Hutchison CP Telecom (Tri) menyewa 2000 menara telekomunikasi yang dimiliki Indosat untuk jangka waktu 12 tahun. Menara yang disewa masih bisa bertambah mengingat Indosat punya lebih dari 10.000 menara yang tersebar di seluruh nusantara.
Perjanjian sewa ini ditandatangani oleh Sidarta Sidik selaku Direktur Intercarier, Regulatory & Government Relations Tri, serta Fadzri Sentosa, Director & Chief Wholesale and Infrastructure Officer Indosat, di Jakarta, Rabu (7/4/2010).
Kedua operator tersebut, sayangnya tak mau mengungkap nilai kontrak bisnis dari perjanjian sewa menara yang baru saja dilakukan. Namun keduanya beralasan, kerjasama B2B menara bersama ini merupakan dukungan terhadap kebijakan pemerintah agar tercipta efisiensi di industri telekomunikasi.
Menurut Presiden Direktur Tri, Manjot Mann, kerja sama sewa menara ini jelas menguntungkan pihaknya karena tak perlu repot-repot membangun menara baru untuk memperluas ekspansi layanannya ke seluruh Indonesia.
"Tri akan melanjutkan inisiatif menara bersama ini guna lebih memfokuskan pada pertumbuhan pelanggan yang didukung oleh inovasi marketing dan peningkatan kualitas layanan," kata dia.
Mann menambahkan, selain peningkatan jaringan dan perbaikan cakupan layanan, kerjasama ini juga bisa mengefisiensikan investasi infrastruktur di daerah yang sudah matang dan mengalihkannya ke daerah lain yang masih terbatas, atau bahkan belum dijangkau oleh sarana telekomunikasi.
Selain menyewa menara dari Indosat, Tri yang sudah lebih dari tiga tahun menggelar layanannya di Indonesia, sebelumnya juga sempat menjalin kerja sama sewa menara dengan operator seluler Telkomsel.
07 April 2010
source:http://www.detikinet.com/read/2010/04/07/190419/1334164/328/tri-sewa-2000-menara-indosat-12-tahun
Membantu Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank Dalam Penerapan Sustainable Finance (Keuangan Berkelanjutan) - Environmental & Social Risk Analysis (ESRA) for Loan/Investment Approval - Training for Sustainability Reporting (SR) Based on OJK/GRI - Penguatan Manajemen Desa dan UMKM - Membantu Membuat Program dan Strategi CSR untuk Perusahaan. Hubungi Sdr. Leonard Tiopan Panjaitan, S.sos, MT, CSRA di: leonardpanjaitan@gmail.com atau Hp: 081286791540 (WA Only)
Wednesday, April 7, 2010
Eco-Product: Sekadar Produksi Bukanlah Pilihan Bijak
”Bertepuk sebelah tangan”, begitulah yang terjadi di Indonesia. Ketika perekonomian bangsa digoyang oleh melambungnya harga minyak mentah, berbagai solusi terus dicari, dari kampanye hemat bahan bakar minyak hingga mengurangi subsidi bahan bakar minyak.
Energi terbarukan menjadi isu penting. Sejalan dengan langkah-langkah dunia, termasuk Indonesia, untuk memerangi pemanasan global dengan cara menggunakan produk-produk hemat energi dan bersahabat dengan lingkungan, sepekan lalu Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia bekerja sama dengan Asian Productivity Organization dan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi menggelar Eco-products International Fair 2010.
Indonesia adalah negarake-124 dari lebih dari 140 negara yang meratifikasi Protokol Kyoto. Indonesia juga pendukung Copenhagen Accord yang merupakan hasil dari Konferensi Tingkat Tinggi Ke-15 Perubahan Iklim dari United Nations for Climate Change Conference (UNFCCC) di Kopenhagen, Denmark, Desember 2009. Indonesia telah menargetkan penurunan emisi gas rumah kaca 26 persen pada 2020 dengan sejumlah program mitigasi.
Eco-products International Fair 2010 memiliki peran dan arti yang sangat penting di tengah isu lingkungan global yang menjadi perhatian dunia saat ini, baik itu masalah pencemaran lingkungan, efek gas rumah kaca, lubang pada lapisan ozon, maupun isu-isu lingkungan lainnya.
Kenyataannya, terlepas dari kemelut yang dialami Toyota akibat produk Toyota Prius yang bermasalah di Amerika Serikat, Presiden Direktur PT Toyota Astra Motor Johnny Darmawan dalam pameran eco-product hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala saat membicarakan solusi kebutuhan energi kendaraan di Indonesia.
Selain membidik pasar, prinsipal otomotif berupaya melihat tren kebutuhan masyarakat pengguna kendaraan. Dari soal kendaraan hemat bahan bakar hingga menerobos kebutuhan teknologi yang kira-kira bisa mengurangi penggunaan bahan bakar minyak yang berasal dari fosil.
”Saya heran, apa kemauan bangsa ini? Di saat dunia berpikir efisiensi bahan bakar kendaraan, alternatifnya adalah kendaraan berteknologi hybrid. Begitu ditawarkan ke publik, termasuk pejabat pengambil kebijakan, peminat Prius sangat luar biasa,” kata Johnny.
