Monday, August 9, 2010

Mari bersikap waspada andai saat ini Anda melancong ke Bali. Soalnya, seturut penelitian Ketut Sundra dari Departemen Biologi Universitas Udayana, Denpasar, enam pantai di Pulau Dewata, yakni Kuta, Legian, Nusa Dua, Jimbaran, Tanjung Benoa, dan Canggu. "Kuta, Legian, Jimbaran, dan Nusa Dua masuk kategori tercemar ringan. Sementara, Tanjung Benoa dan Canggu tercemar medium," katanya.

Xinhua
pada Jumat (30/7/2010) yang mengutip hasil riset Ketut Sundra itu mewartakan, penelitian pencemaran itu mengambil air laut di pantai-pantai tersebut selama dua tahun sejak 2008. "Saya mengambil contoh air laut saat musim hujan dan musim kemarau," kata Ketut Sundra.

Tak cuma itu, Ketut Sundra juga melakukan tes pencemaran dengan 19 parameter. Hasilnya, sebagaimana diutarakan di atas. Alhasil, memang belum ada imbauan lebih tegas, baik lisan maupun tulisan, bagi turis untuk mengurungkan niat berenang di pantai-pantai tersebut.

Lebih lanjut, Ketut Sundra mengatakan, banyak hotel, restoran, dan pelayanan pariwisata di sekitar pantai-pantai itu tidak melakukan pengelolaan saksama terhadap limbah yang dihasilkan. "Itu yang akhirnya mencemari pantai-pantai tersebut," ungkap Ketut Sundra.

Jangan Berenang (Lagi) di Pantai Bali!

Mari bersikap waspada andai saat ini Anda melancong ke Bali. Soalnya, seturut penelitian Ketut Sundra dari Departemen Biologi Universitas Udayana, Denpasar, enam pantai di Pulau Dewata, yakni Kuta, Legian, Nusa Dua, Jimbaran, Tanjung Benoa, dan Canggu. "Kuta, Legian, Jimbaran, dan Nusa Dua masuk kategori tercemar ringan. Sementara, Tanjung Benoa dan Canggu tercemar medium," katanya. Ket.Gbr: KOMPAS/BENNY DWI KOESTANTO. Wisatawan tetap beraktivitas di Pantai Kuta, Bali, meskipun di sekitarnya terlihat banyak sampah berserakan, Senin (11/1/2010). Memasuki musim hujan, sampah kiriman dari permukiman itu terbawa arus sungai yang bermuara ke laut sehingga mengotori pantai dan mengganggu pemandangan.

Xinhua
pada Jumat (30/7/2010) yang mengutip hasil riset Ketut Sundra itu mewartakan, penelitian pencemaran itu mengambil air laut di pantai-pantai tersebut selama dua tahun sejak 2008. "Saya mengambil contoh air laut saat musim hujan dan musim kemarau," kata Ketut Sundra.

Tak cuma itu, Ketut Sundra juga melakukan tes pencemaran dengan 19 parameter. Hasilnya, sebagaimana diutarakan di atas. Alhasil, memang belum ada imbauan lebih tegas, baik lisan maupun tulisan, bagi turis untuk mengurungkan niat berenang di pantai-pantai tersebut.

Lebih lanjut, Ketut Sundra mengatakan, banyak hotel, restoran, dan pelayanan pariwisata di sekitar pantai-pantai itu tidak melakukan pengelolaan saksama terhadap limbah yang dihasilkan. "Itu yang akhirnya mencemari pantai-pantai tersebut," ungkap Ketut Sundra.

