TAK cuma pemukiman yang mengusung konsep kawasan berwawasan lingkungan hijau alias green property. Mal atau pusat perbelanjaan pun mulai menerapkan konsep serupa. Sebab, mereka yakin, cara ini merupakan salah satu strategi pemasaran untuk memikat calon konsumen.
Manajer Divisi Pelayanan Riset Colliers International Indonesia Ferry Salanto mengatakan, pengembang memang harus bisa menawarkan konsep mal yang berbeda. Misalnya, dengan mengusung konsep hijau. “Green mall bisa juga menarik perhatian pasar,” katanya.
Contoh pusat perbelanjaan yang menerapkan konsep tersebut adalah Orchard Walk Mall yang berada di Bogor Nirwana Residence. Kenapa? “Sebab, letak mal di bawah kaki Gunung Salak yang memang daerahnya masih hijau,” ujar Manajer Pemasaran Bogor Nirwana Residence, Atang Wiharna.
Mengaku bulan lantaran latah memakai konsep green mall, Atang bilang, pihaknya menggunakan konsep hijau pada Orchard Walk Mall yang berdiri di atas lahan seluas 2,3 hektare untuk menyesuaikan dengan lokasi sekitar.
Karena itu, Orchard Walk Mall merupakan pusat perbelanjaan yang punya bangunan terbuka atau beken dengan sebutan eco mall. Sebab, tidak menggunakan penyejuk udara atau air conditioner (AC) seperti mal pada umumnya. “Kami menyediakan banyak ruang terbuka untuk sirkulasi udara,” kata Atang.
Di timur Jakarta, siap berdiri Indonesia Green Mall yang juga mengusung konsep berwawasan lingkungan. Pusat perbelanjaan ini akan hadir di Sentra Niaga TMII. Rencananya, mal tersebut akan dibangun di atas lahan dengan luas 6,7 hektare.
Hanya 20% dari area itu yang akan berupa bangunan, sisanya merupakan kawasan hijau yang ditumbuhi aneka pohon dan tumbuhan. Indonesia Green Mall bakal memakai konsep terbuka. Tak semua fasilitas ada di dalam gedung.
PT Alam Sutera Realty Tbk juga berencana membangun pusat belanja dengan konsep green mall bernama Alam Sutera Mall. Lokasinya, di tengah-tengah perumahan Alam Sutera yang berada di Serpong, Tangerang. “Mal maupun perumahan kami punya konsep green property,” ujar Hendra Kurniawan, Sekretaris Perusahaan Alam Sutera.
Alam Sutera Mall terintegrasi dengan taman bertema (theme park). Mal tersebut digadang bakal menjadi mal pertama di daerah Tangerang yang memadukan kawasan perbelanjaan dengan hiburan sekaligus, dalam maupun luar ruangan. Luas bangunan mal dirancang sekitar 7 hektare. Sedangkan tamannya seluas 15,75 hektare. Pembangunannya bakal melahap biaya sebanyak Rp 450 miliar. (KONTAN/Hans Henricus Benedictus/Lamgiat Siringoringo)
Senin, 5 Oktober 2009 | 07:35 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - http://properti.kompas.com/read/xml/2009/10/05/07352269/rame-rame.bangun.mal.berwawasan.lingkungan
Membantu Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank Dalam Penerapan Sustainable Finance (Keuangan Berkelanjutan) - Environmental & Social Risk Analysis (ESRA) for Loan/Investment Approval - Training for Sustainability Reporting (SR) Based on OJK/GRI - Penguatan Manajemen Desa dan UMKM - Membantu Membuat Program dan Strategi CSR untuk Perusahaan. Hubungi Sdr. Leonard Tiopan Panjaitan, S.sos, MT, CSRA di: leonardpanjaitan@gmail.com atau Hp: 081286791540 (WA Only)
Thursday, October 8, 2009
"Green Building", Mengejar Piala atau Untung?
