BELANJAonline akan menjadi aktivitas utama para pengguna internet di dunia dalam empat tahun mendatang. Pangsa pendapatan iklan online pun akan terus membengkak melampaui media-media yang lain. Survei terbaru dari firma riset International Data Corp (IDC) mengungkap, jumlah pengguna internet di dunia pada 2009 siap melampaui 1,6 miliar orang,alias lebih dari seperempat jumlah populasi Bumi. IDC memperkirakan, jumlah itu akan terus bertambah sehingga pada 2013 pengguna internet di dunia akan menembus angka 2,2 miliar orang,alias lebih dari sepertiga populasi Bumi. IDC mencermati,jumlah pengguna internet di dunia meningkat signifikan dalam beberapa tahun terakhir berkat kehadiran teknologi internet seluler.Jumlah pengguna internet seluler sendiri di dunia pada 2009 diperkirakan mencapai lebih dari 450 orang.IDC memperkirakan, jumlah itu akan meningkat lebih dari dua kali lipat pada akhir 2013. “Jumlah pengguna internet seluler benar-benar meledak dalam beberapa tahun terakhir. Berkat peningkatan ketersediaan informasi dan layanan, internet seluler telah mengubah kehidupan pribadi maupun profesional dari penduduk Bumi,”ujar Chief Research Officer IDC John Gantz. IDC mengungkapkan, penggunaan internet seluler bertumbuh lebih pesat daripada internet kabel karena internet seluler memang memungkinkan pengguna mengakses informasi di mana pun berada, tanpa harus menghubungkan gadget-gadget mereka ke kabel. “Dalam beberapa tahun mendatang, cara manusia berinteraksi dengan internet akan benar-benar berubah.Ketika manusia semakin menyatu dengan internet, maka batas antara kehidupan pribadi dan kehidupan profesional akan semakin kabur karena orang bisa bekerja di mana saja,”tutur Gantz. IDC menegaskan, penduduk Bumi pun semakin agresif mengadopsi internet seluler karena biaya layanan internet seluler dan harga gadget-gadget bergerak pengakses internet, seperti ponsel, smartphone, notebook,netbook,dan tentu saja modem internet seluler,semakin lama menjadi semakin terjangkau oleh kemampuan finansial sebagian besar orang. Alhasil, IDC memprediksi, dalam empat tahun mendatang jumlah gadget bergerak yang mampu mengakses internet seluler di dunia akan melampaui angka 1 miliar unit.Gadget-gadget tersebut sebagian besar digunakan untuk mencari informasi, membaca berita, mengakses hiburan,serta berkomunikasi secara digital. Lebih dari itu, kalangan usaha juga akan semakin banyak memanfaatkan internet seluler untuk meningkatkan produktivitas karyawan. Namun begitu, IDC menggarisbawahi, ada satu lagi aktivitas online yang semakin populer hingga 2013.Yakni belanja.IDC mengungkap, pada 2009 nilai transaksi belanja online di dunia baru mencapai hampir USD8 triliun. Tetapi,pada 2013 nilai transaksi onlinediperkirakan mampu menembus angka lebih dari USD16 triliun. Lonjakan minat terhadap belanja online mendorong para produsen meningkatkan aktivitas periklanan online. IDC mengungkap, pada 2009 nilai belanja iklan online di dunia sudah menembus angka hampir USD61 miliar, alias lebih dari 10% lebih besar daripada belanja iklan total seluruh media periklanan yang lain. Pangsa itu diperkirakan meningkat menjadi hampir 15% pada 2013,saat nilai belanja iklan online global melampaui angka USD100 miliar. IDC menambahkan, lonjakan permintaan koneksi internet seluler berkecepatan tinggi di wilayah Asia Pasifik mendorong para operator seluler mengimplementasikan dan menawarkan teknologi koneksi yang lebih efisien. IDC memperkirakan, teknologi internet seluler LTE (Long Term Evolution) akan menjadi idola di Asia Pasifik dalam beberapa tahun mendatang. IDC menjelaskan, tingginya permintaan koneksi internet seluler berkecepatan tinggi di Asia Pasifik tercermin dari tingginya permintaan koneksi internet seluler HSPA (High Speed Packet Access). Sekadar penjelasan,HSPA adalah teknologi yang menggabungkan HSDPA (High Speed Downlink Packet Access) dan HSUPA (High Speed Uplink Packet Access). Dengan teknologi koneksi HSPA, pengguna internet seluler dapat menikmati akses internet dengan kecepatan dan stabilitas koneksi lebih tinggi.Pada saat ini, teknologi HSPA sudah banyak ditanam di smartphone kelas atas dan modem-modem seluler. IDC menegaskan, penggunaan layanan HSPA di Asia Pasifik mengalami lonjakan pesat dalam 18 bulan terakhir.HSPA adalah