Friday, October 15, 2010

Hutan Kota BNI, Komitmen Pada Ruang Terbuka Hijau

Pertama di Indonesia

BNI terus berkomitmen dalam memposisikan dirinya sebagai bank yang peduli pada pembangunan berkelanjutan. Setelah sebelumnya Kampoeng BNI menjadi icon BNI Go Green dalam hal program kemitraan, BNI terus konsisten mendukung segala usaha pihak-pihak untuk melakukan pelestarian alam. Hal ini dibuktikan dengan dukungan CSR BNI untuk mendirikan hutan kota di Banda Aceh.

Melalui kerjasama tiga pihak antara BNI, Pemko Banda Aceh dan Yayasan Bustanussalatin, pembangunan hutan kota telah mulai digulirkan sejak awal 2010. Hutan Kota BNI berdiri di atas lahan seluas 6,16 ha yang berlokasi di Gampong (Desa) Tibang, Syiah Kuala, Kota Banda Aceh. Letak hutan kota BNI sangat strategis karena hanya membutuhkan waktu 15 menit dari pusat kota Banda Aceh menuju lokasi. Yang menarik adalah bahwa area hutan kota BNI merupakan bekas area yang pernah dihantam gelombang tsunami tahun 2004. Pada saat itu, lahan dan area disekitarnya rata tersapu ombak tsunami.

Hutan Kota BNI terbilang unik karena selain berbatasan dengan daratan (jalan lokal di sisi selatan dan jalan besar sisi timur) juga berbatasan dengan tambak-tambak masyarakat yang kini sudah ditumbuhi oleh bakau (sisi barat dan utara). Bakau-bakau tersebut ditanam sebagai bagian dari proyek rehabilitasi lahan.
Menurut Adila Suwarno, perwakilan Yayasan Bustanussalatin, pembangunan hutan kota BNI berlangsung dalam empat tahap yang direncanakan selesai dalam jangka waktu dua tahun. Setelah dua tahun diharapkan Hutan Kota BNI sudah dapat berdiri sendiri dan menjadi icon upaya peningkatan kualitas hidup dan penghijauan baik di Banda Aceh maupun di Indonesia. Pengerjaan tahapan sbb:
  • Tahap 1 (Januari – Mei 2010): Penyiapan lahan dan Infrastruktur dasar serta penanaman pohon (sudah selesai dilaksanakan).
  • Tahap 2 (Juni – Desember 2010): Pembangunan jalur sirkulasi, taman tematik dan pemeliharaan pohon (sedang berjalan).
  • Tahap 3 (Januari – Juni 2011): Penyediaan fasilitas umum dan fasilitas sosial.
  • Tahap 4 (Juli – Desember 2011): Instalasi listrik terbaharukan dan papan informasi.
Pembangunan hutan kota BNI juga memberikan kontribusi peningkatan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Banda Aceh yang baru terealisasi seluas 612.06 hektare atau sekitar 9,97 persen. Jika merujuk pada Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, Kota Banda Aceh dengan luas wilayah 61,36 km persegi, masih harus menyediakan RTH sebanyak 20 persen lagi. “Kita masih punya lahan 23 hektare lagi untuk ditanami pepohonan dan dijadikan RTH, antara lain di Jeulingke dan Gampong Jawa,” ujar Wali Kota Banda Aceh, Mawardy Nurdin, pada acara halal bihalal dengan masyarakat Gampong Tibang, di Hutan Kota BNI Gampong Tibang, Kecamatan Syiah Kuala, Banda Aceh, seperti yang diwartakan oleh serambinews.com pada Jumat 24 September 2010. Dengan kata lain, hutan kota BNI memberikan kontribusi sebesar 26,78% dari target 23 hektar yang diplot oleh Pemko Banda Aceh. Luar biasa!

Berikut adalah foto-foto lokasi hutan kota BNI dan bentuk hutan yang diharapkan dalam waktu dua tahun ke depan.













Gbr-1:
Lokasi Hutan Kota BNI ini masih dalam awal pembangunan, 
sejumlah bibit tanaman sudah ditanam termasuk infrastruktur dasar.