30 Juli 2010
Source:http://regional.kompas.com/read/2010/07/30/17170828/Jangan.Berenang..Lagi..di.Pantai.Bali.

Sunday, August 8, 2010

Kinerja RI: Ekonomi Semester I Tumbuh 5,9 Persen

Perekonomian Indonesia selama semester I-2010 tumbuh 5,9 persen dibandingkan dengan semester I-2009. Pertumbuhan itu antara lain ditopang kenaikan produk domestik bruto pada triwulan II-2010 sebesar 2,8 persen jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Jika kinerja perekonomian triwulan II-2010 dibandingkan dengan triwulan II-2009, terjadi pertumbuhan 6,9 persen (year on year).
Demikian dikemukakan Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik Badan Pusat Statistik Slamet Sutomo kepada pers di Jakarta, Kamis (5/8).
Nominal produk domestik bruto (PDB) atau total transaksi seluruh perekonomian Indonesia pada triwulan II-2010 adalah Rp 1.572,4 triliun atas dasar harga berlaku saat ini. PDB nominal itu naik daripada triwulan I-2010 sebesar Rp 1.496,2 triliun.
”Pertumbuhan ekonomi nasional didorong oleh peningkatan kinerja pada semua sektor ekonomi,” ujar Slamet.
Faktor pendorong utama pertumbuhan ekonomi selama triwulan II-2010 adalah sektor pengangkutan dan komunikasi yang tumbuh sebesar 5 persen; sektor listrik, gas, dan air bersih sebesar 4,8 persen; serta sektor jasa 3,7 persen. Adapun industri pengolahan tumbuh 2 persen.
”Pertumbuhan sektor pengangkutan dan komunikasi dipengaruhi oleh musim liburan sekolah sehingga arus transportasi dan penggunaan telepon meningkat,” ujar Slamet.
Pihaknya memprediksi, secara kumulatif, pertumbuhan ekonomi nasional hingga akhir tahun 2010 dapat melampaui 6 persen. Kenaikan tertinggi kemungkinan terjadi pada triwulan III-2010.
Dari sisi penggunaannya, perekonomian triwulan II-2010 didominasi pengeluaran konsumsi rumah tangga secara riil sebesar Rp 324,2 triliun atau naik 1,2 persen dibandingkan dengan triwulan I-2010.
Pengamat ekonomi dari Econit, Hendri Saparini, mengingatkan agar Indonesia mendorong pertumbuhan investasi dan ekspor agar lebih berdaya saing dan tidak semata pada konsumsi rumah tangga. Itu karena selama ini pertumbuhan industri masih dangkal dan ekspor masih didominasi produk bahan mentah.
”Tanpa mendorong industri pengolahan, ekonomi Indonesia sulit berdaya saing dan lapangan kerja terserap sulit optimal,” ujarnya. (lkt)
06 Agustus 2010

Biodiversitas: Ketertinggalan Taksonom Semakin Kentara

Ekspedisi Indonesia Exploration Sangihe Talaud atau Index-Satal 2010 baru-baru ini menemukan ratusan jenis biota laut dalam di perairan Sangihe Talaud, Sulawesi Utara, yang menunjukkan banyak spesies di antaranya tidak pernah diketahui sebelumnya. Ketertinggalan taksonom Indonesia akan menjadi semakin kentara sehingga tidak mudah untuk turut serta mengidentifikasi, mengklasifikasi, dan memberikan nama kepada spesies-spesies baru tersebut.
”Taksonom kita untuk biodiversitas yang kaya dengan kawasan yang sangat luas belum mampu untuk segera mengklasifikasi dan memberikan nama temuan spesies-spesies baru,” kata peneliti senior pada Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Dedy Darnaedi, Rabu (4/8) di Jakarta.
Dedy mencontohkan, peneliti LIPI beberapa tahun lalu menemukan ekosistem baru di goa-goa yang terdapat di Maros, Sulawesi Selatan. Ekosistem baru itu tidak bergantung pada sumber kehidupan matahari karena habitatnya berada di dalam goa yang dalam dan tertutup rapat dari sinar matahari.
Secara terpisah, Kepala Badan Riset Kelautan dan Perikanan (BRKP) pada Kementerian Kelautan dan Perikanan Gellwyn Yusuf mengakui, ekspedisi Index-Satal menemukan ratusan spesies yang di antaranya banyak diduga sebagai spesies baru. Ekspedisi Index-Satal 2010 merupakan hasil kerja sama Indonesia dengan Amerika Serikat sehingga memungkinkan kedua belah pihak memberikan nama kepada spesies baru.
Ekspedisi Index-Satal 2010 akan berakhir pada 8 Agustus 2010. Yang akan dilakukan pertama kali adalah tukar-menukar data hasil riset. (NAW)
07 Agustus 2010