teknologi yang relatif baru.Tetapi, hingga akhir 2009, IDC memperkirakan, penggunaan HSPA di Asia Pasifik sudah mampu menembus angka 43,6 juta koneksi. Secara teoritis,teknologi HSPA menjanjikan kecepatan downlink hingga 14,0 Mbps (megabit per detik) dan uplink 5,8 Mbps. Dalam standar 3G (generasi ketiga) kecepatan HSPA memang sudah sangat tinggi.Namun dalam era 4G (generasi keempat) kecepatan HSPA rupanya tidak cukup tinggi. Karena itu, dalam memasuki era 4G,para operator seluler diperkirakan akan menggantikan HSPA dengan LTE.Standar teknologi 4G memang bukan hanya LTE,karena ada pula teknologi WiMAX (Worldwide Interoperability for Microwave Access). Namun begitu, IDC memperkirakan, LTE akan lebih banyak digunakan karena LTE didukung lebih banyak produsen ponsel raksasa. “Sukses HSPA dan peningkatan permintaan bandwidth yang terjadi secara terus-menerus, akan mendorong implementasi LTE di wilayah-wilayah Asia Pasifik yang sudah memiliki HSPA.WiMAX tentu saja akan hadir pula dan saling melengkapi dengan LTE,” ujar Director Telecommunications Research Asia Pacific IDC Bill Rojas. Rojas menilai, konsumen sesungguhnya bisa menikmati akses internet seluler dengan kecepatan cukup tinggi dengan HSPA.Namun begitu,HSPA ternyata membebani operator seluler karena HSPA menuntut investasi infrastruktur secara terus-menerus, seiring peningkatan penggunaan bandwidth. Jika kapasitas infrastruktur HSPA tidak ditambah ketika penggunaan meningkat, maka kecepatan pun turun. Saat kecepatan turun, konsumen pun kecewa sehingga meninggalkan operator seluler HSPA. Untuk menanggulanginya, tegas Rojas, operator seluler harus mampu menyajikan koneksi internet seluler yang bersifat massal.Di samping WiMAX, teknologi yang potensial untuk digunakan adalah LTE. Karena LTE mendapatkan dukungan lebih besar dari para produsen handset dan modem, maka kelak akan tersedia lebih banyak handset dan modem LTE,daripada WiMAX. Para produsen teknologi yang paling agresif mengembangkan teknologi LTE adalah produsen ponsel terbesar ketiga dunia LG Electronics Inc dan produsen ponsel terbesar kedua dunia Samsung Electronics Co Ltd. LG dan Samsung adalah dua produsen ponsel dari Asia.Kedua perusahaan itu pun memiliki basis pelanggan sangat besar di Asia.Lebih dari itu, LG dan Samsung juga sudah lama bereksperimen dengan koneksi internet seluler berkecepatan tinggi di negara asal mereka. Yaitu Korea Selatan, yang dikenal sebagai negara yang paling banyak menggunakan koneksi internet di Asia,bahkan dunia. LG mengaku sudah mengembangkan teknologi LTE sejak sekitar 2006. LG pun sudah mendemonstrasikan teknologi LTE sejak 2008.Namun begitu,LG baru berencana memasarkan ponsel LTE pada 2010. Samsung juga berencana memasarkan ponsel LTE pada kisaran waktu yang sama dengan LG. “ChipLTE LG adalah hasil dari penelitian dan pengembangan signifikan selama bertahun-tahun dan kami bangga dengan pencapaian kami.Saya yakin,ketika layanan seluler 4G dirilis pada tahun depan, LG akan memimpin pasar handset dengan teknologi ini,” papar President & Chief Executive Officer LG Electronics Mobile Communications Co Dr Skott Ahn. Di pihak lain, Samsung juga sudah berhasil membangun sebuah ponsel LTE.Lebih dari itu,Samsung juga mengembangkan infrastruktur jaringan seluler LTE. Samsung menegaskan, teknologi LTE yang dikembangkannya bisa bekerja sama alias interoperable dengan teknologi LTE dari produsen lain. “Kami berinvestasi besar-besaran dalam R&D (penelitian dan pengembangan) sistem nirkabel 4G dalam beberapa tahun terakhir. Dengan solusi total end-to-end (dari ujung ke ujung) untuk sistem nirkabel 4G, Samsung akan memimpin era broadband (internet berkecepatan tinggi),” tutur Senior Vice President Telecom Systems Division Samsung Electronics Co Ltd Hyojong Lee. Secara teoretis, teknologi LTE memungkinkan pengguna ponsel men-download film berukuran 700 MB (megabyte) dalam waktu kurang satu menit karena LTE bisa menembus kecepatan download hingga 100 Mbps.Ada pun kecepatan upload maksimum LTE adalah 50 Mbps.Tapi dalam praktik,kecepatan LTE ternyata tidak setinggi itu. Dalam uji coba di Korea Selatan, chip modem LTE LG “hanya” mampu mencatat rekor kecepatan download 60 Mbps dan upload 20 Mbps. Tetap saja,kecepatan itu jauh lebih tinggi daripada HSDPA. Sebab saat