Namun, apa mau dikata, begitu diberitahukan harga jual kendaraan hemat energi relatif tinggi, peminat yang mundur pun banyak sekali. Tingginya harga karena untuk mengimpor kendaraan hemat energi ini tidak sepeser pun diberikan insentif oleh pemerintah.
Inilah cermin ketidaksiapan bangsa untuk keluar dari belenggu inefisiensi. Ini pula cermin nyata dari masih rendahnya daya beli masyarakat.
Faktor utamanya adalah daya beli. Itu berakar pada pengangguran dan kemiskinan menjadi rantai yang tidak mendukung, menyebabkan bangsa ini masih harus berkutat pada ketidaksiapan untuk berubah menggunakan produk.
Wakil Ketua Kadin Indonesia Bidang Industri, Riset, dan Teknologi Rahmat Gobel mengatakan, ”Ke depan, tuntutan pasar global tidak lagi sekadar membidik produk massal. Tidaklah bijak sekadar memproduksi besar-besaran. Perilaku industri sebagai bentuk tanggung jawab terhadap lingkungan juga menjadi pertimbangan konsumen.”
Eco-product memang menampilkan konsep ”green”. Ke depan, menurut Rahmat, industri ramah lingkungan yang sudah dipelopori Jepang bukanlah sekadar mendirikan pabrik yang hijau, ramah lingkungan, dan efisiensi teknologi energinya, tetapi juga perlu dirintis dari aspek sumber daya manusia.
Rahmat yang juga Ketua Steering Committee EPIF tidak menampik keikutsertaan industri dalam pameran ini didominasi Jepang. Mereka tetap mempertahankan industri yang ramah lingkungan, tetapi aspek sumber daya manusia juga diperhatikan dengan memberikan pembekalan pendidikan.
Pendidikan terkesan membuang-buang waktu dan biaya. Namun, hal sepele itu mampu mengubah pekerja menjadi pribadi yang memiliki tambahan keterampilan. Tanpa disadari, skill tersebut mampu meningkatkan produktivitas industri. Jadi, bukan sekadar mempekerjakan orang dan bukan pula sekadar masuknya investasi dan meningkatkan ekspor.
Identik mahal
Hampir sebagian produk peserta pameran memang terkesan bernilai mahal harga jualnya. Dalam pikiran sebagian besar masyarakat, konsep membeli dengan harga mahal memang belum sebanding dengan kekuatan produknya.
Direktur Utama PT Pusaka Iwan Tirta, Lidya Kusuma Hendra, tidak menampik pola pikir masyarakat. Namun, inilah cara menyelamatkan bumi.
Keramik bikinan Lidya, misalnya. Dengan teknik produksi dan penggunaan bahan baku ramah lingkungan, diyakini keramik itu tidak akan merusak lapisan tanah apabila pecah dan dibuang ke tanah. Keramik ini akan terurai kembali.
Persoalannya, merebut pasar domestik dengan mengembangkan karya-karya kreatif adalah sebuah pilihan pada saat pasar dunia lesu. Dari inovatif dan kreatif, tren ditingkatkan lagi menjadi produk ramah lingkungan.
”Bikin keramik itu biasa. Tetapi, kalau kita mau bikin karya yang kreatif, pasti produknya bisa berdaya jual tinggi. Krisis boleh datang, tetapi kreativitas tidaklah boleh berhenti. Karena itu, keramik ternyata bisa dikolaborasi dengan motif batik karya maestro batik Iwan Tirta,” tutur Lidya, peserta pameran eco-product.
Menteri Perindustrian Mohammad S Hidayat, yang berkesempatan memberikan Penganugerahan Industri Hijau 2010, menjanjikan kepada produsen yang produknya ramah lingkungan akan dipertimbangkan untuk diberikan berbagai kemudahan sehingga produknya kompetitif di pasaran.
The IMD World Competitiveness Year Book 2009 mencatat, daya saing Indonesia tahun 2005 berada di peringkat ke-50 dari 60 negara yang disurvei. Tahun 2006-2008, daya saing Indonesia juga masih di peringkat ke-50-an. Baru tahun 2009, daya saing Indonesia naik menjadi peringkat ke-42 dari 57 negara. Peringkat ini jauh di bawah India (peringkat ke-30), Korea (30), China (20), Malaysia (18), Jepang (17), dan Amerika Serikat (1).
”Sekarang ini, dengan sadarnya masyarakat menggunakan produk ramah lingkungan, hal ini harus diimbangi oleh para produsen untuk menyesuaikan produksi ke arah produk ramah lingkungan,” kata Hidayat.
Sebuah tantangan berat apabila industri hanya tergiur memproduksi tanpa memerhatikan keramahan lingkungannya.
Penerima Penganugerahan Industri Hijau 2010
• A. Kategori Industri Besar:
1. PT Holcim Indonesia Tbk
2. PT Riau Andalan Pulp and Paper
3. PT Tri Polyta Indonesia
• B. Kategori Industri Kecil dan Menengah:
1. PT Ekanindya Karsa (produk kulit buaya)
2. Mayestic Buana Group (produk plastik daur ulang)
3. AKAS (kerajinan sabut kelapa)
• C. Kategori Khusus Badan Usaha Milik Negara:
1. PT Pupuk Kalimantan Timur
2. PT Semen Gresik Tbk
3. PT Krakatau Steel
Energi terbarukan menjadi isu penting. Sejalan dengan langkah-langkah dunia, termasuk Indonesia, untuk memerangi pemanasan global dengan cara menggunakan produk-produk hemat energi dan bersahabat dengan lingkungan, sepekan lalu Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia bekerja sama dengan Asian Productivity Organization dan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi menggelar Eco-products International Fair 2010.