Isyu green building terus bergulir kencang seiring dengan menghebatnya akibat-akibat dari pemanasan global. Kesadaran umat manusia untuk jauh lebih bersahabat dengan alam juga menjadi faktor menentukan. Ket.Foto: ilustrasi hutan atap.
Besarnya kesadaran merawat lingkungan di antaranya tampak dari gegap gempitanya upaya melahirkan gedung-gedung atau rumah ramah lingkungan. Dari sini lalu muncul industri yang berlomba menghasilkan material rumah atau gedung yang sangat ramah lingkungan, dengan harga "lebih baik".
Riuhnya pengembang berkomitmen tinggi pada lingkungan terutama tampak pada negara-negara yang secara ekonomi lebih maju. Di Amerika Serikat, sejumlah kota bahkan sudah memberi imbuhan wajib bagi pengembang untuk mengkonstruksikan bangunannya berdasarkan pendekatan ramah lingkungan. Datanglah ke beberapa kota, di antaranya di Washington, Chicago, dan Boston, kemudian lihatlah bagaimana gedung-gedung peraih langit bersahabat dengan lingkungan.
Di sejumlah teras bangunan tampak menyembul tanaman aneka jenis. Lalu di lantai tertentu dibuat lantai dengan konstruksi lebih kokoh agar di situ dapat dijadikan areal tanaman dengan pohon lima meter. Datanglah pula ke beberapa kota lain seperti Wellington, Melbourne, Tokyo, Yokohama, Kyoto, Kopenhagen, Wina, Singapura dan sebagainya.
Menariknya, ramah lingkungan tidak lagi diidentikkan dengan menanam sebanyak mungkin pohon dan rumput termasuk di atap dan teras-teras gedung. Tidak pula selalu dicirikan dengan membuat sumur resapan, dan kolam penampung air hujan.
Ramah lingkungan ditunjukkan dengan mereduksi penggunaan listrik hingga 40 persen. Caranya menggunakan bohlam yang lebih mahal tetapi tahan lama dan wattnya amat kecil. Atau mesin pendingin AC yang akan menurunkan kerakusan AC menyedot energi.
Handy, seorang konsultan green building menuturkan, lampu hemat energi, satu buah per satu titik rata-rata hanya 0.02 watt LED. Kalau satu rangkaian lampu mempunyai 48 buah titik, maka seluruhnya hanya terdiri atas 0,96 watt. Kalau dihitung dengan sederhana, maka satu rangkaian lampu senilai Rp 1,8 juta. Ini jelas sangat mahal, dibanding bohlam dengan pancaran sinar yang sama (50 watt), yang hanya senilai Rp 150.000.
Anda hendak memilih yang mana, lampu 0,96 watt tetapi harga per buahnya Rp 1,8 juta, atau 50 watt dengan harga Rp 150.000. Para pencinta lingkungan tentu akan memilih yang Rp 1,8 juta, sebab memang awalnya mahal, tetapi pada ujungnya menjadi hemat sebab energi listrik yang terpakai hanya 0,96 watt. Ini tidak genap satu watt, bandingkan dengan bohlam 50 watt. Aspek lain, tutur Handy, bohlam dengan total 0,96 watt itu biasanya tahan lama, bisa sampai tiga tahan. Nah, lebih suka yang mana?
Hemat energi, yang berarti ramah lingkungan, diwujudkan pula dengan menggunakan jenis kaca yang benar-benar low energy (LE). Sinar matahari yang masuk melalui kaca itu dihambat ruang yang ditutup kaca tidak terlampau panas. Jika pakai AC, cukup dengan watt kecil. Tetapi, nah ini logikanya, makin canggih kaca LE itu menolak panas, makin besar rupiah yang perlu dikeluarkan.
Selain kaca low energy, ada juga kaca jenis lain, yakni kaca dengan teknologi double glass. Tapi, itu tadi, harganya dua setengah kali harga kaca biasa. Kalau beli hanya selembar atau dua lembar kaca sih masih bisa ditoleransi. Tetapi kalau dalam satu gedung dibutuhkan 2.000 lembar kaca sejenis, lumayan juga anggaran yang mesti dikeluarkan. Inilah yang membuat para pengembang berpikir keras merealisasikannya.