ini kecepatan download maksimum HSDPA adalah 7,6 Mbps. LG memaparkan, chip LTE menjanjikan manfaat nyaris tanpa batas. Baik ketika digunakan untuk meningkatkan produktivitas atau pun menyajikan hiburan. “Setelah LG berhasil mengembangkan dan menguji modem handset 4G pertama, kehadiran handset LTE menjadi semakin dekat. Terobosan teknologi terbaru LG ini akan kami manfaatkan untuk memperkuat posisi LG di industri ponsel global,” ujar Chief Technology Officer LG Electronics Inc Dr Woo Hyun Paik. Chip modem LTE LG itu berukuran sangat kecil.Yakni 13 x 13 mm.LG menegaskan, dengan chip modem sekecil itu, produsen ponsel akan mampu membuat ponsel berdimensi lebih mungil. LG menambahkan, para operator seluler di dunia tidak akan kesulitan mengimplementasi kan jaringan seluler LTE karena teknologi LTE dikembangkan berbasis teknologi WCDMA (Wideband Code Division Multiple Access). LG mengklaim, sebanyak 85% operator seluler WCDMA di dunia akan mampu melakukan upgrade jaringan seluler menjadi LTE dengan biaya yang jauh lebih rendah daripada biaya pembangunan jaringan baru yang menggunakan standar teknologi berbeda.Firma riset Strategy Analytics Inc memperkirakan, penjualan ponsel LTE di dunia akan mencapai 70 juta unit pada 2012 dan berlipat ganda menjadi 150 juta unit pada 2013. (ahmad fauzi) Tuesday, 15 December 2009 Sumber:http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/290512/ |
Membantu Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank Dalam Penerapan Sustainable Finance (Keuangan Berkelanjutan) - Environmental & Social Risk Analysis (ESRA) for Loan/Investment Approval - Training for Sustainability Reporting (SR) Based on OJK/GRI - Penguatan Manajemen Desa dan UMKM - Membantu Membuat Program dan Strategi CSR untuk Perusahaan. Hubungi Sdr. Leonard Tiopan Panjaitan, S.sos, MT, CSRA di: leonardpanjaitan@gmail.com atau Hp: 081286791540 (WA Only)
Friday, December 18, 2009
Pengguna Internet Tembus 1,6 Miliar
2012 Hanya "Kiamat" Teknologi
Siklus Matahari
Berdasarkan pengamatan Lapan ( Lembaga penerbangan dan Antariksa nasional ), tahun 2012 akan menjadi puncak dari aktivitas matahari. Prediksi ini dihitung berdasarkan siklus matahari yang sudah tercatat sejak tahun 1700. Para peneliti matahari di dunia sepakat bahwa saat ini telah memasuki siklus matahari ke-24. Puncak aktivitas siklus akan menimbulkan badai matahari. Salah satu tanda meningkatnya aktivitas matahari adalah meningkatnya jumlah sun spot (bintik matahari). Pada 2012 jumlah sun spot akan meningkat
Sebagai sebuah siklus, badai matahari pernah menyebabkan beberapa kerusakan pada sistem teknologi. Pada awal 1859 badai matahari menyebabkan jaringan telegram rusak terbakar. Salah satu ganguan terhebat akibat badai matahari dialami kanada pada tahun 1989. Badai matahari menghanguskan trafo listrik Hydro-Quebec di negara bagian Quebec yang menyebabkan kelumpuhan total di semua sektor. Sarana transportasi yang menggunakan listrik seperti kereta bawah tanah dan trem berhenti dan membuat semua orang tidak bisa berangkat bekerja. Kantor-kantorpun lumpuh karena listrik mati sepanjang hari.
Beberapa di swedia juga pernah kehilangan pasokan listrik pada peristiwa yang sama terjadi di tahun 2003. Akibat badai matahari ajang piala dunia 2002 di Korea Selatan dan Jepang mengalami gangguan. Namun demikian melihat kondisi matahari yang tenang di tahun 2009 ini, maka badai bisa saja tidak akan terjadi pada 2012 melainkan 2013. Lalu apakah dampak dari badai matahari akan seekstrem sebagaimana dalam film 2012??” Badai matahari tidak akan berdampak langsung kepada manusia, melainkan kepada sistem teknologi”
Istilah kiamat itu lebih cocok diasosiasikan pada kondisi saat manusia tidak bisa memanfaatkan lagi teknologi. Setidaknya ada beberapa dampak yang ditimbulkan dari badai matahari. Akan terjadi gangguan pada jaringan komunikasi yang menyebabkan blackout (teputusnya jaringan komunikasi). Kondisi itu membuat sistem komunikasi manusia pada saat kejadian layaknya mundur ke masa 30 tahun yang lalu. Badai matahari juga menyebabkan gnguan listrik, menyebabkan percepatan korosi pada pipa-pipanya, gangguan pada satelit dan penerbangan yang melewati kutub akan mengalami radiasi yang tinggi. Badai juga berdampak pada iklim dengan meningkatnya suhu permukaan.
