian ribuan meter diatas permukaan laut ini, dapat menimbulkan kobaran api sangat besar, terutama di musim kemarau yang kering kerontang dengan tiupan angin kencang," ungkap petugas BKSDA setempat, Sobari, menambahkan.

Kawasan yang termasuk hutan lindung gunungapi Guntur tersebut setiap musim kemarau panjang kerap terjadi kasus kebakaran.

Terutama pada hutan sekitar lereng gunung api, selama ini bisa diakibatkan pecahnya bebatuan tertimpa sangat panasnya sengatan sinar matahari kemudian memercikan api, kerap menjadi sumber kobaran api pada rumput alang-alang kering sekitarnya.

Sementara itu, penyebab lainnya juga bisa akibat bekas api unggun yang belum sepenuhnya padam karena di wilayah lereng gunung ini masih sarat dilakukan penambangan pasir dan batu, juga terdapat beberapa tenda untuk istirahat.

Namun menurut kepercayaan masyarakat, yang bermukim di kaki gunung api Guntur itu selama ini menyebutkan, jika sering terjadi kebakaran di gunung itu sebagai pertanda akan segera turun hujan.

"Sehingga banyak sumber di sekitarnya menyebutkan, terdapat kemungkinan sengaja dibakar agar segera turun hujan," katanya.

Senin, 31 Agustus 2009 | 17:36 WIB
GARUT, KOMPAS.com -http://sains.kompas.com/read/xml/2009/08/31/17365540/30.hektar.hutan.lindung.terbakar

Jadikan Wakatobi Ikon Baru Indonesia

Departemen Kebudayaan dan Parawisata (Depbudpar) RI diminta menetapkan Kabupaten Wakatobi Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) sebagai destinasi wisata utama Indonesia. Wakatobi punya potensi jadi ikon baru wisata Indonesia. Ket Foto: Wakatobi di Sultra mempunyai pesona laut yang indah. Ikan Behn's Damsel dengan seekor ikan pembersih di antara terumbu karang di perairan ini salah satunya. Persoalannya, transportasi ke sana masih susah. Karena itu Pemkab Wakatobi terpaksa memberikan subsidi mengambang kepada Merpati.
   
Bupati Wakatobi Hugua di Wangi-Wangi, Kamis, mengatakan pemerintah dan masyarakat optimistis daerah pemilik 750 spesies terumbu karang itu dinobatkan sebagai destinasi wisata andalan Indonesia.
   
"Pemeritah dan rakyat Wakatobi sudah menunjukan kepada dunia bahwa pihaknya serius menjadikan wisata bahari sebagai prioritas pembangunan selain sektor perikanan," kata Bupati Hugua pada acara festival budaya Wakatobi Sail Indonesia 2009.
   
"Jangan ada keraguan untuk menetapkan Wakatobi sebagai destinasi pengembangan wisata di Tanah Air. Kalau Laut Karibia memiliki 50 spesies terumbu dan Laut Merah 300 spesies maka Wakatobi dengan luas kawasan terumbu karang 1,3 juta hektare mengandung 750 spesies," kata Hugua.
   
Ia mengakui bahwa konsekuensi menuju penetapan Wakatobi sebagai destinasi wisata utama harus didukung oleh infrastruktur memadai, antara lain, akomodasi perhotelan.
   
Dirjen Pengembangan Destinasi Parawisata Depbudpar RI, Firmansyah Rahim mengatakan permintaan penetapan Wakatobi sebagai destinasi utama wisata Indonesia sesuatu yang wajar.
   
"Berdasaran potensi, dukungan pemerintah dan sambutan masyarakat Wakatobi maka sesuatu yang wajar jika daerah ini menyandang destinasi wisata utama mendampingi 10 destinasi wisata lainnya di Indonesia," kata Firmansyah.
    
Ia mengakui keseriusan pemerintah bersama masyarakat setempat menggenjot pembangunan potensi wisata bahari Wakatobi yang dibuktikan dengan operasionalnya lapangan terbang Matahora.
   
Selain melalui transportasi udara dari dan ke Wangi-Wangi, Bau-Bau dan Kendari juga dapat melalui transportasi kapal laut dari dan ke Kendari ke Wangi-Wangi. Juga dari dan ke Bau-Bau ke  Wangi-Wangi.
   
Tarif tiket melalui pesawat udara dari Kendari ke Wangi-Wangi sekitar Rp500 ribu/orang sedangkan melalui kapal laut dari Kendari ke Wangi-Wangi sebesar Rp100 ribu/orang.