Indonesia adalah negarake-124 dari lebih dari 140 negara yang meratifikasi Protokol Kyoto. Indonesia juga pendukung Copenhagen Accord yang merupakan hasil dari Konferensi Tingkat Tinggi Ke-15 Perubahan Iklim dari United Nations for Climate Change Conference (UNFCCC) di Kopenhagen, Denmark, Desember 2009. Indonesia telah menargetkan penurunan emisi gas rumah kaca 26 persen pada 2020 dengan sejumlah program mitigasi.
Eco-products International Fair 2010 memiliki peran dan arti yang sangat penting di tengah isu lingkungan global yang menjadi perhatian dunia saat ini, baik itu masalah pencemaran lingkungan, efek gas rumah kaca, lubang pada lapisan ozon, maupun isu-isu lingkungan lainnya.
Kenyataannya, terlepas dari kemelut yang dialami Toyota akibat produk Toyota Prius yang bermasalah di Amerika Serikat, Presiden Direktur PT Toyota Astra Motor Johnny Darmawan dalam pameran eco-product hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala saat membicarakan solusi kebutuhan energi kendaraan di Indonesia.
Selain membidik pasar, prinsipal otomotif berupaya melihat tren kebutuhan masyarakat pengguna kendaraan. Dari soal kendaraan hemat bahan bakar hingga menerobos kebutuhan teknologi yang kira-kira bisa mengurangi penggunaan bahan bakar minyak yang berasal dari fosil.
”Saya heran, apa kemauan bangsa ini? Di saat dunia berpikir efisiensi bahan bakar kendaraan, alternatifnya adalah kendaraan berteknologi hybrid. Begitu ditawarkan ke publik, termasuk pejabat pengambil kebijakan, peminat Prius sangat luar biasa,” kata Johnny.
Namun, apa mau dikata, begitu diberitahukan harga jual kendaraan hemat energi relatif tinggi, peminat yang mundur pun banyak sekali. Tingginya harga karena untuk mengimpor kendaraan hemat energi ini tidak sepeser pun diberikan insentif oleh pemerintah.
Inilah cermin ketidaksiapan bangsa untuk keluar dari belenggu inefisiensi. Ini pula cermin nyata dari masih rendahnya daya beli masyarakat.
Faktor utamanya adalah daya beli. Itu berakar pada pengangguran dan kemiskinan menjadi rantai yang tidak mendukung, menyebabkan bangsa ini masih harus berkutat pada ketidaksiapan untuk berubah menggunakan produk.
Wakil Ketua Kadin Indonesia Bidang Industri, Riset, dan Teknologi Rahmat Gobel mengatakan, ”Ke depan, tuntutan pasar global tidak lagi sekadar membidik produk massal. Tidaklah bijak sekadar memproduksi besar-besaran. Perilaku industri sebagai bentuk tanggung jawab terhadap lingkungan juga menjadi pertimbangan konsumen.”
Eco-product memang menampilkan konsep ”green”. Ke depan, menurut Rahmat, industri ramah lingkungan yang sudah dipelopori Jepang bukanlah sekadar mendirikan pabrik yang hijau, ramah lingkungan, dan efisiensi teknologi energinya, tetapi juga perlu dirintis dari aspek sumber daya manusia.
Rahmat yang juga Ketua Steering Committee EPIF tidak menampik keikutsertaan industri dalam pameran ini didominasi Jepang. Mereka tetap mempertahankan industri yang ramah lingkungan, tetapi aspek sumber daya manusia juga diperhatikan dengan memberikan pembekalan pendidikan.
Pendidikan terkesan membuang-buang waktu dan biaya. Namun, hal sepele itu mampu mengubah pekerja menjadi pribadi yang memiliki tambahan keterampilan. Tanpa disadari, skill tersebut mampu meningkatkan produktivitas industri. Jadi, bukan sekadar mempekerjakan orang dan bukan pula sekadar masuknya investasi dan meningkatkan ekspor.
Identik mahal
Hampir sebagian produk peserta pameran memang terkesan bernilai mahal harga jualnya. Dalam pikiran sebagian besar masyarakat, konsep membeli dengan harga mahal memang belum sebanding dengan kekuatan produknya.
Direktur Utama PT Pusaka Iwan Tirta, Lidya Kusuma Hendra, tidak menampik pola pikir masyarakat. Namun, inilah cara menyelamatkan bumi.
Keramik bikinan Lidya, misalnya. Dengan teknik produksi dan penggunaan bahan baku ramah lingkungan, diyakini keramik itu tidak akan merusak lapisan tanah apabila pecah dan dibuang ke tanah. Keramik ini akan terurai kembali.
Persoalannya, merebut pasar domestik dengan mengembangkan karya-karya kreatif adalah sebuah pilihan pada saat pasar dunia lesu. Dari inovatif dan kreatif, tren ditingkatkan lagi menjadi produk ramah lingkungan.