Beberapa Gangguan Teknologi Dari Dampak Badai Matahari sbb:
Sumber: Harian Sindo, Kamis tanggal 17 Desember 2009, Hal.12
Berdasarkan pengamatan Lapan ( Lembaga penerbangan dan Antariksa nasional ), tahun 2012 akan menjadi puncak dari aktivitas matahari. Prediksi ini dihitung berdasarkan siklus matahari yang sudah tercatat sejak tahun 1700. Para peneliti matahari di dunia sepakat bahwa saat ini telah memasuki siklus matahari ke-24. Puncak aktivitas siklus akan menimbulkan badai matahari. Salah satu tanda meningkatnya aktivitas matahari adalah meningkatnya jumlah sun spot (bintik matahari). Pada 2012 jumlah sun spot akan meningkat
Sebagai sebuah siklus, badai matahari pernah menyebabkan beberapa kerusakan pada sistem teknologi. Pada awal 1859 badai matahari menyebabkan jaringan telegram rusak terbakar. Salah satu ganguan terhebat akibat badai matahari dialami kanada pada tahun 1989. Badai matahari menghanguskan trafo listrik Hydro-Quebec di negara bagian Quebec yang menyebabkan kelumpuhan total di semua sektor. Sarana transportasi yang menggunakan listrik seperti kereta bawah tanah dan trem berhenti dan membuat semua orang tidak bisa berangkat bekerja. Kantor-kantorpun lumpuh karena listrik mati sepanjang hari.
Beberapa di swedia juga pernah kehilangan pasokan listrik pada peristiwa yang sama terjadi di tahun 2003. Akibat badai matahari ajang piala dunia 2002 di Korea Selatan dan Jepang mengalami gangguan. Namun demikian melihat kondisi matahari yang tenang di tahun 2009 ini, maka badai bisa saja tidak akan terjadi pada 2012 melainkan 2013. Lalu apakah dampak dari badai matahari akan seekstrem sebagaimana dalam film 2012??” Badai matahari tidak akan berdampak langsung kepada manusia, melainkan kepada sistem teknologi”
Istilah kiamat itu lebih cocok diasosiasikan pada kondisi saat manusia tidak bisa memanfaatkan lagi teknologi. Setidaknya ada beberapa dampak yang ditimbulkan dari badai matahari. Akan terjadi gangguan pada jaringan komunikasi yang menyebabkan blackout (teputusnya jaringan komunikasi). Kondisi itu membuat sistem komunikasi manusia pada saat kejadian layaknya mundur ke masa 30 tahun yang lalu. Badai matahari juga menyebabkan gnguan listrik, menyebabkan percepatan korosi pada pipa-pipanya, gangguan pada satelit dan penerbangan yang melewati kutub akan mengalami radiasi yang tinggi. Badai juga berdampak pada iklim dengan meningkatnya suhu permukaan.
Beberapa Gangguan Teknologi Dari Dampak Badai Matahari sbb:
- Gangguan ionosfer secara mendadak, memutuskan komunikasi radio HF dalam melakukan penerbangan internasional.
- Output baterai dari panel surya menurun/drop dan satelit terganggu (Oktober 1989 dan November 2001).
- Satelit komunikasi milik Kanada dan Amerika Serikat mengalami gagal operasi (Mei 1998)
- Orbit satelit astronomi Asuka (Jepang) tidak stabil (Juli 2000) dan hilang kontrol (Maret 2001)
- Transformer listrik terbakar, listrik Quebec, Kanada, padam (13 Maret 1989) dan Swedia (Oktober 2003).
- Gangguan siaran televisi jepang ketika Piala Dunia 2002.
- Pengiriman citra dari satelit meteor terganggu.
Sumber: Harian Sindo, Kamis tanggal 17 Desember 2009, Hal.12
Tuesday, December 15, 2009
PERUBAHAN IKLIM: Perdagangan Karbon Tak Adil
Melalui kegiatan Global Day of Action-International Demonstrations on Climate Change, yakni sebuah aksi demonstrasi perubahan iklim secara global, Sabtu (12/12) di berbagai negara di dunia, ditekankan agar reduksi emisi tidak dialihkan menjadi mekanisme perdagangan karbon. Perdagangan karbon dengan ”pembeli” negara maju dan ”penjual” negara berkembang itu merupakan mekanisme tidak adil.
”Perdagangan karbon dari negara-negara berkembang yang diklaim menjadi sebuah upaya penurunan emisi oleh negara maju itu berarti tetap membiarkan emisi terus berlangsung dari kegiatan industri di negara-negara maju. Ini suatu bentuk pengalihan reduksi emisi yang harus ditentang,” kata Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Berry Nahdian Forqan di Jakarta.
Bersama aktivis lingkungan lainnya, Walhi mengarahkan tuntutan melalui Global Day of Action ke Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta. AS, dengan total emisi 36,1 persen di dunia, hingga saat ini enggan menyepakati target penurunan emisi sesuai dengan Protokol Kyoto. Ini menjadi preseden buruk bagi negara lain.
Kesepakatan global yang dituangkan dalam Protokol Kyoto, menurut Berry, mencapai target menurunkan emisi 24-25 persen dari level tahun 1990 untuk pencapaian tahun 2020, khusus bagi negara-negara industri atau Annex-1. Berdasarkan pertimbangan dan analisis ilmiah, jika target penurunan emisi tersebut tidak ditempuh, diperkirakan kenaikan suhu global mencapai 2 derajat celsius dalam 100 tahun terakhir.
