Wednesday, April 7, 2010

Eco-Product: Sekadar Produksi Bukanlah Pilihan Bijak

”Bertepuk sebelah tangan”, begitulah yang terjadi di Indonesia. Ketika perekonomian bangsa digoyang oleh melambungnya harga minyak mentah, berbagai solusi terus dicari, dari kampanye hemat bahan bakar minyak hingga mengurangi subsidi bahan bakar minyak.

Energi terbarukan menjadi isu penting. Sejalan dengan langkah-langkah dunia, termasuk Indonesia, untuk memerangi pemanasan global dengan cara menggunakan produk-produk hemat energi dan bersahabat dengan lingkungan, sepekan lalu Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia bekerja sama dengan Asian Productivity Organization dan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi menggelar Eco-products International Fair 2010.

Indonesia adalah negarake-124 dari lebih dari 140 negara yang meratifikasi Protokol Kyoto. Indonesia juga pendukung Copenhagen Accord yang merupakan hasil dari Konferensi Tingkat Tinggi Ke-15 Perubahan Iklim dari United Nations for Climate Change Conference (UNFCCC) di Kopenhagen, Denmark, Desember 2009. Indonesia telah menargetkan penurunan emisi gas rumah kaca 26 persen pada 2020 dengan sejumlah program mitigasi.

Eco-products International Fair 2010 memiliki peran dan arti yang sangat penting di tengah isu lingkungan global yang menjadi perhatian dunia saat ini, baik itu masalah pencemaran lingkungan, efek gas rumah kaca, lubang pada lapisan ozon, maupun isu-isu lingkungan lainnya.

Kenyataannya, terlepas dari kemelut yang dialami Toyota akibat produk Toyota Prius yang bermasalah di Amerika Serikat, Presiden Direktur PT Toyota Astra Motor Johnny Darmawan dalam pameran eco-product hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala saat membicarakan solusi kebutuhan energi kendaraan di Indonesia.

Selain membidik pasar, prinsipal otomotif berupaya melihat tren kebutuhan masyarakat pengguna kendaraan. Dari soal kendaraan hemat bahan bakar hingga menerobos kebutuhan teknologi yang kira-kira bisa mengurangi penggunaan bahan bakar minyak yang berasal dari fosil.

”Saya heran, apa kemauan bangsa ini? Di saat dunia berpikir efisiensi bahan bakar kendaraan, alternatifnya adalah kendaraan berteknologi hybrid. Begitu ditawarkan ke publik, termasuk pejabat pengambil kebijakan, peminat Prius sangat luar biasa,” kata Johnny.

Namun, apa mau dikata, begitu diberitahukan harga jual kendaraan hemat energi relatif tinggi, peminat yang mundur pun banyak sekali. Tingginya harga karena untuk mengimpor kendaraan hemat energi ini tidak sepeser pun diberikan insentif oleh pemerintah.

Inilah cermin ketidaksiapan bangsa untuk keluar dari belenggu inefisiensi. Ini pula cermin nyata dari masih rendahnya daya beli masyarakat.

Faktor utamanya adalah daya beli. Itu berakar pada pengangguran dan kemiskinan menjadi rantai yang tidak mendukung, menyebabkan bangsa ini masih harus berkutat pada ketidaksiapan untuk berubah menggunakan produk.

Wakil Ketua Kadin Indonesia Bidang Industri, Riset, dan Teknologi Rahmat Gobel mengatakan, ”Ke depan, tuntutan pasar global tidak lagi sekadar membidik produk massal. Tidaklah bijak sekadar memproduksi besar-besaran. Perilaku industri sebagai bentuk tanggung jawab terhadap lingkungan juga menjadi pertimbangan konsumen.”

Eco-product memang menampilkan konsep ”green”. Ke depan, menurut Rahmat, industri ramah lingkungan yang sudah dipelopori Jepang bukanlah sekadar mendirikan pabrik yang hijau, ramah lingkungan, dan efisiensi teknologi energinya, tetapi juga perlu dirintis dari aspek sumber daya manusia.

