Friday, September 11, 2009

Putra Indonesia Temukan Senyawa 1,3 Oxaphospholes

Seorang peneliti yang juga dosen senior Universitas Palangkaraya (Unpar), Kalimantan Tengah (Kalteng), Prof Dr Ciptadi berhasil menemukan senyawa kimia baru yaitu senyawa 1,3-oxaphospholes.

Kepala Lembaga Penelitian Unpar tersebut membenarkan ia berhasil menemukan senyawa baru 1,3-oxaphospholes itu, saat diwawancarai di di Palangkaraya, Jumat (11/9).

Dijelaskannya, senyawa 1,3-oxaphospholes yang ditemukannya itu, terindikasi sebagai senyawa yang bermanfaat untuk antibiotik dan pestisida. Senyawa itu dibuat dari unsur phosphorus.

"Saat berada studi di Perancis, saya menemukan 40 senyawa oxaphospholes dan derivat-derivatnya (turunannya)," katanya.

Dari 40 senyawa baru tersebut 30 di antaranya sudah dikirim ke Bayern Jerman, sebuah lembaga farmasi yang ada di jerman. Sementara 10 senyawa baru lainnya masih dikembangkan mahasiswa program doktor (S3) di ENSCM Montapellier II Perancis.

Penemuan senyawa baru olehnya itu diharapkan dapat dipatenkan bersama-sama dengan Prof Dr Cristau, seorang guru besar asal Perancis selaku dosen pembimbing saat melakukan penelitian di laboraorium universitas tersebut.

Berdasarkan keterangan guru besar bidang biokimia/ kimia organik Unpar tersebut, penemuan tersebut cukup membanggakan bangsa Indonesia, karena jarang terdapat mahasiswa Indonesia menemukan senyawa baru di perguruan tinggi itu.

Oleh karena itu, ketika diumumkan penemuan tersebut, Duta Besar Indonesia untuk Perancis ikut menghadiri dan mengucapkan selamat atas penemuan tersebut.

Pengembangan penelitian ini masih terus dilakukan bekerjasama dengan laboratorium kimia organik ENSCM Universite Montpellier II Perancis.

Penemuan senyawa-senyawa baru tersebut sebagian sudah diseminarkan di berbagai negara di Eropa dan Asia seperti perancis, Inggris, Jerman, dan jepang.

"Sebagian juga sudah dipublikasikan pada jurnal internasional, seperti Acta Crystallographica, European Jounal of Organik Chemistry, Journal of Organometallic Chemistry, Phosphorus Sulfur and Silicon," katanya.

Ia menemukan senyawa itu saat ia mengambil program doktor (S3) kimia biomolekul di ENSCM Universite Montapellier II, Perancis.

Perambah Ancam Habitat Raflesia

Perambahan sejumlah kawasan hutan untuk dijadikan perkebunan di Provinsi Bengkulu dikhawatirkan akan mengancam habitat puspa langka raflesia (Raflesia sp). Ket.Foto: Bunga langka Rafflesia arnoldi kini ditemukan tengah mekar di kawasan hutan cagar alam Taba Penanjung, Kabupaten Bengkulu Utara. Lokasi bunga Rafflesia yang mekar ini sekitar 12 meter dari pinggir jalan raya Bengkulu Curup, atau 37 kilometer arah timur Kota Bengkulu

”Hampir semua lokasi hidup atau habitat bunga raflesia sudah dirambah dan hal ini akan membuat bunga ini semakin susah ditemui,” kata anggota Kelompok Peduli Puspa Langka Tebat Monok Kabupaten Kepahiang, Holidin, di Bengkulu, Kamis (10/9).

Saat ini, kata dia, kawasan hutan yang masih tergolong baik hanya dapat dijumpai di kawasan Cagar Alam (CA) Taba Penanjung I dan Taba Penanjung II Register 79. Padahal, hampir di seluruh kawasan hutan lainnya di Bengkulu, bunga ini sering muncul.