”Kenaikan suhu 2 derajat celsius berdampak pada perubahan iklim dan bencana yang lebih parah akan dihadapi negara-negara berkembang, bukan negara- negara maju. Negara maju sekarang lebih siap menghadapi bencana atas perubahan iklim,” kata Berry.
Lahan gambut
Melalui surat elektronik pada Sabtu pekan lalu, Ketua Kelompok Kerja Alih Guna Lahan dan Kehutanan pada Dewan Nasional Perubahan Iklim Doddy Sukadri dari Konferensi PBB mengenai Perubahan Iklim (UNFCCC) di Kopenhagen, Denmark, menyatakan, Indonesia menekankan pentingnya mengurangi emisi melalui upaya mempertahankan lahan gambut.
Mantan Direktur Eksekutif Walhi Chalid Muhammad mengatakan, dari sisi mempertahankan kehutanan maupun lahan gambut, Indonesia dihadapkan pada ironi perluasan lahan perkebunan sawit di sejumlah daerah yang disetujui pemerintah. ”Perluasan sawit kian mendesak keberadaan hutan-hutan heterogen yang menyimpan keanekaragaman hayati,” kata Chalid. (NAW)
Senin, 14 Desember 2009 | 02:52 WIB
Jakarta, Kompas - http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/12/14/02521361/perdagangan.karbon.tak.adil
”Perdagangan karbon dari negara-negara berkembang yang diklaim menjadi sebuah upaya penurunan emisi oleh negara maju itu berarti tetap membiarkan emisi terus berlangsung dari kegiatan industri di negara-negara maju. Ini suatu bentuk pengalihan reduksi emisi yang harus ditentang,” kata Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Berry Nahdian Forqan di Jakarta.
Bersama aktivis lingkungan lainnya, Walhi mengarahkan tuntutan melalui Global Day of Action ke Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta. AS, dengan total emisi 36,1 persen di dunia, hingga saat ini enggan menyepakati target penurunan emisi sesuai dengan Protokol Kyoto. Ini menjadi preseden buruk bagi negara lain.
Kesepakatan global yang dituangkan dalam Protokol Kyoto, menurut Berry, mencapai target menurunkan emisi 24-25 persen dari level tahun 1990 untuk pencapaian tahun 2020, khusus bagi negara-negara industri atau Annex-1. Berdasarkan pertimbangan dan analisis ilmiah, jika target penurunan emisi tersebut tidak ditempuh, diperkirakan kenaikan suhu global mencapai 2 derajat celsius dalam 100 tahun terakhir.
”Kenaikan suhu 2 derajat celsius berdampak pada perubahan iklim dan bencana yang lebih parah akan dihadapi negara-negara berkembang, bukan negara- negara maju. Negara maju sekarang lebih siap menghadapi bencana atas perubahan iklim,” kata Berry.
Lahan gambut
Melalui surat elektronik pada Sabtu pekan lalu, Ketua Kelompok Kerja Alih Guna Lahan dan Kehutanan pada Dewan Nasional Perubahan Iklim Doddy Sukadri dari Konferensi PBB mengenai Perubahan Iklim (UNFCCC) di Kopenhagen, Denmark, menyatakan, Indonesia menekankan pentingnya mengurangi emisi melalui upaya mempertahankan lahan gambut.
Mantan Direktur Eksekutif Walhi Chalid Muhammad mengatakan, dari sisi mempertahankan kehutanan maupun lahan gambut, Indonesia dihadapkan pada ironi perluasan lahan perkebunan sawit di sejumlah daerah yang disetujui pemerintah. ”Perluasan sawit kian mendesak keberadaan hutan-hutan heterogen yang menyimpan keanekaragaman hayati,” kata Chalid. (NAW)
Senin, 14 Desember 2009 | 02:52 WIB
Jakarta, Kompas - http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/12/14/02521361/perdagangan.karbon.tak.adil
KONFERENSI PERUBAHAN IKLIM: Negosiasi Kurang Cerminkan Kepentingan
Delegasi RI boleh bangga dengan pencapaian target Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan dalam Konferensi Perubahan Iklim 2009. Namun, pencapaian itu menyisakan persoalan besar. Setidaknya, ini menurut pendapat Forum Masyarakat Sipil (CSF) untuk Keadilan Iklim.
Skema Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (REDD) yang menjadikan hutan sebagai ”alat tukar” penurunan emisi dengan sejumlah uang dan teknologi dinilai CSF (gabungan sejumlah LSM dari Indonesia yang memantau negosiasi iklim) terlalu murah. Murah tidak hanya dalam artian nilai uang, tetapi juga risiko jangka panjang yang menyangkut hak hidup dan budaya masyarakat lokal dan masyarakat adat.
Pendanaan konservasi hutan dalam arti tertentu, dalam skema REDD, diyakini akan meminggirkan kontrol masyarakat terhadap hutan yang secara turun-temurun mereka hidupi. Sebaliknya, memberikan keleluasaan bagi industri, seperti industri bubur kertas dan kertas untuk menambah konversi hutan alam bila definisi hutan memasukkan tegakan hijau perkebunan monokultur.