Bersamaan dengan munculnya gerakan tersebut, muncul sejumlah lembaga yang mengamati siapa saja yang memberi perhatian pada masalah ramah lingkungan, siapa saja yang membangun gedung yang memberi award platinum, gold plus, gold dan sertifikat hijau.
Lembaga-lembaga nirlaba tersebut menariknya sangat berwibawa, dan karena itu suaranya sangat didengar. Di Indonesia, lembaga-lembaga seperti itu mulai muncul dan pada saatnya akan memberi sertifikasi dan penghargaan platinum, emas plus dan emas kepada pengembang, arsitek, konsultan dan media massa yang mengembangkan konsep green building.
Gede Widiade, eksekutif properti di Indonesia menyatakan, suka tidak suka, pada saatnya Indonesia harus masuk ke panggung hemat energi. Para pengembang diajak mengembangkan green building sebagai wujud tanggung jawab terhadap lingkungan.
Gede menjelaskan, memang ada, pertanyaan klasik seperti ini, pengembang berbisnis untuk meraih untung sebesar-besarnya, bukan mencari piala atau medali platinum. Kalau membangun gedung yang benar-benar ramah lingkungan, ongkos bangunnya bisa lebih mahal 20 persen - 30 persen dari gedung biasa. Persentase 20 - 30 persen itu tentu sangat signifikan. Pengembang bukannya untung, tetapi malah rugi.
"Repotnya begitu gedung selesai, clan dijual ke konsumen, yang akhirnya menikmati gedung serba ramah lingkungan itu adalah pembeli, bukan pengembang. Pikiran seperti inilah yang kerap hidup di kalangan pengembang Indonesia. Kita tidak bisa menyalahkan mereka," ujar Gede.
Ada baiknya, tutur Gede, pemerintah mencari solusi bijak untuk memberi insentif dan bonus kepada para pengembang agar mereka bersemangat membangun green building. Jika itu bisa dilakukan, pertanyaan apakah membangun untuk meraih laba atau dapat piala akan lenyap disapu angin. (Abun Sanda)
Kamis, 8 Oktober 2009 | 09:09 WIB
JAKARTA, KOMPAS.COM - http://properti.kompas.com/read/xml/2009/10/08/09090482/quotgreen.buildingquot.mengejar.piala.atau.untung
Besarnya kesadaran merawat lingkungan di antaranya tampak dari gegap gempitanya upaya melahirkan gedung-gedung atau rumah ramah lingkungan. Dari sini lalu muncul industri yang berlomba menghasilkan material rumah atau gedung yang sangat ramah lingkungan, dengan harga "lebih baik".
Riuhnya pengembang berkomitmen tinggi pada lingkungan terutama tampak pada negara-negara yang secara ekonomi lebih maju. Di Amerika Serikat, sejumlah kota bahkan sudah memberi imbuhan wajib bagi pengembang untuk mengkonstruksikan bangunannya berdasarkan pendekatan ramah lingkungan. Datanglah ke beberapa kota, di antaranya di Washington, Chicago, dan Boston, kemudian lihatlah bagaimana gedung-gedung peraih langit bersahabat dengan lingkungan.
Di sejumlah teras bangunan tampak menyembul tanaman aneka jenis. Lalu di lantai tertentu dibuat lantai dengan konstruksi lebih kokoh agar di situ dapat dijadikan areal tanaman dengan pohon lima meter. Datanglah pula ke beberapa kota lain seperti Wellington, Melbourne, Tokyo, Yokohama, Kyoto, Kopenhagen, Wina, Singapura dan sebagainya.
Menariknya, ramah lingkungan tidak lagi diidentikkan dengan menanam sebanyak mungkin pohon dan rumput termasuk di atap dan teras-teras gedung. Tidak pula selalu dicirikan dengan membuat sumur resapan, dan kolam penampung air hujan.