Gbr-2 Site hutan Kota BNI di Gampong Tibang












Gbr-3. Gambaran Yang Diharapkan dari Hutan Kota BNI yang menyejukkan, ada taman bermain dan fasilitas olahraga

Pembangunan hutan kota BNI melibatkan partisipasi masyarakat lokal terutama dari komunitas ibu-ibu kader lingkungan setempat. Yang lebih membanggakan, lokasi hutan kota BNI seringkali dikunjungi oleh beberapa pihak yang tertarik dengan konsep pembangunan ini. Kunjungan Panitia Penilaian Penghargaan Adipura tanggal 27 Maret 2010, penanaman pohon oleh Persaki (Persatuan Sarjana Kehutanan Indonesia) tanggal 23 Mei 2010 membuktikan bahwa gema hutan kota BNI sudah dirasakan oleh masyarakat luas.

Hutan Kota BNI nantinya diharapkan dapat direplikasi baik oleh Pemko di kota lain maupun organisasi dan korporasi yang peduli pada isu-isu ruang terbuka hijau.

Sumber Foto: M Azis (KMP) dan Adila Suwarno

Thursday, October 14, 2010

Tanah Muara Baru Turun Paling Parah

Delapan tahun terakhir sejak 2002 terjadi penurunan permukaan tanah secara signifikan, khususnya di kawasan Muara Baru, Jakarta Utara, yang mencapai 116 sentimeter (cm).

"Secara umum terjadi penurunan muka tanah di wilayah Jakarta Barat, Jakarta Utara, dan Jakarta Pusat. Tapi, paling dalam di kawasan Muara Baru jika dibanding dengan daerah-daerah lain di Jakarta," kata Herry Andreas, peneliti geodesi dari Institut Teknologi Bandung (ITB), dalam jumpa pers tentang penanganan dan penanggulangan penurunan muka tanah di Ruang Rapim Utama Balai Kota DKI, Jumat (1/10).

 Selain di tiga wilayah kota madya itu, kata Herry, penurunan muka tanah juga terjadi hingga daerah dataran tinggi Cibubur, Jakarta Timur, dengan kedalaman bervariasi. Selain itu, terjadi penurunan muka tanah di Cengkareng Barat kedalaman 65 cm, Jalan MH Thamrin turun 15 cm, kawasan Kelapa Gading turun 47 cm, dan daerah Cibubur sekitarnya 11 cm.

Di Jalan Kramat Jaya, Jakarta Utara, penurunan ruas jalan menuju Islamic Center itu rata-rata 4 cm tiap tahun, sehingga sering ditinggikan lewat proyek hotmix.

Kepala Dinas Perindustrian dan Energi DKI Yusuf Effendi Pohan dalam jumpa pers mengatakan, penurunan tanah di Jakarta terjadi karena empat faktor yakni pengambilan air tanah berlebihan, eksploitasi minyak dan gas, beban bangunan, gaya tektonik dan konsolidasi alamiah lapisan tanah. (Ssr/OL-5)

02 Okt 2010
Source:http://www.mediaindonesia.com/read/2010/10/02/172247/89/14/Tanah-Muara-Baru-Turun-Paling-Parah

Metana Peternakan Berdampak Besar terhadap Pemanasan Global

Metana (CH4) peternakan dinilai menjadi penyebab terbesar pemanasan global karena memiliki suhu panas lebih besar dibandingkan dengan panas gas sebuah kawasan industri.

"Metana tersebut dihasilkan oleh kotoran ternak," kata Ketua Departemen Diklat Ikatan Alumni Insitut Teknologi Bandung/ITB Jawa Timur, Puguh Iryantoro, di Surabaya, Sabtu (25/9).

Menurut dia, metana memiliki kandungan panas 28 kali lipat karbon dioksida (CO2), sementara kotoran ternak dapat menghasilkan energi panas, cahaya, dan listrik. "Padahal, dilihat dari potensi metana di Indonesia, khususnya di Jawa Timur, sangatlah besar. Apalagi, provinsi ini memiliki sekitar 3 juta ekor sapi," ujarnya.

Untuk itu, jelas dia, daripada kotoran ternak sapi dari besaran populasi di Jatim tersebut tidak dimanfaatkan lebih baik dipakai untuk menghasilkan energi terbarukan. "Sebenarnya, pembuatan energi terbarukan tersebut sangat mudah," katanya.