”Bikin keramik itu biasa. Tetapi, kalau kita mau bikin karya yang kreatif, pasti produknya bisa berdaya jual tinggi. Krisis boleh datang, tetapi kreativitas tidaklah boleh berhenti. Karena itu, keramik ternyata bisa dikolaborasi dengan motif batik karya maestro batik Iwan Tirta,” tutur Lidya, peserta pameran eco-product.
Menteri Perindustrian Mohammad S Hidayat, yang berkesempatan memberikan Penganugerahan Industri Hijau 2010, menjanjikan kepada produsen yang produknya ramah lingkungan akan dipertimbangkan untuk diberikan berbagai kemudahan sehingga produknya kompetitif di pasaran.
The IMD World Competitiveness Year Book 2009 mencatat, daya saing Indonesia tahun 2005 berada di peringkat ke-50 dari 60 negara yang disurvei. Tahun 2006-2008, daya saing Indonesia juga masih di peringkat ke-50-an. Baru tahun 2009, daya saing Indonesia naik menjadi peringkat ke-42 dari 57 negara. Peringkat ini jauh di bawah India (peringkat ke-30), Korea (30), China (20), Malaysia (18), Jepang (17), dan Amerika Serikat (1).
”Sekarang ini, dengan sadarnya masyarakat menggunakan produk ramah lingkungan, hal ini harus diimbangi oleh para produsen untuk menyesuaikan produksi ke arah produk ramah lingkungan,” kata Hidayat.
Sebuah tantangan berat apabila industri hanya tergiur memproduksi tanpa memerhatikan keramahan lingkungannya.
Penerima Penganugerahan Industri Hijau 2010
• A. Kategori Industri Besar:
1. PT Holcim Indonesia Tbk
2. PT Riau Andalan Pulp and Paper
3. PT Tri Polyta Indonesia
• B. Kategori Industri Kecil dan Menengah:
1. PT Ekanindya Karsa (produk kulit buaya)
2. Mayestic Buana Group (produk plastik daur ulang)
3. AKAS (kerajinan sabut kelapa)
• C. Kategori Khusus Badan Usaha Milik Negara:
1. PT Pupuk Kalimantan Timur
2. PT Semen Gresik Tbk
3. PT Krakatau Steel
26 Maret 2010
Monday, April 5, 2010
Waspada, Kejahatan e-Banking Kian Ganas di 2010
Awal tahun 2010, layanan perbankan elektronik di Indonesia langsung dihantui ancaman para penjahat cyber. Sudah selesai kah? Jawabannya Belum! Bahkan, kejahatan e-banking diprediksi akan semakin ganas sepanjang tahun ini.
Muhammad Salahuddien, Wakil Ketua Indonesia Security Incident Response Team on Internet Infrastructure (ID-SIRTII) mengatakan, upaya dan modus kejahatan perbankan elektronik akan semakin meningkat terutama yang tidak melibatkan interaksi fisik (transaksi teller, mesin ATM, EDC) dan tidak membutuhkan perangkat media transaksi fisik (kartu magnetik/smart card, token, buku tabungan).
"Sehingga kelemahan dan celah keamanan aplikasi layanan internet banking serta SMS/mobile banking dan jenis layanan transaksi online lainnya akan menjadi sasaran utama untuk dieksploitasi," tukasnya, dalam surat peringatan ID-SIRTII yang dikutip detikINET, Jumat (22/1/2010).
Apalagi, lanjut pria yang biasa disapa Didin ini, pengguna selular telah mencapai setengah dari total populasi (135 juta), demikian juga pengguna internet juga meningkat tajam (35 juta) pada akhir 2009. Sehingga potensi untuk memanfaatkan 2 jenis layanan perbankan elektronik ini sangat tinggi.
"Untuk diketahui, SMS/mobile banking di Indonesia saat ini diperkirakan digunakan oleh 3 juta pengguna aktif. Sedangkan untuk internet banking digunakan oleh sekitar 1 juta pengguna aktif. Maka pertumbuhan ini akan sangat menarik perhatian para pelaku kejahatan dan menjadikannya sebagai sasaran ladang yang baru," paparnya.
Menurut Didin, walau pada saat ini jumlah pengguna layanan online banking tersebut masih terlihat sedikit bila dibandingkan dengan pengguna kartu ATM atau kartu kredit misalnya, namun sesungguhnya ini juga terkait dengan strategi marketing bank itu sendiri. Pada prinsipnya bank masih lebih banyak fokus pada pemasaran produk off line banking atau automated semi online banking seperti ATM, EDC dan produk pembayaran cerdas seperti voucher card.
Karena alasan tingkat sales transaksi konvensional ini masih sangat tinggi. Sehingga bank menahan laju pertumbuhan untuk online banking dengan cara membatasi kekayaan fitur dan kapasitas pelayanannya. Sehingga online banking pun baru digunakan secara terbatas dikalangan nasabah dan merchant tertentu. Trend internasional sesungguhnya tidak bisa dibendung lagi. Sehingga, pada saatnya, sesuai tuntutan pasar online banking akan booming.