Ramah lingkungan ditunjukkan dengan mereduksi penggunaan listrik hingga 40 persen. Caranya menggunakan bohlam yang lebih mahal tetapi tahan lama dan wattnya amat kecil. Atau mesin pendingin AC yang akan menurunkan kerakusan AC menyedot energi.
Handy, seorang konsultan green building menuturkan, lampu hemat energi, satu buah per satu titik rata-rata hanya 0.02 watt LED. Kalau satu rangkaian lampu mempunyai 48 buah titik, maka seluruhnya hanya terdiri atas 0,96 watt. Kalau dihitung dengan sederhana, maka satu rangkaian lampu senilai Rp 1,8 juta. Ini jelas sangat mahal, dibanding bohlam dengan pancaran sinar yang sama (50 watt), yang hanya senilai Rp 150.000.
Anda hendak memilih yang mana, lampu 0,96 watt tetapi harga per buahnya Rp 1,8 juta, atau 50 watt dengan harga Rp 150.000. Para pencinta lingkungan tentu akan memilih yang Rp 1,8 juta, sebab memang awalnya mahal, tetapi pada ujungnya menjadi hemat sebab energi listrik yang terpakai hanya 0,96 watt. Ini tidak genap satu watt, bandingkan dengan bohlam 50 watt. Aspek lain, tutur Handy, bohlam dengan total 0,96 watt itu biasanya tahan lama, bisa sampai tiga tahan. Nah, lebih suka yang mana?
Hemat energi, yang berarti ramah lingkungan, diwujudkan pula dengan menggunakan jenis kaca yang benar-benar low energy (LE). Sinar matahari yang masuk melalui kaca itu dihambat ruang yang ditutup kaca tidak terlampau panas. Jika pakai AC, cukup dengan watt kecil. Tetapi, nah ini logikanya, makin canggih kaca LE itu menolak panas, makin besar rupiah yang perlu dikeluarkan.
Selain kaca low energy, ada juga kaca jenis lain, yakni kaca dengan teknologi double glass. Tapi, itu tadi, harganya dua setengah kali harga kaca biasa. Kalau beli hanya selembar atau dua lembar kaca sih masih bisa ditoleransi. Tetapi kalau dalam satu gedung dibutuhkan 2.000 lembar kaca sejenis, lumayan juga anggaran yang mesti dikeluarkan. Inilah yang membuat para pengembang berpikir keras merealisasikannya.
Bersamaan dengan munculnya gerakan tersebut, muncul sejumlah lembaga yang mengamati siapa saja yang memberi perhatian pada masalah ramah lingkungan, siapa saja yang membangun gedung yang memberi award platinum, gold plus, gold dan sertifikat hijau.
Lembaga-lembaga nirlaba tersebut menariknya sangat berwibawa, dan karena itu suaranya sangat didengar. Di Indonesia, lembaga-lembaga seperti itu mulai muncul dan pada saatnya akan memberi sertifikasi dan penghargaan platinum, emas plus dan emas kepada pengembang, arsitek, konsultan dan media massa yang mengembangkan konsep green building.
Gede Widiade, eksekutif properti di Indonesia menyatakan, suka tidak suka, pada saatnya Indonesia harus masuk ke panggung hemat energi. Para pengembang diajak mengembangkan green building sebagai wujud tanggung jawab terhadap lingkungan.
Gede menjelaskan, memang ada, pertanyaan klasik seperti ini, pengembang berbisnis untuk meraih untung sebesar-besarnya, bukan mencari piala atau medali platinum. Kalau membangun gedung yang benar-benar ramah lingkungan, ongkos bangunnya bisa lebih mahal 20 persen - 30 persen dari gedung biasa. Persentase 20 - 30 persen itu tentu sangat signifikan. Pengembang bukannya untung, tetapi malah rugi.
"Repotnya begitu gedung selesai, clan dijual ke konsumen, yang akhirnya menikmati gedung serba ramah lingkungan itu adalah pembeli, bukan pengembang. Pikiran seperti inilah yang kerap hidup di kalangan pengembang Indonesia. Kita tidak bisa menyalahkan mereka," ujar Gede.