Atas nama komitmen mitigasi perubahan iklim di negara berkembang, masyarakat dalam posisi rentan dijadikan ”kambing hitam” perusakan hutan. ”Indonesia terjebak dalam negosiasi pola negara maju dan tidak mementingkan kepentingan nasionalnya sendiri,” kata Teguh Surya dari Walhi yang hadir di Kopenhagen.
Hal yang sama diungkapkan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara yang menilai penerapan di lapangan justru akan memicu konflik kepentingan antara masyarakat dan pemerintah.
Dari data CSF, sepanjang tahun 2008 setidaknya tercatat 500 konflik terkait pengelolaan perkebunan sawit. Konflik itu akan terus bertambah selama pengakuan hak-hak masyarakat adat tidak dipandang sebagai sebuah hal yang penting.
Tekan negara maju
Koordinator CSF Giorgio Budi Indarto menilai, Indonesia seharusnya menekan negara-negara maju dalam negosiasi iklim. Khusus terkait hutan, tekanan diarahkan kepada tanggung jawab negara maju agar mengurangi permintaan produk hasil sumber daya alam.
”Tingginya permintaan negara maju itulah akar masalah kerusakan hutan dan degradasi lahan akibat pertambangan. Sayangnya, itu tidak menjadi titik pijak posisi Indonesia,” katanya.
Ketidakjelasan sikap delegasi RI juga disorot pada awal negosiasi, khususnya ketika Denmark mengeluarkan Danish Accord yang mengancam kepentingan nasional. Pasalnya, di dalamnya ada klausul mewajibkan negara berkembang menurunkan emisi gas rumah kaca yang jelas-jelas tidak diwajibkan sesuai dengan keputusan di Bali 2007.
Tidak seperti beberapa negara berkembang lain yang tegas menolak tawaran itu, Indonesia cenderung diam. Menurut delegasi RI, sikapnya sudah terwakili pendapat negara lain.
Ketidaksiapan lain adalah soal data jumlah dana bantuan asing yang dibutuhkan Indonesia untuk menurunkan emisi sebesar 41 persen pada 2020. Begitupun penerapan di lapangan yang hingga kini belum jelas.
Berdasarkan data resmi di sekretariat konferensi, jumlah anggota delegasi RI 188 orang, termasuk beberapa pejabat dalam rombongan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Dari jumlah itu, negosiator inti yang memantau 16 sesi persidangan kurang dari 30 orang.
Secara perseorangan, beberapa anggota delegasi menduduki posisi penting sidang, seperti mengetuai atau co-chair grup kontak pembahasan sebuah isu. Mengikuti sidang dengan keseriusan tinggi bukanlah hal mudah. Mengenai jumlah delegasi, total jumlah Indonesia di bawah Brasil dan China. ”Tidak semuanya datang karena persoalan visa,” kata anggota delegasi, Ghafur Dharmaputra.
Sepekan tersisa, kemampuan bernegosiasi tim delegasi RI dipertaruhkan. Mengutip kata Ketua Negosiator RI Rachmat Witoelar, Indonesia fokus pada kepentingan nasional. (GESIT ARIYANTO dari Kopenhagen, Denmark)
Senin, 14 Desember 2009 | 03:35 WIB
Source:http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/12/14/03355796/negosiasi..kurang.cerminkan.kepentingan
Skema Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (REDD) yang menjadikan hutan sebagai ”alat tukar” penurunan emisi dengan sejumlah uang dan teknologi dinilai CSF (gabungan sejumlah LSM dari Indonesia yang memantau negosiasi iklim) terlalu murah. Murah tidak hanya dalam artian nilai uang, tetapi juga risiko jangka panjang yang menyangkut hak hidup dan budaya masyarakat lokal dan masyarakat adat.
Pendanaan konservasi hutan dalam arti tertentu, dalam skema REDD, diyakini akan meminggirkan kontrol masyarakat terhadap hutan yang secara turun-temurun mereka hidupi. Sebaliknya, memberikan keleluasaan bagi industri, seperti industri bubur kertas dan kertas untuk menambah konversi hutan alam bila definisi hutan memasukkan tegakan hijau perkebunan monokultur.
Atas nama komitmen mitigasi perubahan iklim di negara berkembang, masyarakat dalam posisi rentan dijadikan ”kambing hitam” perusakan hutan. ”Indonesia terjebak dalam negosiasi pola negara maju dan tidak mementingkan kepentingan nasionalnya sendiri,” kata Teguh Surya dari Walhi yang hadir di Kopenhagen.
Hal yang sama diungkapkan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara yang menilai penerapan di lapangan justru akan memicu konflik kepentingan antara masyarakat dan pemerintah.
Dari data CSF, sepanjang tahun 2008 setidaknya tercatat 500 konflik terkait pengelolaan perkebunan sawit. Konflik itu akan terus bertambah selama pengakuan hak-hak masyarakat adat tidak dipandang sebagai sebuah hal yang penting.
Tekan negara maju
Koordinator CSF Giorgio Budi Indarto menilai, Indonesia seharusnya menekan negara-negara maju dalam negosiasi iklim. Khusus terkait hutan, tekanan diarahkan kepada tanggung jawab negara maju agar mengurangi permintaan produk hasil sumber daya alam.