"Ketika booming itu terjadi, maka kasus upaya pencurian data personal nasabah akan meningkat tajam dan berbagai modus lama maupun baru akan dilakukan oleh para pelaku. Jebakan phising site akan semakin marak dan aneka tools/exploit/malware yang akan digunakan untuk menjebol aplikasi online banking dan atau menyusup ke dalam jaringan back end dan memata-matai komputer nasabah juga akan menyebar luas," lanjutnya.
"Sehingga bank, operator seluler dan provider internet sejak saat ini harus lebih proaktif di dalam melakukan sosialisasi untuk menciptakan kesadaran kepada nasabahnya sebagai upaya antisipasi. Selain itu prosedur internal serta teknologi yang digunakan juga terus ditingkatkan," Didin menandaskan.
Jakarta, 22 Januari 2010
SOURCE;http://www.detikinet.com/read/2010/01/22/143245/1284035/398/waspada-kejahatan-e-banking-kian-ganas-di-2010
Muhammad Salahuddien, Wakil Ketua Indonesia Security Incident Response Team on Internet Infrastructure (ID-SIRTII) mengatakan, upaya dan modus kejahatan perbankan elektronik akan semakin meningkat terutama yang tidak melibatkan interaksi fisik (transaksi teller, mesin ATM, EDC) dan tidak membutuhkan perangkat media transaksi fisik (kartu magnetik/smart card, token, buku tabungan).
"Sehingga kelemahan dan celah keamanan aplikasi layanan internet banking serta SMS/mobile banking dan jenis layanan transaksi online lainnya akan menjadi sasaran utama untuk dieksploitasi," tukasnya, dalam surat peringatan ID-SIRTII yang dikutip detikINET, Jumat (22/1/2010).
Apalagi, lanjut pria yang biasa disapa Didin ini, pengguna selular telah mencapai setengah dari total populasi (135 juta), demikian juga pengguna internet juga meningkat tajam (35 juta) pada akhir 2009. Sehingga potensi untuk memanfaatkan 2 jenis layanan perbankan elektronik ini sangat tinggi.
"Untuk diketahui, SMS/mobile banking di Indonesia saat ini diperkirakan digunakan oleh 3 juta pengguna aktif. Sedangkan untuk internet banking digunakan oleh sekitar 1 juta pengguna aktif. Maka pertumbuhan ini akan sangat menarik perhatian para pelaku kejahatan dan menjadikannya sebagai sasaran ladang yang baru," paparnya.
Menurut Didin, walau pada saat ini jumlah pengguna layanan online banking tersebut masih terlihat sedikit bila dibandingkan dengan pengguna kartu ATM atau kartu kredit misalnya, namun sesungguhnya ini juga terkait dengan strategi marketing bank itu sendiri. Pada prinsipnya bank masih lebih banyak fokus pada pemasaran produk off line banking atau automated semi online banking seperti ATM, EDC dan produk pembayaran cerdas seperti voucher card.
Karena alasan tingkat sales transaksi konvensional ini masih sangat tinggi. Sehingga bank menahan laju pertumbuhan untuk online banking dengan cara membatasi kekayaan fitur dan kapasitas pelayanannya. Sehingga online banking pun baru digunakan secara terbatas dikalangan nasabah dan merchant tertentu. Trend internasional sesungguhnya tidak bisa dibendung lagi. Sehingga, pada saatnya, sesuai tuntutan pasar online banking akan booming.
"Ketika booming itu terjadi, maka kasus upaya pencurian data personal nasabah akan meningkat tajam dan berbagai modus lama maupun baru akan dilakukan oleh para pelaku. Jebakan phising site akan semakin marak dan aneka tools/exploit/malware yang akan digunakan untuk menjebol aplikasi online banking dan atau menyusup ke dalam jaringan back end dan memata-matai komputer nasabah juga akan menyebar luas," lanjutnya.
"Sehingga bank, operator seluler dan provider internet sejak saat ini harus lebih proaktif di dalam melakukan sosialisasi untuk menciptakan kesadaran kepada nasabahnya sebagai upaya antisipasi. Selain itu prosedur internal serta teknologi yang digunakan juga terus ditingkatkan," Didin menandaskan.
Jakarta, 22 Januari 2010
SOURCE;http://www.detikinet.com/read/2010/01/22/143245/1284035/398/waspada-kejahatan-e-banking-kian-ganas-di-2010
Komisi X DPR 'Kritisi' Jardiknas
Pada tanggal 21 Januari 2009, saya diundang untuk dengar pendapat dengan rekan-rekan di Komis X DPR RI. Sebuah pengalaman yang sangat berbeda dengan kesan DPR selama ini yang dibentuk oleh media. Saya melihat pemikiran dan concern rekan-rekan DPR mencerminkan apa yang diinginkan oleh rakyat. Terus terang saya bangga melihat DPR Komisi X, semoga diberikan kekuatan oleh Allah SWT karena nasib 150 juta anak Indonesia yang akan membentuk Indonesia di kemudian hari ada di tangan anda.
Pertanyaan & pernyataan tentang Jardiknas dari DPR Komisi X sangat kritis tapi relevan, seperti:
Saya membaca-baca laporan yang ditulis oleh Diknas & Pustekom …. amat sangat bernuansa infrastruktur, seperti:
Tidak banyak menjawab concern DPR, pantas kalau DPR kerepotan untuk menjustifikasi Jardiknas. Tujuan dan objektif yang ingin dicapai sangat bersifat fisik. Wajarlah kalau teman-teman di DPR Komisi X menjadi sangat 'kritis' melihat laporan yang ada.