Ada baiknya, tutur Gede, pemerintah mencari solusi bijak untuk memberi insentif dan bonus kepada para pengembang agar mereka bersemangat membangun green building. Jika itu bisa dilakukan, pertanyaan apakah membangun untuk meraih laba atau dapat piala akan lenyap disapu angin. (Abun Sanda)
Kamis, 8 Oktober 2009 | 09:09 WIB
JAKARTA, KOMPAS.COM - http://properti.kompas.com/read/xml/2009/10/08/09090482/quotgreen.buildingquot.mengejar.piala.atau.untung
Nobel Fisika (Teknologi) 2009 Diraih 3 Ilmuwan AS
Seperti halnya Nobel Kedokteran 2009, penerima Nobel Fisika tahun ini juga dibagi tiga ilmuwan AS. Masing-masing Charles K Kao, Williard S Boyle, dan George E Smith (dari kiri ke kanan).
Charles K Kao dihargai atas terobosannya menemukan teknologi transmisi cahaya melalui serat optik. Ilmuwan kelahiran Shanghai yang juga memiliki kewarganegaraan Inggris tersebut mempublikasikan penemuan tersebut tahun 1966. Ketika itu Kao bekerja pada serat optik dan membentuk dasar untuk produksi pertama serat "ultrapure", empat tahun kemudian diperkenalkan untuk komunikasi antar masyarakat hingga dewasa ini. "Ini adalah serat kaca broadband yang memfasilitasi komunikasi global seperti Internet," kata komite Nobel. "Teks, musik, gambar dan video dapat ditransfer di seluruh di dunia dalam hitungan detik."
Lalu lintas informasi yang terdiri dari gambar digital, di mana Boyle dan Smith mangelutinya pada tahun 1969 dengan menemukan teknologi pencitraan pertama yang berhasil menggunakan sensor digital. Penemuan Kao inilah yang menjadi pondasi jaringan telekomunikasi modern saat ini dari telepon hingga internet kecepatan tinggi. Prestasi mereka telah memberikan sejumlah perubahan besar di bidang pengiriman informasi di seluruh dunia dalam waktu hampir seketika, triliunan sinyal dalam terkirim melalui serat optik dan sekarang mengelilingi bumi lebih dari 25.000 kali.
"Dengan serat kaca murni, cahaya dapat ditransmisikan hingga 100 kilometer, bandingkan dengan 20 meter di serat yang tersedia tahun 1960-an saat itu," demikian pernyataan panel juri dari The Royal Swedish Academy of Science, Selasa (6/10).
Sementara dua ilmuwan lainnya diganjar hadiah bergengsi tersebut karena sebagai penemu CCD (charged-couple device). Teknologi yang ditemukan Boyle dan Smith itu merupakan bagian penting kamera digital yang telah digunakan di berbagai lini produk dari yang mainstream hingga kamera canggih.
"Itu telah merevolusi fotografi, karena cahaya sekarang bisa ditangkap secara elektronik daripada di permukaan film," demikian penilaian panel juri Nobel. Dengan CCD, kamera digital dengan lensa raksasa seperti yang dibawa teleskop ruang angkasa Hubble bisa memotret objek antariksa yang sangat jauh dan indah.
Atas penemuan-penemuan tersebut, ketiga peraih Nobel Fisika 2009 berhak atas hadiah uang tunai senilai 10 juta kronor atau sekitar Rp 14 miliar. Kao akan mendapat bagian setengahnya sementara Boyle dan Smith masing-masing mendapat bagian seperempat. Hadiah tersebut akan diberikan dalam acara resmi yang akan digelar 10 Desember 2009 di Stockholm, Swedia.