”Tidak hanya di Taba Penanjung, hampir di semua hutan Bengkulu bisa tumbuh asalkan habitatnya masih bagus,” katanya. Hutan tropis basah dengan kelembaban tinggi merupakan tempat yang sangat baik bagi tumbuhnya inang Bunga Raflesia, yakni tumbuhan jenis Liana (Tetra stigma).

Perambahan hutan, kata dia, membabat habis tumbuhan inang itu, padahal tanpa tumbuhan inang ini, bunga raflesia tidak akan muncul. Hal ini mendasari kelompok untuk menjaga hutan CA Taba Penanjung I dan II sebagai habitat bunga raflesia dan mereka juga menangkar bunga kibut atau bunga bangkai (Amorphophallus sp).

Belum lama ini, satu bunga raflesia mekar di lokasi tersebut, tetapi karena jaraknya yang jauh ke dalam kawasan hutan, tidak banyak yang bisa melihat bunga tersebut.

Sementara itu, staf Balai Konservasi Sumber Daya Alam Bengkulu, Mugi, mengatakan, pihaknya juga menemukan lebih dari 10 calon bunga raflesia di kawasan Hutan Produksi Terbatas Lebong Kandis di Bengkulu Utara. (MAR)

JUMAT, 11 SEPTEMBER 2009 | 09:48 WIB

BENGKULU, KOMPAS.com -
http://sains.kompas.com/read/xml/2009/09/11/09482625/perambah.ancam.habitat.raflesia

Potensi Stok Karbon Terancam

Pemekaran Wilayah Rambah Hutan

Pemekaran daerah mengancam stok karbon nasional sekaligus mengurangi potensi hutan yang dapat dijual di bawah skema reduksi emisi dari deforestasi dan degradasi lahan.

Meski dibutuhkan, hingga kini Indonesia belum memiliki data stok karbon dan emisi karbon nasional. ”Harus hati-hati karena banyak hal, termasuk faktor pemekaran wilayah, yang perlu hutan,” kata Ketua Kelompok Kerja Perubahan Iklim Departemen Kehutanan, sekaligus Staf Ahli Menteri Kehutanan Bidang Kemitraan, Wandojo Siswanto di Jakarta, Kamis (10/9).

Hingga kini isu pemekaran daerah masih dimunculkan sejumlah daerah. Sebagian merupakan daerah dengan mayoritas wilayah berupa hutan, yang harus dibuka untuk infrastruktur.

Semasa hidup, pohon merupakan penyimpan karbon—salah satu unsur pembentuk gas rumah kaca penyebab pemanasan global. Penebangan pohon, apalagi dalam jumlah besar, mengemisikan karbon.

Sesuai kesepakatan global, angka emisi karbon nasional harus didaftarkan resmi kepada Kerangka Kerja PBB untuk Perubahan Iklim (UNFCCC), sebagaimana kewajiban negara-negara peratifikasi Protokol Kyoto.

Laporan ”Kurva Biaya Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca”, yang dikeluarkan Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) memakai metode McKinsey per 27 Agustus 2009, menunjukkan, 80 persen dari 2,3 gigaton emisi karbon nasional berasal dari sektor kehutanan dan lahan gambut. Hasil itu diperdebatkan karena kebakaran lahan gambut, sebagai penyumbang emisi karbon terbesar, tak terjadi tiap tahun.

”Angka DNPI itu bukan angka untuk negosiasi, angka resmi negosiasi sedang disiapkan tim,” kata Wandojo. Angka itu diharapkan selesai 2011. Selain faktor kehati-hatian, kesiapan angka dikaitkan dengan metodologi penghitungan yang rentan gugatan.

Kepala Sekretariat DNPI Agus Purnomo menyatakan, angka emisi nasional 2,3 gigaton itu bukan angka untuk negosiasi. ”Itu angka untuk kebijakan sektor di dalam negeri apabila ingin memitigasi,” kata dia.