Tampaknya teman-teman di Diknas & Pustekom melupakan objektif/tujuan sebuah kegiatan pendukung pendidikan yang harusnya dinilai dari hal-hal yang sifatnya abstrak, misalnya,
Saran Untuk Program JardiknasMohon teman-teman di Diknas & Pustekom untuk dapat secara lebih serius mengerjakan pekerjaan rumah-nya agar lebih tajam & lebih fokus program yang dibuatnya untuk kepentingan rakyat Indonesia.
Redefinisi Tujuan / Objektif
Analisa Data, Kondisi & SituasiKondisi / pemetaan lapangan menjadi sangat penting untuk pengambilan keputusan yang benar. Dibutuhkan data yang detail (akan lebih baik berbentuk GIS), seperti:
Turunkan Rencana StrategisSetelah objektif & data lapangan lengkap. Kita baru dapat menurunkan rencana strategis, misalnya:
Catatan Pribadi
Pengalaman saya pribadi dalam menulis Strategis Plan, ini bukan pekerjaan sembarangan. Dibutuhkan waktu lama, ketekunan dalam mengumpulkan data, keseriusan untuk memikirkan berbagai skenario. Pekerjaan Ini harusnya dikerjakan oleh pimpinan tertinggi secara aktif, tidak mungkin diturunkan sepenuhnya ke staff di bawahnya.
Referensi
Contoh sebuah Strategic Plan yang sederhana.
Penulis: Onno W Purbo
Jumat, 22/01/2010 15:11 WIB
Source:http://www.detikinet.com/read/2010/01/22/145241/1284048/398/komisi-x-dpr-kritisi-jardiknas
Pertanyaan & pernyataan tentang Jardiknas dari DPR Komisi X sangat kritis tapi relevan, seperti:
- Apa manfaat jardiknas untuk bangsa Indonesia?
- Apa impact yang dirasakan oleh siswa? Guru? Lingkungan sekitar sekolah?
- Dengan uang sekian banyak apakah tidak mubazir?
- Tunjukan bahwa uang tersebut tidak mubazir?
Saya membaca-baca laporan yang ditulis oleh Diknas & Pustekom …. amat sangat bernuansa infrastruktur, seperti:
- Uang yang ada sudah menyambungkan sekian sekolah.
- Sebagian besar uang dibelanjakan untuk membeli Bandwidth.
Tidak banyak menjawab concern DPR, pantas kalau DPR kerepotan untuk menjustifikasi Jardiknas. Tujuan dan objektif yang ingin dicapai sangat bersifat fisik. Wajarlah kalau teman-teman di DPR Komisi X menjadi sangat 'kritis' melihat laporan yang ada.
Tampaknya teman-teman di Diknas & Pustekom melupakan objektif/tujuan sebuah kegiatan pendukung pendidikan yang harusnya dinilai dari hal-hal yang sifatnya abstrak, misalnya,
- Apakah murid bertambah pandai?
- Berapa orang guru yang menjadi berserifikasi?
- Apakah kurikulum menjadi lebih baik? Bagaimana 'lebih' baiknya?
Saran Untuk Program JardiknasMohon teman-teman di Diknas & Pustekom untuk dapat secara lebih serius mengerjakan pekerjaan rumah-nya agar lebih tajam & lebih fokus program yang dibuatnya untuk kepentingan rakyat Indonesia.
Redefinisi Tujuan / Objektif
- Pustekom Perlu mendefinisikan ulang & secara jelas tujuan / objektifnya. Ini merupakan kunci utama,
- Apa kriteria sukses yang ingin dicapai? Misalnya, Murid menjadi melek IT. Murid bisa berkarja di Internet. Guru yang sanggup menulis materi ajar di Blog?
- Berapa besar skala yang ingin di capai? Misalnya, berapa jumlah murid melek IT? Jumlah guru yang berkiprah di Internet? Jumlah sekolah yang punya Lab. IT off line?
Analisa Data, Kondisi & SituasiKondisi / pemetaan lapangan menjadi sangat penting untuk pengambilan keputusan yang benar. Dibutuhkan data yang detail (akan lebih baik berbentuk GIS), seperti:
- Data guru yang melek IT & kemampuannya, per lokasi, per kecamatan, per sekolah.
- Data murid yang melek IT & kemampuannya, per lokasi, per kecamatan, per sekolah.
- Data sekolah, per lokasi, kesiapan listrik, kesiapan ruang, kesiapan komputer.
- Data lingkungan sekitar, per lokasi, misalnya akses Internet yang ada, komunitas IT dll.
Turunkan Rencana StrategisSetelah objektif & data lapangan lengkap. Kita baru dapat menurunkan rencana strategis, misalnya:
- Rencana strategis di bidang kurikulum – karena semua program ini harus nantinya di integrasikan dengan kurikulum pengajaran.
- Rencana strategis di bidang pengajaran – teknik penyampaian materi ajar pasti akan berbeda antara teknik konvensional dengan teknik berbasis IT.
- Rencana strategis di bidang materi ajar – kalau mengandalkan PUSKUR atau PUSBUK yang hanya segelintir orang pasti akan keteteran. Kita perlu membuat rencana strategis yang melibatkan semua relawan pendidikan, semua stakeholer dll.