Charles K Kao dihargai atas terobosannya menemukan teknologi transmisi cahaya melalui serat optik. Ilmuwan kelahiran Shanghai yang juga memiliki kewarganegaraan Inggris tersebut mempublikasikan penemuan tersebut tahun 1966. Ketika itu Kao bekerja pada serat optik dan membentuk dasar untuk produksi pertama serat "ultrapure", empat tahun kemudian diperkenalkan untuk komunikasi antar masyarakat hingga dewasa ini. "Ini adalah serat kaca broadband yang memfasilitasi komunikasi global seperti Internet," kata komite Nobel. "Teks, musik, gambar dan video dapat ditransfer di seluruh di dunia dalam hitungan detik."
Lalu lintas informasi yang terdiri dari gambar digital, di mana Boyle dan Smith mangelutinya pada tahun 1969 dengan menemukan teknologi pencitraan pertama yang berhasil menggunakan sensor digital. Penemuan Kao inilah yang menjadi pondasi jaringan telekomunikasi modern saat ini dari telepon hingga internet kecepatan tinggi. Prestasi mereka telah memberikan sejumlah perubahan besar di bidang pengiriman informasi di seluruh dunia dalam waktu hampir seketika, triliunan sinyal dalam terkirim melalui serat optik dan sekarang mengelilingi bumi lebih dari 25.000 kali.
"Dengan serat kaca murni, cahaya dapat ditransmisikan hingga 100 kilometer, bandingkan dengan 20 meter di serat yang tersedia tahun 1960-an saat itu," demikian pernyataan panel juri dari The Royal Swedish Academy of Science, Selasa (6/10).
Sementara dua ilmuwan lainnya diganjar hadiah bergengsi tersebut karena sebagai penemu CCD (charged-couple device). Teknologi yang ditemukan Boyle dan Smith itu merupakan bagian penting kamera digital yang telah digunakan di berbagai lini produk dari yang mainstream hingga kamera canggih.
"Itu telah merevolusi fotografi, karena cahaya sekarang bisa ditangkap secara elektronik daripada di permukaan film," demikian penilaian panel juri Nobel. Dengan CCD, kamera digital dengan lensa raksasa seperti yang dibawa teleskop ruang angkasa Hubble bisa memotret objek antariksa yang sangat jauh dan indah.
Atas penemuan-penemuan tersebut, ketiga peraih Nobel Fisika 2009 berhak atas hadiah uang tunai senilai 10 juta kronor atau sekitar Rp 14 miliar. Kao akan mendapat bagian setengahnya sementara Boyle dan Smith masing-masing mendapat bagian seperempat. Hadiah tersebut akan diberikan dalam acara resmi yang akan digelar 10 Desember 2009 di Stockholm, Swedia.
Selasa, 6 Oktober 2009 | 19:20 WIB
STOCKHOLM, KOMPAS.com -http://sains.kompas.com/read/xml/2009/10/06/19201049/Nobel.Fisika.Diraih.3.Ilmuwan.AS dan http://www.kesimpulan.com/2009/10/charles-kao-willard-boyle-dan-george.html
Pertemuan Pemimpin Islam-Kristen
Sebanyak 300 tokoh Islam dan Kristen dari seluruh dunia menghadiri A Common Word Conferece di Georgetown University , yang berlangsung antara 6-8 Oktober. Konferensi yang mengambil tema A Global Agenda for Change ini, berupaya menemukan kata satu atau kalimatun sawa' di antara Muslim dan Kristiani.
Konferensi sudah berlangsung tiga kali di Yale dan Vatikan, dan di Washington DC. Konperensi ini merupakan forum dialog antara tokoh Islam dan tokoh Kristen yang sudah berlangsung tiga kali, ujar Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Din Syamsuddin yang saat ini sedang berada di Washington DC, Amerika Serikat , kepada Kompas di Jakarta, Rabu (7/10) malam.
Din Syamsuddin, yang juga Presiden Kehormatan World Confrence on Religions for Peace atau Konferensi Dunia Agama dan Perdamaian, memimpin sidang konferensi tentang Teologi Praktis dalam Aksi Nyata dengan peserta antara lain Syeikh Ali Jom'a, Mufti Mesir Prof Mustofa Ceric, Prof Hossein Nasr dari Bosnia, Anwar Ibrahim dari Malaysia, sejumlah kardinal, Prof. Esposito, dan Tony Blair.