Angka emisi nasional yang akan disampaikan ke UNFCCC masih menunggu penghitungan Komunikasi Nasional Kedua.

Wandojo mengatakan, ada versi lain penghitungan emisi nasional, yaitu 1,8 gigaton—ini bukan angka akhir. Setidaknya, ada empat versi, berkisar 400 juta ton hingga 1,8 miliar ton per tahun. Apabila DNPI memakai angka moderat 1 miliar ton, pihak lain mengambil angka emisi minimal sebesar 500 juta ton. (GSA)

Jumat, 11 September 2009 | 03:47 WIB

Jakarta, Kompas - http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/09/11/03475490/potensi.stok.karbon.terancam

PENCEMARAN: Rp 5,8 Triliun untuk Biaya Kesehatan

Gangguan kesehatan akibat pencemaran udara menelan biaya kesehatan masyarakat sekitar Rp 5,8 triliun per tahun.

Demikian terungkap dari catatan Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional bersama Bank Pembangunan Asia (ADB). ”Padahal, total Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk sektor kesehatan hanya Rp 18,8 triliun pada tahun 2009,” ujar pakar lingkungan dan pengajar di Universitas Indonesia, Firdaus Ali, dalam diskusi bertajuk ”Polusi Jakarta, Ancaman Serius terhadap Kesehatan”, Kamis (10/9) di Jakarta.

Pencemaran udara terjadi terutama di kota besar, seperti Jakarta. Penyumbang polutan terbesar ialah kendaraan (transportasi), sekitar 90 persen. Polutan berbahaya, seperti CO, Nox, HS, SO, dan O, berada di udara.

Pakar kesehatan masyarakat dari UI, Prof Umar Fahmi Achmadi, mengatakan, ”Pada 2004 studi Bank Dunia menyebutkan, biaya kesehatan akibat pencemaran mencapai Rp 4 triliun.”

Secara umum, pencemaran, baik udara, air, maupun bahan pangan dapat mengakibatkan iritasi, pusing dan gatal-gatal. ”Ada penelitian menyebutkan, udara tercemar timbal dapat mengakibatkan karies gigi,” ujarnya.

Banyak penyakit sebabnya tak tampak jelas sehingga sulit dihubungkan dengan pencemaran, misalnya, kemandulan, kanker, gangguan hormonal, kelahiran prematur, dan penuaan dini.

Dampak kesehatan dari pencemaran udara yang langsung, terutama pada anak-anak, adalah penyakit saluran pernapasan dan menurunnya daya tahan tubuh.

Jumat, 11 September 2009 | 03:47 WIB
Jakarta, Kompas - http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/09/11/03471410/rp.58.triliun.untuk.biaya.kesehatan

DKI Wajibkan Bangunan Hijau

Uji Coba Dilakukan di Balaikota DKI Jakarta

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mewajibkan semua pengembang untuk menerapkan konsep bangunan hijau yang ramah lingkungan. Sebanyak 30 perusahaan properti besar di Jakarta menyanggupi kewajiban yang akan diberlakukan pada 2010 itu.

”Tahun depan, seluruh gedung tinggi di Jakarta harus menerapkan konsep green building (bangunan hijau) untuk mengurangi pemanasan bumi. Kewajiban itu akan ditetapkan dalam bentuk peraturan gubernur pada 2010,” kata Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo, Kamis (10/9) di Jakarta Pusat.

Konsep bangunan hijau adalah penghematan energi listrik dan air. Penghematan dapat dilakukan dengan mengatur arsitektur bangunan ataupun dengan pemasangan peralatan elektronik yang hemat listrik. Salah satunya adalah penggunaan lampu light emitting diode (LED) dan pembangkit listrik tenaga surya.