Rahmat yang juga Ketua Steering Committee EPIF tidak menampik keikutsertaan industri dalam pameran ini didominasi Jepang. Mereka tetap mempertahankan industri yang ramah lingkungan, tetapi aspek sumber daya manusia juga diperhatikan dengan memberikan pembekalan pendidikan.

Pendidikan terkesan membuang-buang waktu dan biaya. Namun, hal sepele itu mampu mengubah pekerja menjadi pribadi yang memiliki tambahan keterampilan. Tanpa disadari, skill tersebut mampu meningkatkan produktivitas industri. Jadi, bukan sekadar mempekerjakan orang dan bukan pula sekadar masuknya investasi dan meningkatkan ekspor.

Identik mahal

Hampir sebagian produk peserta pameran memang terkesan bernilai mahal harga jualnya. Dalam pikiran sebagian besar masyarakat, konsep membeli dengan harga mahal memang belum sebanding dengan kekuatan produknya.

Direktur Utama PT Pusaka Iwan Tirta, Lidya Kusuma Hendra, tidak menampik pola pikir masyarakat. Namun, inilah cara menyelamatkan bumi.

Keramik bikinan Lidya, misalnya. Dengan teknik produksi dan penggunaan bahan baku ramah lingkungan, diyakini keramik itu tidak akan merusak lapisan tanah apabila pecah dan dibuang ke tanah. Keramik ini akan terurai kembali.

Persoalannya, merebut pasar domestik dengan mengembangkan karya-karya kreatif adalah sebuah pilihan pada saat pasar dunia lesu. Dari inovatif dan kreatif, tren ditingkatkan lagi menjadi produk ramah lingkungan.

”Bikin keramik itu biasa. Tetapi, kalau kita mau bikin karya yang kreatif, pasti produknya bisa berdaya jual tinggi. Krisis boleh datang, tetapi kreativitas tidaklah boleh berhenti. Karena itu, keramik ternyata bisa dikolaborasi dengan motif batik karya maestro batik Iwan Tirta,” tutur Lidya, peserta pameran eco-product.

Menteri Perindustrian Mohammad S Hidayat, yang berkesempatan memberikan Penganugerahan Industri Hijau 2010, menjanjikan kepada produsen yang produknya ramah lingkungan akan dipertimbangkan untuk diberikan berbagai kemudahan sehingga produknya kompetitif di pasaran.

The IMD World Competitiveness Year Book 2009 mencatat, daya saing Indonesia tahun 2005 berada di peringkat ke-50 dari 60 negara yang disurvei. Tahun 2006-2008, daya saing Indonesia juga masih di peringkat ke-50-an. Baru tahun 2009, daya saing Indonesia naik menjadi peringkat ke-42 dari 57 negara. Peringkat ini jauh di bawah India (peringkat ke-30), Korea (30), China (20), Malaysia (18), Jepang (17), dan Amerika Serikat (1).

”Sekarang ini, dengan sadarnya masyarakat menggunakan produk ramah lingkungan, hal ini harus diimbangi oleh para produsen untuk menyesuaikan produksi ke arah produk ramah lingkungan,” kata Hidayat.

Sebuah tantangan berat apabila industri hanya tergiur memproduksi tanpa memerhatikan keramahan lingkungannya.

Penerima Penganugerahan Industri Hijau 2010

• A. Kategori Industri Besar:
1. PT Holcim Indonesia Tbk
2. PT Riau Andalan Pulp and Paper
3. PT Tri Polyta Indonesia

• B. Kategori Industri Kecil dan Menengah:
1. PT Ekanindya Karsa (produk kulit buaya)
2. Mayestic Buana Group (produk plastik daur ulang)
3. AKAS (kerajinan sabut kelapa)

• C. Kategori Khusus Badan Usaha Milik Negara:
1. PT Pupuk Kalimantan Timur
2. PT Semen Gresik Tbk
3. PT Krakatau Steel

26 Maret 2010

No comments:

Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Marke

  | Carbon Policy Lab Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Market Indonesi...