Menurut Din, konferensi yang sedang berlangsung ini lebih menekankan orientasi praktis yakni dengan menurunkan pembahasan ke realitas di bawah.
"Maka diperlukan teologi yang tidak abstrak tapi riil dan praktis tentang bagaimana mewujudkan harmoni dan kerja sama antara umat Islam dan Umat Kristiani di kemudian hari untuk membangun peradaban dunia," ujarnya.
Kamis, 8 Oktober 2009 | 05:25 WIB Laporan wartawan KOMPAS Imam Prihadiyoko,MAM
JAKARTA, KOMPAS - http://nasional.kompas.com/read/xml/2009/10/08/05252666/pertemuan.pemimpin.islam-kristen
Konferensi sudah berlangsung tiga kali di Yale dan Vatikan, dan di Washington DC. Konperensi ini merupakan forum dialog antara tokoh Islam dan tokoh Kristen yang sudah berlangsung tiga kali, ujar Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Din Syamsuddin yang saat ini sedang berada di Washington DC, Amerika Serikat , kepada Kompas di Jakarta, Rabu (7/10) malam.
Din Syamsuddin, yang juga Presiden Kehormatan World Confrence on Religions for Peace atau Konferensi Dunia Agama dan Perdamaian, memimpin sidang konferensi tentang Teologi Praktis dalam Aksi Nyata dengan peserta antara lain Syeikh Ali Jom'a, Mufti Mesir Prof Mustofa Ceric, Prof Hossein Nasr dari Bosnia, Anwar Ibrahim dari Malaysia, sejumlah kardinal, Prof. Esposito, dan Tony Blair.
Menurut Din, konferensi yang sedang berlangsung ini lebih menekankan orientasi praktis yakni dengan menurunkan pembahasan ke realitas di bawah.
"Maka diperlukan teologi yang tidak abstrak tapi riil dan praktis tentang bagaimana mewujudkan harmoni dan kerja sama antara umat Islam dan Umat Kristiani di kemudian hari untuk membangun peradaban dunia," ujarnya.
Kamis, 8 Oktober 2009 | 05:25 WIB Laporan wartawan KOMPAS Imam Prihadiyoko,MAM
JAKARTA, KOMPAS - http://nasional.kompas.com/read/xml/2009/10/08/05252666/pertemuan.pemimpin.islam-kristen
Wednesday, October 7, 2009
Pil Wireless dan Ponsel Khusus Pasien Diabetes
San Diego - Teknologi wireless ketika ditautkan ke dalam dunia kesehatan rupanya bisa bersinergi dengan baik. Sejumlah alat canggih nan menarik besutan Qualcomm ini misalnya, Pil Wireless dan ponsel khusus pasien diabetes.
Chip yang berukuran mini rupanya tidak hanya bisa dimasukkan ke dalam perangkat elektronik semisal ponsel. Tapi juga bisa disusupkan ke dalam tubuh manusia. Caranya adalah dengan menempelkannya dengan sebuah pil (obat butir) yang akan ditelan oleh manusia.
Dijelaskan oleh Don Jones, Vice President Qualcomm Health & Life Science, chip tersebut ketika sudah ditelan nantinya bukan berfungsi sebagai obat yang menyembuhkan seseorang dari suatu penyakit. Namun lebih berfungsi sebagai perangkat wireless.
"Nantinya bisa dimanfaatkan untuk bermacam-macam, seperti untuk melacak orang yang telah menelannya, sensor atau keperluan medis lainnya," ujarnya kepada sejumlah wartawan di sela ajang Qualcomm Editor's Day, di San Diego, Amerika Serikat.
Lain lagi dengan perangkat yang dipamerkan satunya yakni ponsel yang khusus dibuat untuk pasien diabetes. Kenapa demikian? Sebab, di bagian bawah ponsel tersebut terdapat alat tambahan yang bisa dipakai pasien untuk memeriksa kadar gula darahnya. Sehingga dapat lebih lebih efektif dalam hal pengawasan.
