Padahal, kalau kita mencoba mencari dengan mesin pencari Google, langsung terpampang 225.000 lema tentang Wakatobi, baik yang berbahasa Indonesia maupun asing. Ket.Foto: Sungai yang sangat jernih di Pulau Wangiwangi.
Sesungguhnya Wakatobi sudah sangat terkenal di mancanegara, terutama setelah Ekspedisi Wallacea dari Inggris pada tahun 1995 menyebutkan bahwa kawasan di Sulawesi Tenggara ini sangat kaya akan spesies koral. Di sana, terdapat 750 dari total 850 spesies koral yang ada di dunia.
Sampai saat ini pun di Pulau Hoga, salah satu pulau kecil di Wakatobi, lembaga Ekspedisi Wallacea masih menempatkan sebuah lembaga riset yang selalu didatangi peminat dari berbagai negara.
Untuk lingkup Indonesia, Wakatobi adalah nama kabupaten yang terdiri dari empat pulau utama, yaitu Wangiwangi, Kalidupa, Tomia, dan Binongko. Jadi, Wakatobi adalah singkatan nama dari keempat pulau utamanya. Sebelum 18 Desember 2003, kepulauan ini disebut Kepulauan Tukang Besi dan masih merupakan bagian dari Kabupaten Buton.
Jadi, Wakatobi memang surga untuk penggemar olahraga selam. Sampai saat ini, ada 29 titik penyelaman yang ditawarkan kepada siapa saja yang mau datang ke sana. Mau tahu tempat penyelaman yang spektakuler di sana? Ada, nama titiknya adalah Mari Mabuk. Main-main? Bukan. Nama tempatnya memang itu dan siapa pun yang datang ke titik dekat Pulau Tomia itu pasti akan mabuk karena keindahannya.
Putri Indonesia 2005, Nadine Candrawinata, sudah membuktikan keindahan Mari Mabuk bulan April lalu saat menyelam bersama Bupati Wakatobi Hugua dan beberapa wartawan Ibu Kota.
Keindahan daratan
Baiklah, sebelum lebih jauh membicarakan Wakatobi, hal terpenting yang harus diutarakan adalah bagaimana mencapai kabupaten itu.
Cara terbaik dan termurah saat ini adalah datang dulu ke ibu kota Sulawesi Tenggara, Kendari. Dari sana, kapal reguler menuju Pulau Wangiwangi berangkat tiap pagi pukul 10 dan akan tiba di tujuan sekitar 10 sampai 12 jam kemudian. Dari Wangiwangi, perjalanan ke pulau-pulau lain bisa ditempuh dengan perahu-perahu sewaan atau perahu reguler yang sederhana, tetapi cukup aman.
Saat ini sebuah bandara sedang disiapkan di Wangiwangi. Kalau bandara ini selesai, diperkirakan pertengahan 2008, untuk mencapai Wangiwangi bisa dilakukan dengan penerbangan dari Bali, Makassar, atau Manado.
Hanya penyelamankah pesona Wakatobi?
Bukan sama sekali. Bisa dikatakan Wakatobi indah di atas dan di bawah sekaligus. Alam di sana masih bersih dan itu bisa dilihat dari beningnya sungai-sungai di sana. Perahu seakan melayang karena air di bawahnya seakan tidak terlihat.
Kesadaran akan kebersihan ini sangat disadari masyarakat setempat. Sampah plastik umumnya dikumpulkan di suatu tempat untuk dijual kepada penadah. Selain membuat pemasukan bagi penduduk, kesadaran ini relatif menjaga kelestarian alam di sana.
Pesona darat Pulau Wangiwangi adalah pada mata air-mata air di celah-celah bukit kapur, juga beberapa benteng dan masjid tua sisa Kerajaan Buton. Adapun Pulau Kalidupa dan Tomia kaya pemandangan pantai serta tarian tradisional.
Pulau terujung, yaitu Binongko, yang dulu dikenal sebagai Pulau Tukang Besi, memang dipenuhi para pandai besi. Mereka mengerjakan pembuatan aneka alat rumah tangga yang dijual sampai Makassar. Saat mereka menempa besi panas adalah atraksi menarik. Sayangnya, sebagian pandai besi sudah memakai pipa pralon menggantikan bambu sebagai alat peniup api.
Di Pulau Binongko pula penenun tradisional masih memberi pesona fotografis. Tenun yang mereka buat selama sepekan sampai sebulan bisa langsung dibeli dengan harga antara Rp 100.000 sampai Rp 1 juta tergantung mutu.
Pendek kata, kalau menginginkan keindahan alamiah, datanglah ke Wakatobi.
Minggu, 4 Mei 2008 | 11:31 WIB
Source: http://travel.kompas.com/read/xml/2008/05/04/11315141/wakatobi.permai.di.atas.indah.di.bawah
No comments:
Post a Comment