- Rencana strategis di bidang SDM – guru, teknisi lab, teknisi jaringan, tenaga pustakawan, tenaga administrasi sekolah dll.
- Rencana strategis kemitraan – banyak lembaga & inisiatif di Indonesia yang concern terhadap IT dan SDM yang dapat dimanfaatkan, seperti USO, DetikNas, IT Flagship dll.
- Rencana strategis di bidang jaringan – Peta jaringan, estimasi traffik dengan berbagai skenario penggunaan, konfigurasi jaringan yang cocok dengan berbagai kondisi lapangan. Kemungkinan kita harus mempunya beberapa konfigurasi jaringan karena Indonesia sangat luas.
- Rencana strategis di sistem pendukung IT – seperti Distro Linux yang akan digunakan, Lokasi Server, dukungan training SDM, mailing list, pelibatan komunitas.
- Detail kurikulum, materi ajar, pengembangan SDM yang dibutuhkan.
- Detail alternatif konfigurasi jaringan.
- Berbagai alternatif pendanaan dan detail budget.
Catatan Pribadi
Pengalaman saya pribadi dalam menulis Strategis Plan, ini bukan pekerjaan sembarangan. Dibutuhkan waktu lama, ketekunan dalam mengumpulkan data, keseriusan untuk memikirkan berbagai skenario. Pekerjaan Ini harusnya dikerjakan oleh pimpinan tertinggi secara aktif, tidak mungkin diturunkan sepenuhnya ke staff di bawahnya.
Referensi
Contoh sebuah Strategic Plan yang sederhana.
Penulis: Onno W Purbo
Jumat, 22/01/2010 15:11 WIB
Source:http://www.detikinet.com/read/2010/01/22/145241/1284048/398/komisi-x-dpr-kritisi-jardiknas
Sunday, April 4, 2010
SMS Gratis Dihentikan, Tarif SMS Naik?
SMS gratis, baik untuk sesama pelanggan satu operator (on-net) maupun lintas operator (off-net), memang tak bisa dipungkiri sebagai tawaran yang sangat
menarik.
Bagi sebagian operator, khususnya operator baru, penawaran ini dijadikan andalan untuk membuat calon pelanggan tertarik menggunakan layanannya. Alhasil, banyak operator yang kemudian jor-joranmenawarkan SMS gratis sebagai bagian dari strategi pemasaran mereka.
Bagi pelanggan yang akhirnya menggunakan layanan itu, tentu sangat menyenangkan. Karena mereka tak perlu keluar biaya banyak sebagai modal untuk mengirim SMS.
Hal yang sama berlaku bagi operator pengirim (sender). Mereka pun tak rugi-rugi amat meski SMS yang ditawarkannya gratis. Operator sudah merasa senang bisa
mengakuisisi pelanggan baru.
Operator pengirim SMS gratis juga tak perlu keluar biaya untuk interkoneksi seperti saat mereka menyalurkan panggilan suara (voice call) lintas operator. Sebab, SMS menganut skema sender keep all (SKA).
Dalam skema SKA ini, pendapatan dari SMS hanya akan dinikmati operator pengirim, meski sejatinya operator penerima SMS mendapat beban jaringan.
Mulanya, pola tarif SMS dengan skema SKA ini digunakan dengan logika bahwa operator penerima pesan juga akan mendapat untung dengan dibalasnya SMS. Itu
sebabnya.
Namun lambat laun skema tarif SKA ini dikeluhkan oleh operator sendiri -- operator besar khususnya. Dengan banyaknya SMS gratis lintas operator, selain tak
menguntungkan operator penerima pesan, jaringan mereka juga terbebani.
"Terlebih layanan SMS gratis ini berpotensi sebagai sarana untuk broadcast spamming(pengiriman pesan sampah dalam jumlah besar)," kata Yuen Kuan Moon, saat masih menjabat sebagai Direktur Telkomsel waktu itu.
Selaku regulator, Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) pun menyarankan para operator agar membuat code of conduct sebagai bentuk kesepakatan kode etik baru soal lalu lintas pengiriman SMS.
Namun sayangnya, sejak diminta Agustus 2009 lalu, code of conduct itu belum juga disepakati operator. Alhasil, meski telah dilarang regulator, namun SMS gratis lintas operator masih marak karena belum ada ketegasan dari industrinya sendiri.
Petinggi salah satu operator, Guntur Siboro selaku Chief Marketing Officer Indosat, mengaku belum tahu bentuk skema baru apa yang tepat diberlakukan untuk
mengatasi masalah ini.
"Saya tidak tahu sistem apa yang cocok dengan effort yang tidak besar. Karena untuk buat seperti sistem interkoneksi voice (panggilan suara), maka perlu adanya "meteran" interkoneksi di masing-masing operator untuk settlement dan rekonsiliasi," jelasnya.
Belum ada kepastian dari para operator telekomunikasi mengenai masa depan skema tarif SMS ini.
Namun menurut anggota BRTI, Heru Sutadi, jika operator tak lagi mau menggunakan pola SKA, maka yang akan dipakai adalah angka biaya interkoneksi SMS berbasis biaya (cost based).
"Cost based lebih fair bagi semua operator, tampaknya," kata dia kepada detikINET, Senin (4/1/2010).