Jumat, 28 Agustus 2009 | 09:59 WIB
WANGI-WANGI, KOMPAS.com -http://travel.kompas.com/read/xml/2009/08/28/09592570/jadikan.wakatobi.ikon.baru.indonesia

Sunday, August 30, 2009

Gelombang Ultrasonik Mampu Bunuh Nyamuk Demam Berdarah

Gelombang ultrasonik ternyata bisa membunuh serangga, salah satunya adalah nyamuk demam berdarah atau aedes aegypti.

Pancaran gelombang ini dengan kekuatan 30 KHz hingga 100 KHz secara terus-menerus dalam ruangan akan mengakibatkan terganggunya fungsi antena pada nyamuk yang berfungsi sebagai indra penerima rangsang.

Ket.Foto: AC LG Terminator diluncurkan produsen elektronik LG, Rabu(19/8). Produk ini diklaim mampu membunuh nyamuk demam berdarah sampai 70 persen. Harganya Rp 4,5 juta.

"Nyamuk akan merasa tidak nyaman dan terganggu keseimbangannya hingga akhirnya mati," kata I Wayan Teguh Wibawan, Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (IPB), dalam kesempatan peluncuran AC LG Terminator di Jakarta, Rabu (19/8).

LG, perusahaan elektronik, melakukan riset bersama ITB untuk menggabungkan teknologi gelombang ultrasonik ini ke dalam AC. Hasilnya adalah AC LG Terminator. "Kami telah melakukan riset sejak 2007," katanya.

Lebih lanjut, Wayan menuturkan bahwa percobaan dilakukan dengan melepaskan nyamuk-nyamuk aedes aegypti berjenis kelamin betina (strain liverpool) berumur 4-5 hari. Pada saat yang sama, dalam ruangan tersebut AC Terminator memancarkan gelombang ultrasonik.

Pengujian dilakukan dalam ruang pengujian standar penelitian insektisida dari Lembaga Kesehatan Dunia (WHO). "Hasilnya, gelombang ultrasonik mampu membunuh lebih dari 70 persen nyamuk yang ada di dalam ruangan dalam tempo 24 jam," ujar Wayan.

Produk yang baru dilepas di Indonesia ini dibandrol Rp 4,5 juta per unit. "Harga ini tidak mahal kalau dilihat benefit yang diterima. Misalnya melindungi keluarga kita dari nyamuk demam berdarah," kata Budi Setiawan, Direktur Penjualan LG Elektronik Indonesia.

Ia pun menganjurkan, supaya hemat energi, sebaiknya AC cukup distel pada suhu kamar 25-27 derajat celcius. "Kalau pergi, dimatikan saja AC-nya. Namun, fungsi gelombang ultrasoniknya bisa diaktifkan karena berdiri terpisah," tandas Budi.

LIPI Rintis Bioelektrik di Desa Giri Mekar





Indonesia sudah lama mengenal pemanfaatan biogas untuk memasak. Namun, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bandung mengembangkan biogas yang dikonversi ke energi listrik yang bernama bioelektrik.

"Kami buat ini karena prihatin dengan krisis energi secara global. Selain itu, Indonesia menargetkan tahun 2025 sudah tercipta energi mix dan sudah memakai 30 persen energi terbarukan," kata Aep Saepudin, Kepala Sub Bidang Sarana Rekayasa Tenaga Listrik dan Mekatronik (Telimek) LIPI Bandung, di Bandung, Jawa Barat (14/8).

1.Ket. Foto 1: (mulai dari paling atas) Kotoran sapi yang dicampur dengan air dimasukkan ke dalam digester, semacam septi tank. Setelah kurang lebih 1 bulan, biogas sudah dihasilkan dan siap dipakai untuk bahan bakar kompor dan bioelektrik.
2. Ket Foto 2: Yaya Sudrajat Sumama, peneliti LIPI, menjelaskan pada para wartawan bagaimana kinerja biogas yang dikonversi untuk energi listrik dan bahan bakar kompor biogas.
3. Ket Foto 3: Masyarakat di Kabupaten Bandung, 70 persennya berprofesi sebagai peternak sapi. Ini menjadi potensi besar untuk mengembangkan biogas, sebagaimana ada di Desa Giri Mekar, Kecamatan Cilengkrang Kabupaten Bandung Jabar (14/8).
4. Ket Foto 4: Peternak di Desa Giri Mekar Kecamatan Cilengkrang Jabar sedang mengisi digester dengan kotoran sapi dan air. Dari dalam digester inilah biogas dihasilkan.