”Tingginya permintaan negara maju itulah akar masalah kerusakan hutan dan degradasi lahan akibat pertambangan. Sayangnya, itu tidak menjadi titik pijak posisi Indonesia,” katanya.
Ketidakjelasan sikap delegasi RI juga disorot pada awal negosiasi, khususnya ketika Denmark mengeluarkan Danish Accord yang mengancam kepentingan nasional. Pasalnya, di dalamnya ada klausul mewajibkan negara berkembang menurunkan emisi gas rumah kaca yang jelas-jelas tidak diwajibkan sesuai dengan keputusan di Bali 2007.
Tidak seperti beberapa negara berkembang lain yang tegas menolak tawaran itu, Indonesia cenderung diam. Menurut delegasi RI, sikapnya sudah terwakili pendapat negara lain.
Ketidaksiapan lain adalah soal data jumlah dana bantuan asing yang dibutuhkan Indonesia untuk menurunkan emisi sebesar 41 persen pada 2020. Begitupun penerapan di lapangan yang hingga kini belum jelas.
Berdasarkan data resmi di sekretariat konferensi, jumlah anggota delegasi RI 188 orang, termasuk beberapa pejabat dalam rombongan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Dari jumlah itu, negosiator inti yang memantau 16 sesi persidangan kurang dari 30 orang.
Secara perseorangan, beberapa anggota delegasi menduduki posisi penting sidang, seperti mengetuai atau co-chair grup kontak pembahasan sebuah isu. Mengikuti sidang dengan keseriusan tinggi bukanlah hal mudah. Mengenai jumlah delegasi, total jumlah Indonesia di bawah Brasil dan China. ”Tidak semuanya datang karena persoalan visa,” kata anggota delegasi, Ghafur Dharmaputra.
Sepekan tersisa, kemampuan bernegosiasi tim delegasi RI dipertaruhkan. Mengutip kata Ketua Negosiator RI Rachmat Witoelar, Indonesia fokus pada kepentingan nasional. (GESIT ARIYANTO dari Kopenhagen, Denmark)
Senin, 14 Desember 2009 | 03:35 WIB
Source:http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/12/14/03355796/negosiasi..kurang.cerminkan.kepentingan
Skema Kehutanan Disepakati, REDD Dituntut Tidak Tinggalkan Masyarakat Adat
Setelah melewati pembahasan alot selama lima hari, panduan metodologi Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan atau REDD disepakati di tingkat Badan Pembantu untuk Advis Teknologi dan Sains Pertemuan Para Pihak Ke-15, Sabtu (12/12) malam.
Pembahasan menyisakan aspek pendanaan dan pendekatan ke kelompok lain. Pencapaian itu dinilai sebagai kemajuan berarti delegasi meski belum selesai.
”Tanpa pencapaian di tahap metodologi, REDD plus tidak dapat diterapkan,” kata negosiator delegasi RI untuk REDD, Wandojo Siswanto, di Kopenhagen, Denmark, Minggu. Indonesia menargetkan, panduan metodologi, pendanaan, dan kebijakan bersama REDD plus yang dapat masuk dalam Kesepakatan Pasca-2012 bersifat jangka panjang.
Kelompok Indigenous Environmental Network menolak REDD dan menyebutnya ”COlonialism of forests”. Skema itu hanya akan merampas kontrol hutan adat dari masyarakat adat kepada pemilik modal dan pengemisi CO melalui negara.
Melalui mekanisme carbon offset, emisi industri di negara- negara makmur dapat berlanjut dengan membeli sertifikat reduksi emisi melalui konservasi hutan di negara berkembang.
Fitrian Ardiansyah dari WWF Indonesia menyebutkan, keputusan itu merupakan awal yang baik. Dengan kerja sama solid di antara negara berkembang, pendanaan REDD yang terpisah dari dana adaptasi lebih mudah dicapai.
REDD plus adalah skema mitigasi yang memungkinkan negara berkembang pemilik hutan, seperti Indonesia, Brasil, Kongo, dan Tanzania, mendapat pendanaan dari negara maju dengan mengurangi pembukaan hutan dan degradasi lahan.
Beberapa kewajiban yang disepakati termasuk pengakuan keterlibatan masyarakat adat dan komunitas lokal dalam pengawasan dan pelaporan. Di antaranya, identifikasi penyebab perusakan dan degradasi lahan, berbagai aktivitas penstabil stok CO dalam hutan, dan menggunakan pedoman Panel Ahli Antarnegara untuk Perubahan Iklim (IPCC).
”Kami sedang mengembangkan penerapan metodologi bekerja sama dengan Jerman dan Australia di Kalimantan, Sumatera, dan Jawa Timur,” kata negosiator RI, Koordinator Substansi REDD Nur Masripatin.
Menurut IPCC, ada beberapa kewajiban teknis yang harus diikuti terkait transparansi sistem pemantauan nasional, yakni perpaduan data penginderaan jauh dan pengecekan di lapangan. Kalkulasi harus transparan, konsisten, akurat, dan mengurangi ketidakpastian.