Dilihat sekilas, ponsel ini sama seperti ponsel lain pada umumnya. Hanya saja bagian keypad ponsel ini dibuat lebih besar. "Hal itu memang sengaja dilakukan, karena ponsel ini lebih ditujukan untuk para orang tua," tukas Jones.
Meski bukan berasal dari industri kesehatan, Jones coba meyakinkan para pengguna bahwa alat ini dapat bekerja dengan baik dan sesuai prosedur kesehatan. Sebab untuk mengerjakannya, Qualcomm juga menggandeng sejumlah pelaku industri farmasi dan alat kesehatan untuk menjamin kualitas dari alat-alat tersebut.
Kedua produk di atas sendiri merupakan segelintir dari sederet alat kesehatan berbasis teknologi wireless yang digawangi Qualcomm. Selain itu ada Wireless Controlled Drug Delivery, Enviromental Sensors, Therapy management Systems, dan masih banyak lagi. ( ash / faw )
07 Oktober 2009
Source:http://www.detikinet.com/read/2009/10/07/173416/1217246/511/pil-wireless-dan-ponsel-khusus-pasien-diabetes
Chip yang berukuran mini rupanya tidak hanya bisa dimasukkan ke dalam perangkat elektronik semisal ponsel. Tapi juga bisa disusupkan ke dalam tubuh manusia. Caranya adalah dengan menempelkannya dengan sebuah pil (obat butir) yang akan ditelan oleh manusia.
Dijelaskan oleh Don Jones, Vice President Qualcomm Health & Life Science, chip tersebut ketika sudah ditelan nantinya bukan berfungsi sebagai obat yang menyembuhkan seseorang dari suatu penyakit. Namun lebih berfungsi sebagai perangkat wireless.
"Nantinya bisa dimanfaatkan untuk bermacam-macam, seperti untuk melacak orang yang telah menelannya, sensor atau keperluan medis lainnya," ujarnya kepada sejumlah wartawan di sela ajang Qualcomm Editor's Day, di San Diego, Amerika Serikat.
Lain lagi dengan perangkat yang dipamerkan satunya yakni ponsel yang khusus dibuat untuk pasien diabetes. Kenapa demikian? Sebab, di bagian bawah ponsel tersebut terdapat alat tambahan yang bisa dipakai pasien untuk memeriksa kadar gula darahnya. Sehingga dapat lebih lebih efektif dalam hal pengawasan.
Dilihat sekilas, ponsel ini sama seperti ponsel lain pada umumnya. Hanya saja bagian keypad ponsel ini dibuat lebih besar. "Hal itu memang sengaja dilakukan, karena ponsel ini lebih ditujukan untuk para orang tua," tukas Jones.
Meski bukan berasal dari industri kesehatan, Jones coba meyakinkan para pengguna bahwa alat ini dapat bekerja dengan baik dan sesuai prosedur kesehatan. Sebab untuk mengerjakannya, Qualcomm juga menggandeng sejumlah pelaku industri farmasi dan alat kesehatan untuk menjamin kualitas dari alat-alat tersebut.
Kedua produk di atas sendiri merupakan segelintir dari sederet alat kesehatan berbasis teknologi wireless yang digawangi Qualcomm. Selain itu ada Wireless Controlled Drug Delivery, Enviromental Sensors, Therapy management Systems, dan masih banyak lagi. ( ash / faw )
07 Oktober 2009
Source:http://www.detikinet.com/read/2009/10/07/173416/1217246/511/pil-wireless-dan-ponsel-khusus-pasien-diabetes
Subscribe to:
Posts (Atom)
Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Marke
| Carbon Policy Lab Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Market Indonesi...
-
PT Konsorsium Televisi Digital Indonesia (KTDI) menggelar uji coba siaran televisi digital di wilayah Jabotabek. Siaran uji coba itu merupak...
-
JAKARTA - PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) sangat sepakat mengenai ketentuan Bank Indonesia (BI) untuk membuat standarisasi sistem pembayaran pada...