Sejak 2008, ucap Aep, LIPI sudah melakukan penelitian bioelektrik. Tempat yang dipakai untuk percontohan adalah di Desa Giri Mekar, Kecamatan Cirengkrang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.

Bahan baku energi yang dipakai adalah kotoran sapi. "Daerah sini dominan adalah peternak sapi," kata Aep singkat. Kecamatan Cilengkarang, menurut Marlan, Camat Cilengkrang, memiliki enam desa. Di pedesaan yang sebagian besar penduduknya peternak, memiliki 2.000 ekor sapi yang menghasilkan 300 ton kotoran tiap harinya.

"Selama ini kotorannya dibuang begitu saja. Kalau ke sana udaranya memang bau," tuturnya. Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa bioelektrik berbasis kotoran sapi ini sangat relevan karena berdasarkan data 2007, sampai saat ini masih ada 1.500 kepala keluarga dari 11.000 kepala keluarga yang belum bisa menikmati listrik.

"Sebagian besar mereka itu sudah memanfaatkan listrik dengan cara menyambung listrik ke tetangganya yang punya," katanya.

Dengan memanfaatkan biolektrik, Aep melanjutkan, masyarakat bisa mendapatkan energi 700 watt dari tiga ekor sapi. Selain itu, mereka bisa menghemat penggunaan bahan bakar minyak atau gas untuk memasak dan solar sampai 70 persen.

"Biogas yang dihasilkan bisa dimanfaatkan untuk memasak, listrik, dan juga kompos yang berkualitas baik," tegasnya.

Menurut Kasubid Sarana Peralatan Transportasi LIPI Arifin Nur, proses bioelektrik itu dilakukan sebagai berikut:

Dari setiap kepala keluarga yang memiliki tiga ekor sapi per harinya akan dihasilkan 45 kg kotoran. Selanjutnya, kotoran itu dicampur air dengan perbandingannya 1:2.

Campuran tersebut lalu dimasukkan ke dalam ruang kedap udara yang dinamakan digester berukuran 2 meter persegi. Setelah kira-kira sebulan, lanjut Arifin, dari digester keluarlah gas metan (CH4).

"Gas inilah yang kita sebut sebagai energi biogas. Sayangnya, dengan teknologi sekarang biogas yang dihasilkan dan ditampung dalam plastik polyetilen treptalat baru 60 persen," katanya.

Untuk itu, saat ini LIPI sedang melakukan penelitian supaya gas metan yang dihasilkan bisa mencapai 90 persen. Gas metan tersebut kemudian dialirkan menggunakan pipa paralon ke mesin. Saat inilah biogas dikonversi ke bioelektrik.

Ada dua bentuk biolektrik. Pertama disalurkan ke genset berbahan bakar bensin, yang bisa langsung dimanfaatkan. Kedua ke genset bahan bakar solar, yang dinamakan dual fuel.

"Bioelektrik dual fuel ini dapat menggantikan 70 persen penggunaan bahan bakar solar. 30 persennya solar. Dari satu liter per jam jadi 0,4 liter per jam," tutur Arifin. Kemudian ia melanjutkan, dengan kebutuhan biogas 20 liter/menit pada beban 80 persen, berarti 8 kva (kilovolt ampare), engine membutuhkan biogas sebanyak 20 liter/menit. Atau setara dengan 120 liter/jam.

Diteruskan ke daerah lain

Setelah percontohan di Giri Mekar, menurut Aep, akan diteruskan ke desa-desa terdekat. Sedangkan LIPI berperan sebagai konsultan. "Potensinya, 71 persen penduduk di Kabupaten Bandung adalah peternak sapi. Dan 30 persen kebutuhan susu nasional dipenuhi kabupaten ini," ucapnya.

Untuk itu, ke depan ia berharap masyarakat di desa energinya sudah mandiri. Dan pertaniannya organik, yang pupuknya di dapat dari limbah biogas berbasis kotoran sapi. "Dari sapi yang mereka pelihara, mereka mendapat susunya, listrik, pupuk kompos. Kalau sapi potong, ditambah dapat kulit dan dagingnya," tutur Aep.

Biayanya berapa? Untuk buat reaktor dari fiber dengan kapasitas 2.500-3.000 liter harganya Rp 3,5 juta. Harga segitu sudah mendapatkan satu sistem reaktor, penampung gas, kompor, instalasi sudah terpasang, dan biaya pemasangan.

Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Marke

  | Carbon Policy Lab Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Market Indonesi...