Penghematan air juga dilakukan dengan sistem penggunaan kembali, pendaurulangan, dan pengurangan pemakaian. Pembuatan biopori dan sumur resapan juga harus dilakukan untuk memperbesar daya serap air oleh tanah.

Konsep ini dapat menghemat listrik 30 persen sampai 50 persen, menghemat air 50 persen sampai 90 persen, dan mengurangi emisi karbon sampai 35 persen.

Selain menggandeng perusahaan properti, kata Fauzi, Pemprov DKI juga menggandeng lembaga keuangan untuk membiayai penerapan konsep itu. Penerapan konsep bangunan hijau membutuhkan investasi yang lebih mahal daripada dengan sistem konvensional. Namun, biaya operasional setiap bulan jauh lebih rendah.

Kepala Dinas Penertiban dan Pengawasan Bangunan DKI Jakarta Hari Sasongko Kushadi mengatakan, pihaknya sedang menyusun konsep detail bangunan hijau untuk diterapkan di Jakarta. Setelah selesai, konsep itu akan diuji coba di gedung-gedung milik pemerintah.

Kepala Dinas Perumahan dan Gedung DKI Jakarta Agus Subardono mengatakan, gedung Blok G Balaikota DKI Jakarta akan direnovasi sesuai konsep bangunan hijau, Oktober mendatang. Renovasi itu merupakan uji coba pertama sebelum diterapkan ke gedung-gedung pemerintah lainnya.

Perbaikan tahap awal difokuskan pada jaringan listrik bangunan. Semua alat elektronik akan diganti dengan yang hemat energi. Pada tahun berikutnya, perbaikan akan dilakukan pada sistem pengolahan air. Selama ini, gedung Pemprov DKI berlantai 23 ini masih menerapkan sistem pengolahan air yang konvensional.

Jika uji coba ini sukses, penerapan konsep bangunan hijau di gedung-gedung pemerintah lainnya bakal dilakukan bertahap pada tahun-tahun mendatang. Jika perlu, rumah susun yang dibangun pemerintah juga akan menerapkan konsep ini.

”Pergantian jaringan listrik dan air ini membutuhkan dana besar, tetapi bakal memangkas tagihan secara drastis,” kata Agus.

Hari Sasongko mengatakan, pada awal 2010, konsep bangunan hijau akan diterapkan di kawasan Jalan Sudirman dan Jalan Thamrin. Pemilik gedung lama akan diminta mengubah instalasi jaringan listrik agar lebih hemat. Sistem penggunaan air juga akan dievaluasi agar lebih hemat.

Sementara bagi gedung baru konsep itu harus langsung diterapkan. Kewajiban penerapan akan menjadi bagian dalam izin mendirikan bangunan.

Untuk pengawasan dan pemeriksaan penerapan konsep itu, Pemprov DKI Jakarta bekerja sama dengan Green Building Council Indonesia (GBCI) yang telah menyusun rating standar bangunan hijau. Jika konsep ini sudah diterima secara luas, Pemprov DKI Jakarta akan memberikan insentif bagi pengelola yang menerapkannya.

Pada tahap awal, GBCI sudah merangkul 30 pengembang besar, seperti Agung Podomoro, Ciputra, dan Sinar Mas, untuk turut menerapkan konsep bangunan hijau. Para pengembang itu diharapkan menjadi contoh bagi para pengembang lain untuk turut menerapkan konsep penghematan energi ini.

Ketua Core Founding Member GBCI Naning S Adiningsih Adiwoso mengatakan, pihaknya menggandeng para pengusaha properti agar dapat menghasilkan bangunan yang ramah lingkungan. Selanjutnya, GBCI juga akan menyosialisasikan konsep bangunan hijau ke para pengembang dan para pengelola gedung lainnya. (ECA)

Jumat, 11 September 2009 | 04:12 WIB

Jakarta, Kompas - http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/09/11/04124811/dki.wajibkan.bangunan.hijau

Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Marke

  | Carbon Policy Lab Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Market Indonesi...