Indonesia Optimistis Penerapan REDD Plus

Di tengah kompleksitas persiapan dan penerapannya, Indonesia optimistis bisa merealisasikan konsep pengurangan emisi dari deforestasi, degradasi hutan, konservasi stok karbon dari hutan, serta peningkatan stok karbon dari hutan.
Optimisme tersebut ditegaskan Staf Ahli Menteri Kehutanan Wandojo Siswanto dalam paparannya terkait persiapan Indonesia untuk penerapan konsep pengurangan emisi dari deforestasi, degradasi hutan, konservasi stok karbon dari hutan, serta peningkatan stok karbon dari hutan (REDD+) dalam pertemuan pleno acara Pertemuan ke-9 Kemitraan Hutan Asia (AFP) dan Dialog AFP 2010, Tantangan Kepemerintahan terkait Hutan Setelah Kopenhagen: Perspektif Asia-Pasifik pada Kamis (5/8) di Nusa Dua, Bali.
Acara yang berlangsung dua hari hingga Jumat (6/8) ini dihadiri sejumlah lembaga nonpemerintah internasional dan nasional, perwakilan pemerintah pusat dan daerah, serta sejumlah akademisi.
Kompleksitas persiapan dan pelaksanaan REDD+ terungkap dalam dua sesi pleno yang menampilkan peneliti internasional dari Center for International Forestry Research (CIFOR), Daju Resosudarmo; Moray McLewish dari World Resources Institute; Lex Hovani dari The Nature Concervancy untuk kasus Kabupaten Berau; Wilistra Dani yang menangani Kalimantan Forest and Climate Partnership; dan Meine van Noordwijk dari World Agroforestry Center.
Menurut Daju yang memaparkan hasil penelitiannya bersama Elena Petkova, sekarang REDD+ menjadi isu penting. Lebih dari 40 negara sedang mempersiapkan strategi nasional REDD+ dan lebih dari 100 demonstrasi REDD+ sedang dilakukan untuk mendapatkan model yang pas.
Optimistis
Wandojo, yang juga menjadi koordinator kelompok kerja perubahan iklim pada Kementerian Kehutanan, seusai pleno menegaskan, ”Kami optimistis bisa siap setelah 2012, tetapi tentu menunggu kesepakatan pada Kerangka Kerja Konvensi PBB mengenai Perubahan Iklim(UNFCCC) terhadap REDD+ setelah tahap pertama Kyoto Protokol berakhir tahun 2012.”
Di sisi lain, dia mengakui, masih banyak persoalan yang harus diselesaikan agar Indonesia siap. ”Pertama adalah komitmen kita akan tata ruang. Kita belum punya tata ruang yang aman karena selalu berubah. Kalau mau (menerapkan REDD+), harus ditetapkan target secara nasional. Tidak semua hutan kita tebang. Yang kedua adalah pengelolaan terhadap hutannya sendiri di mana harus bisa memberikan insentif bagi masyarakat di sekitarnya kalau ditetapkan sebagai hutan konservasi,” tutur Wandojo. Juga perlu diatur siapa yang bertanggung jawab akan benefit yang didapat, apakah pemerintah pusat, daerah, pengusaha, atau masyarakat lokal.
Saat ini Kementerian Kehutanan bekerja sama dengan sejumlah lembaga internasional baru melakukan percobaan di tujuh lokasi, ditambah satu kabupaten, yaitu Kabupaten Berau, dan Provinsi Sulawesi Tengah.
Kebijakan terputus-putus
Sejumlah penyaji mengungkapkan kompleksitas masalah REDD+ di Indonesia, antara lain terputus-putusnya kebijakan akibat adanya otonomi daerah. Ketika kebijakan nasional dibuat oleh pemerintah pusat, izin mengelola hutan untuk berbagai kepentingan justru dikeluarkan pemerintah kabupaten. Akibatnya, terjadilah tumpang tindih izin. ”Kami sedang mengumpulkan izin-izin untuk dikaji,” tutur Wandojo.
Selain itu juga muncul inkonsistensi kebijakan. Ketika pemerintah pusat menyatakan moratorium, menyusul kesepakatan melalui letter of intent dengan Norwegia dan menurunkan emisi karbon 26 persen pada 2020, ternyata kebijakan sektor pertambangan dan pertanian berbeda. (ISW)
06 Agustus 2010

Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Marke

  | Carbon Policy Lab Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Market Indonesi...