Ia mencontohkan setiap 12 ekor sapi bisa menciptakan energi terbarukan sekitar 700 watt. Dari besaran energi itu dapat digunakan oleh empat kepala keluarga (KK). "Upaya ini bisa memudahkan masyarakat memiliki ketersediaan energi yang dapat dipakai untuk penerangan rumah dan keperluan memasak pada kebutuhan sehari-hari," katanya.

Mengenai pembuatan energi tersebut, tambah dia, perbandingan antara kotoran sapi dan airnya masing-masing 1 meter kubik. Kemudian, air dan kotoran sapi itu diletakkan dalam satu wadah yang diberikan tambahan mikroba.

"Untuk mendapatkan metana yang baik, kotoran sapi dan air di wadah dibiarkan selama sekitar lima hari. Potensi keberhasilan dari setiap percobaan membuat energi terbarukan 90 persen," katanya.

Ia optimistis upaya pembuatan energi terbarukan dari kotoran sapi dapat membantu PLN menyediakan pasokan energi listrik bagi masyarakat Jatim. Apalagi, sampai sekarang rasio elektrosifikasi di provinsi ini hanya mencapai 68 persen atau sisa 34 persen rumah tangga di Jatim yang belum teraliri listrik.

Terkait dengan besaran dana untuk permodalan pembuatan energi terbarukan, dia mengatakan nilainya sangat terjangkau. Tiap instalasi hanya membutuhkan sekitar Rp15 juta meliputi pembiayaan instalasi biogas dan satu unit genset. "Ke depan, kami berencana membuat energi terbarukan dari sampah rumah tangga," katanya. (Ant/OL-2) 

26 Sep 2010
Source:http://www.mediaindonesia.com/read/2010/09/26/170862/89/14/Metana-Peternakan-Berdampak-Besar-terhadap-Pemanasan-Global

Pengaruh La Nina hingga Juni 2011

Fenomena La Nina yang menjadi faktor dominan terjadinya musim hujan berkepanjangan tahun 2010 akan berlanjut hingga Juni 2011.

"Hujan yang terus menerus saat ini karena faktor La Nina, pengaruhnya akan terjadi hingga  Juni 2011 mendatang. Musim kemarau 2011 diprediksi juga pendek, sekitar dua bulan," kata Koordinator Peningkatan Kapasitas Riset Dewan Nasional Perubahan Iklim, Agus Supangkat di Kampus ITB Bandung, Jumat (24/9).
Menurut Agus, fenomena La Nina yang terjadi saat ini mengakibatkan hujan terus menerus pada bulan-bulan yang seharusnya musim kemarau yakni dari Mei hingga September 2010.

Padahal, pada September dalam musim yang normal merupakan musim transisi dari kemarau ke penghujan. Sehingga diperkirakan pengaruhnya cukup besar bagi curah hujan dalam beberapa bulan ke depan.

"Pada 2011 juga La Nina masih kuat, musim kemarau hanya akan terjadi pada Juli dan Agustus, setelah itu hujan lagi. Pengaruhnya merata di kawasan tropis, terutama di wilayah Asia," kata Agus.

Ia menyebutkan, pengaruh La Nina merata di seluruh Indonesia. Hujan turun di mana-mana di Indonesia, termasuk di beberapa negara di Asia lainnya.

Siklus La Nina biasanya muncul 7-10 tahun sekali, namun dalam beberapa tahun terakhir muncul lebih awal. Fenomena itu, kata Agus, dipengaruhi oleh aliran sistem air dari Samudera Pasifik.

"Indonesia kebetulan terlewati aliran sistem air (arlindo) dari Pasifik ke Samudera Hindia, jadi itu sangat berpengaruh terhadap musim di Indonesia," kata Agus Supangkat.

Sementara itu fenomena La Nina jelas membuat curah hujan cukup tinggi  sehingga bagi kawasan rawan bencana banjir untuk tetap siaga. (Ant/OL-2)

24 Sep 2010
Source:http://www.mediaindonesia.com/read/2010/09/24/170644/89/14/Pengaruh-La-Nina-hingga-Juni-2011

Greenpeace Perlu "Diusir" dari Indonesia?