Kalimat ”pelibatan penuh dan efektif” dikhawatirkan melemahkan posisi tawar masyarakat adat. Pada draf awal, masyarakat adat mengusulkan pengakuan hak-hak kemerdekaan masyarakat adat sesuai dengan asas free, prior, and informed consent (bebas, diinformasikan dulu, dan disetujui) yang dilindungi Deklarasi PBB tentang Hak Masyarakat Adat.
Di Yogyakarta, Sabtu, belasan orang asal Jepara dan Madura berunjuk rasa di depan Kantor Badan Tenaga Nuklir Nasional, Sleman. Pengunjuk rasa yang tergabung dalam Majelis Pertimbangan Tenaga Nuklir itu menolak usulan penggunaan tenaga nuklir sebagai solusi bidang energi pada konferensi di Kopenhagen. (GESIT ARIYANTO dari Kopenhagen, Denmark/IRE)
Senin, 14 Desember 2009 | 03:47 WIB
Kopenhagen, Kompas - http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/12/14/03473882/skema.kehutanan..disepakati
Pembahasan menyisakan aspek pendanaan dan pendekatan ke kelompok lain. Pencapaian itu dinilai sebagai kemajuan berarti delegasi meski belum selesai.
”Tanpa pencapaian di tahap metodologi, REDD plus tidak dapat diterapkan,” kata negosiator delegasi RI untuk REDD, Wandojo Siswanto, di Kopenhagen, Denmark, Minggu. Indonesia menargetkan, panduan metodologi, pendanaan, dan kebijakan bersama REDD plus yang dapat masuk dalam Kesepakatan Pasca-2012 bersifat jangka panjang.
Kelompok Indigenous Environmental Network menolak REDD dan menyebutnya ”COlonialism of forests”. Skema itu hanya akan merampas kontrol hutan adat dari masyarakat adat kepada pemilik modal dan pengemisi CO melalui negara.
Melalui mekanisme carbon offset, emisi industri di negara- negara makmur dapat berlanjut dengan membeli sertifikat reduksi emisi melalui konservasi hutan di negara berkembang.
Fitrian Ardiansyah dari WWF Indonesia menyebutkan, keputusan itu merupakan awal yang baik. Dengan kerja sama solid di antara negara berkembang, pendanaan REDD yang terpisah dari dana adaptasi lebih mudah dicapai.
REDD plus adalah skema mitigasi yang memungkinkan negara berkembang pemilik hutan, seperti Indonesia, Brasil, Kongo, dan Tanzania, mendapat pendanaan dari negara maju dengan mengurangi pembukaan hutan dan degradasi lahan.
Beberapa kewajiban yang disepakati termasuk pengakuan keterlibatan masyarakat adat dan komunitas lokal dalam pengawasan dan pelaporan. Di antaranya, identifikasi penyebab perusakan dan degradasi lahan, berbagai aktivitas penstabil stok CO dalam hutan, dan menggunakan pedoman Panel Ahli Antarnegara untuk Perubahan Iklim (IPCC).
”Kami sedang mengembangkan penerapan metodologi bekerja sama dengan Jerman dan Australia di Kalimantan, Sumatera, dan Jawa Timur,” kata negosiator RI, Koordinator Substansi REDD Nur Masripatin.
Menurut IPCC, ada beberapa kewajiban teknis yang harus diikuti terkait transparansi sistem pemantauan nasional, yakni perpaduan data penginderaan jauh dan pengecekan di lapangan. Kalkulasi harus transparan, konsisten, akurat, dan mengurangi ketidakpastian.
Kalimat ”pelibatan penuh dan efektif” dikhawatirkan melemahkan posisi tawar masyarakat adat. Pada draf awal, masyarakat adat mengusulkan pengakuan hak-hak kemerdekaan masyarakat adat sesuai dengan asas free, prior, and informed consent (bebas, diinformasikan dulu, dan disetujui) yang dilindungi Deklarasi PBB tentang Hak Masyarakat Adat.
Di Yogyakarta, Sabtu, belasan orang asal Jepara dan Madura berunjuk rasa di depan Kantor Badan Tenaga Nuklir Nasional, Sleman. Pengunjuk rasa yang tergabung dalam Majelis Pertimbangan Tenaga Nuklir itu menolak usulan penggunaan tenaga nuklir sebagai solusi bidang energi pada konferensi di Kopenhagen. (GESIT ARIYANTO dari Kopenhagen, Denmark/IRE)
Senin, 14 Desember 2009 | 03:47 WIB
Kopenhagen, Kompas - http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/12/14/03473882/skema.kehutanan..disepakati
Subscribe to:
Posts (Atom)
Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Marke
| Carbon Policy Lab Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Market Indonesi...
-
PT Konsorsium Televisi Digital Indonesia (KTDI) menggelar uji coba siaran televisi digital di wilayah Jabotabek. Siaran uji coba itu merupak...
-
JAKARTA - PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) sangat sepakat mengenai ketentuan Bank Indonesia (BI) untuk membuat standarisasi sistem pembayaran pada...