Keputusan NU tersebut merupakan tanggapan terhadap rencana Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) untuk membangun reaktor nuklir di Pulau Madura. Fatwa NU tersebut serupa dengan yang ditetapkan NU Jepara pada 1 September 2007 silam yang mengkritisi risiko bahaya kebocoran radioaktif dan limbahnya terhadap masyarakat yang lebih besar dibanding dampak positif pembangunannya.
"Keputusan NU di Madura ibarat satu paku lagi yang mengunci peti mati rencana pembangunan PLTN di Indonesia," ujar juru kampanye Greenpeace regional Asia Tenngara, Tessa de Ryck.
Atas dasar tersebut, Greenpeace mendesak presiden Indonesia terpilih kelak untuk menjadikan fatwa NU tersebut sebagai titik tolak menghapus rencana pembangunan PLTN tersebut.
Greenpeace meyakini akan lebih baik bila pembangunan PLTN dapat diganti dengan pengembangan energi bersih seperti geothermal, angin, mikrohidro, ataupun tenaga matahari.
"Mengalihkan investasi dari nuklir dan energi fosil kotor ke energi terbarukan bukan hanya pilihan pintar untuk mengurangi emisi karbon dan menghindari dampak buruk perubahan iklim, tetapi juga pilihan ekonomis. Fatwa yang dikeluarkan oleh Ulama Jawa Timur ini harus menjadi sinyal kuat bagi para pemimpin negara," de Ryck menyimpulkan. (*/OL-04)