Kredibilitas Greenpeace sebagai LSM internasional di bidang lingkungan hidup kian memudar. Berbagai kalangan mempertanyakan motivasi keberadaan LSM tersebut di Indonesia karena dinilai justru merusak perekonomian nasional.

Seperti diketahui, Greenpeace dituding menggunakan data bohong setelah International Trade Strategies Asia Pasific Global (Asia Global) melakukan audit investigasi. Lembaga audit independen yang berbasis di Melbourne, Australia itu menemukan fakta bahwa selama ini Greenpeace sering melakukan kebohongan public.

Sekjen Prodem Andri menegaskan adanya dugaan data palsu Greenpeace tentu sangat merusak kepentingan nasional. Faktanya, sambung Andri, Greenpeace sudah mengancam perekonomian nasional. Ini membuktikan bahwa pengaruh neokolonialisme masih tertancap kuat di seluruh dunia terutama negara berkembang. Itulah sebabnya, Andri mendesak pemerintah mengkaji ulang kehadiran Greenpeace.

"Greenpeace sama sekali tidak menguntungkan bagi Indonesia, lalu untuk apa dipertahankan?" tandas Andri kepada wartawan di Jakarta, Kamis (7/10).

Andri menjelaskan, dibutuhkan tanggungjawab dan nasionalisme semua pihak untuk mengusir Greenpeace dari Indonesia. Selain pemerintah, Andri meminta agar DPR juga segera turun tangan.

"Ada sesuatu yang tidak fair dalam kegiatan Greenpeace. Untuk itu, Ketua DPR harus memberikan pernyataan tentang adanya upaya destruktif dari pihak asing," katanya.

Sementara pengamat ekonomi Drajad Wibowo mengatakan Greenpeace harus mampu membuktikan bahwa data yang digunakan Greenpeace selama ini adalah akurat. Jika tidak, kredibilitas Greenpeace akan rusak.

"Data harus akurat, informasinya valid, dan dari sumber yang memang bisa dipertanggungjawabkan," katanya. Drajad juga menambahkan, campur tangan pemerintah saat ini sangat mendesak karena menyangkut kepentingan nasional. "Pemerintah harus pro aktif mengungkapkan fakta sebenarnya," tukas dia.

Drajad menegaskan, Greenpeace bisa dikenai pidana maupun perdata jika memang terbukti menggunakan data palsu. "Pidana maupun perdata bisa ditempuh jika terbukti. Pemerintah mulai sekarang sudah harus proaktif. Karena itu, Greenpeace wajib membuktikan keabsahan datanya secepat mungkin. Kalau tidak, bisa panjang urusannya," tegasnya.

Beberapa waktu lalu Direktur ITS Global, Alan Oxley, mengungkapkan, pihaknya
telah mengkaji dokumen bulan Juli 2010 bertajuk "Bagaimana Sinar Mas Meluluhkan Bumi," sebuah laporan yang memfokuskan sebagian besar perhatiannya pada
praktik-praktik kehutanan yang berkelanjutan dari Asia Pulp & Paper (APP) yang berbasis di Jakarta. Menurut Oxley, audit tersebut secara sistematis menganalisis 72 klaim Greenpeace terhadap APP yang mencakup lebih dari 300 catatan kaki dan sekitar 100 referensi.

"Pemeriksaan yang cermat atas bukti tersebut menunjukkan bahwa laporan Greenpeace tersebut sangat menyesatkan dan sama sekali tidak dapat dipertahankan. Klaim tentang ekspansi perusahaan besar-besaran secara rahasia di Indonesia didasarkan pada informasi fiktif. Dan informasi yang mendukung dugaan bahwa perusahaan terlibat dalam praktik kehutanan ilegal pada lahan gambut adalah tidak berdasar maupun merupakan kesalahan yang sangat serius," tegas Oxley. (*/X-11)

07 Okt 2010
Source:http://www.mediaindonesia.com/read/2010/10/07/173691/89/14/Greenpeace-Perlu-Diusir-dari-Indonesia

Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Marke

  | Carbon Policy Lab Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Market Indonesi...