Menurut Heru, dalam skema tarif SMS berbasis biaya yang pernah dibahas pada 2008 lalu, operator pengirim (originasi) dan operator penerima (terminasi) sama-sama mengenakan biaya interkoneksi SMS sebesar Rp 26.
"Tapi kita tidak mau nanti itu jadi alasan tarif retail SMS jadi naik," sergah anggota komite yang telah dua periode menjabat di lembaga BRTI ini.
Apapun keputusan operator mengenai kesepakatan code of conduct dan pola baru tarif SMS, yang pasti regulator tetap bersikeras dengan aturannya menghentikan program gratis SMS lintas operator. ( rou / ash )
4 januari 2010,
source:http://www.detikinet.com/read/2010/01/04/141518/1271275/328/sms-gratis-dihentikan-tarif-sms-naik
menarik.
Bagi sebagian operator, khususnya operator baru, penawaran ini dijadikan andalan untuk membuat calon pelanggan tertarik menggunakan layanannya. Alhasil, banyak operator yang kemudian jor-joranmenawarkan SMS gratis sebagai bagian dari strategi pemasaran mereka.
Bagi pelanggan yang akhirnya menggunakan layanan itu, tentu sangat menyenangkan. Karena mereka tak perlu keluar biaya banyak sebagai modal untuk mengirim SMS.
Hal yang sama berlaku bagi operator pengirim (sender). Mereka pun tak rugi-rugi amat meski SMS yang ditawarkannya gratis. Operator sudah merasa senang bisa
mengakuisisi pelanggan baru.
Operator pengirim SMS gratis juga tak perlu keluar biaya untuk interkoneksi seperti saat mereka menyalurkan panggilan suara (voice call) lintas operator. Sebab, SMS menganut skema sender keep all (SKA).
Dalam skema SKA ini, pendapatan dari SMS hanya akan dinikmati operator pengirim, meski sejatinya operator penerima SMS mendapat beban jaringan.
Mulanya, pola tarif SMS dengan skema SKA ini digunakan dengan logika bahwa operator penerima pesan juga akan mendapat untung dengan dibalasnya SMS. Itu
sebabnya.
Namun lambat laun skema tarif SKA ini dikeluhkan oleh operator sendiri -- operator besar khususnya. Dengan banyaknya SMS gratis lintas operator, selain tak
menguntungkan operator penerima pesan, jaringan mereka juga terbebani.
"Terlebih layanan SMS gratis ini berpotensi sebagai sarana untuk broadcast spamming(pengiriman pesan sampah dalam jumlah besar)," kata Yuen Kuan Moon, saat masih menjabat sebagai Direktur Telkomsel waktu itu.
Selaku regulator, Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) pun menyarankan para operator agar membuat code of conduct sebagai bentuk kesepakatan kode etik baru soal lalu lintas pengiriman SMS.
Namun sayangnya, sejak diminta Agustus 2009 lalu, code of conduct itu belum juga disepakati operator. Alhasil, meski telah dilarang regulator, namun SMS gratis lintas operator masih marak karena belum ada ketegasan dari industrinya sendiri.
Petinggi salah satu operator, Guntur Siboro selaku Chief Marketing Officer Indosat, mengaku belum tahu bentuk skema baru apa yang tepat diberlakukan untuk
mengatasi masalah ini.
"Saya tidak tahu sistem apa yang cocok dengan effort yang tidak besar. Karena untuk buat seperti sistem interkoneksi voice (panggilan suara), maka perlu adanya "meteran" interkoneksi di masing-masing operator untuk settlement dan rekonsiliasi," jelasnya.
Belum ada kepastian dari para operator telekomunikasi mengenai masa depan skema tarif SMS ini.
Namun menurut anggota BRTI, Heru Sutadi, jika operator tak lagi mau menggunakan pola SKA, maka yang akan dipakai adalah angka biaya interkoneksi SMS berbasis biaya (cost based).
"Cost based lebih fair bagi semua operator, tampaknya," kata dia kepada detikINET, Senin (4/1/2010).
Menurut Heru, dalam skema tarif SMS berbasis biaya yang pernah dibahas pada 2008 lalu, operator pengirim (originasi) dan operator penerima (terminasi) sama-sama mengenakan biaya interkoneksi SMS sebesar Rp 26.
"Tapi kita tidak mau nanti itu jadi alasan tarif retail SMS jadi naik," sergah anggota komite yang telah dua periode menjabat di lembaga BRTI ini.
Apapun keputusan operator mengenai kesepakatan code of conduct dan pola baru tarif SMS, yang pasti regulator tetap bersikeras dengan aturannya menghentikan program gratis SMS lintas operator. ( rou / ash )
4 januari 2010,
source:http://www.detikinet.com/read/2010/01/04/141518/1271275/328/sms-gratis-dihentikan-tarif-sms-naik
Subscribe to:
Posts (Atom)
Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Marke
| Carbon Policy Lab Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Market Indonesi...
-
Kementerian Kehutanan (Kemenhut) menerapkan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) untuk menghentikan masuknya produk kayu dari hasil p...
-
PT Konsorsium Televisi Digital Indonesia (KTDI) menggelar uji coba siaran televisi digital di wilayah Jabotabek. Siaran uji coba itu merupak...