Friday, July 31, 2009

Teknologi 4G LTE Sulit Masuk ke Indonesia

Ada dua hal yang menyebabkan operator seluler di Indonesia terancam tak bisa mengimplementasikan teknologi jaringan generasi keempat (4G) berbasis Long Term Evolution (LTE). Apa saja?

Alasan pertama karena masalah Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN). 4G LTE kemungkinan tak bisa diimplementasikan di Indonesia jika perusahaan teknologi asing yang mengusung inovasi tersebut tak mampu mengajak mitra lokal bekerja sama memenuhi ketentuan kandungan dalam negeri.

"Kemungkinan TKDN seperti di Wimax BWA akan diterapkan juga di LTE agar tercipta equal level playing field. Jika para pengusung LTE tidak bisa memenuhi TKDN, bisa saja tidak bisa diimplementasi di Indonesia," kata Direktur Standardisasi Ditjen Postel Depkominfo, Azhar Hasyim, di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu (29/7/2009).

Sejauh ini di Wimax BWA, baru dua perusahaan yang dinyatakan lulus TKDN oleh pemerintah, yakni Harrif dan TRG. Keduanya memperoleh sertifikasi perangkat untuk 4G Wimax BWA dengan standar nomadic atau 16d.

"Ada banyak perusahaan asing yang mengajukan sertifikasi, tetapi kami tolak karena tidak mampu memenuhi TKDN. Bahkan ada juga yang memasukkan sertifikasi perangkat Wimax standar mobile atau 16e. Padahal lelang untuk Wimax 16e baru dilakukan tahun depan," kata Azhar.

Sudah ditunggu

Kembali ke LTE, teknologi seluler ini sejatinya merupakan pengembangan terakhir dalam hal akses data bergerak dengan standar IEEE 802.20. Teknologi ini sudah ditunggu oleh sejumlah operator seluler seperti Telkomsel, Indosat, dan Excelcomindo Pratama (XL) untuk meningkatkan kapasitas dan kecepatan akses data mereka.

Jelas saja, LTE yang merupakan kelanjutan dari 3G/HSPA, lebih mudah untuk diimplementasikan karena dari aspek ketersediaan spektrum, LTE dapat digunakan pada alokasi frekuensi yang tersedia saat ini.

Namun demikian, LTE bisa saja tidak dibutuhkan oleh operator seluler. Sebab, jika dilihat dari perkembangan teknologi seluler sejak evolusi GSM, ketika memasuki era LTE ada garis terputus. Ini yang jadi alasan kedua.

"Terdapat persimpangan mau memilih Wimax atau LTE. Sementara, di masa depan akan ada terminal yang memungkinkan Wimax dan LTE bisa dalam satu perangkat. Kalau sudah seperti ini, apa ada urgensi LTE dikembangkan di Indonesia," pungkasnya. ( rou / faw )

Jakarta, 30 Juli 2009

Data Bergerak akan Lampaui Trafik Suara di 2011

Seiring dengan peningkatan jumlah pelanggan yang mengakses internet dan men-download data melalui piranti bergerak, pertumbuhan trafik data bergerak (mobile data) naik dua kali lipat setiap tahun.

Bahkan, Nokia Siemens Networks memperkirakan bahwa dengan tingkat pertumbuhan saat ini, pada 2011 data bergerak akan melampaui trafik suara dan tumbuh secara eksponensial hingga 2013.

Dalam memenuhi kebutuhan trafik data yang tumbuh pesat ini Nokia Siemens Networks sendiri telah berhasil mencapai tonggak bersejarah dengan melayani 500 juta pengguna data bergerak, setara dengan sekitar 40% trafik data bergerak di seluruh dunia saat ini

Faktor pendorong yang membuat NSN meraih prestasi tersebut adalah beragam solusi inti paket (packet core) yang memungkinkan para operator menangani pelanggan layanan bergerak dalam jumlah besar, bahkan ketika mereka menggunakan layanan data secara intensif, melalui perangkat jaringan yang jumlahnya sangat sedikit.

Dikutip detikINET dari keterangan tertulis, Jumat (31/7/2009), solusi ini dipadukan dengan inovasi teknik seperti Direct Tunnel, yang menyediakan arsitektur konektivitas flat yang lebih sederhana bagi operator. Solusi ini diklaim membuat peningkatan kapasitas seiring pertumbuhan trafik menjadi lebih mudah dan menguntungkan.

Jakarta, 31 Juli 2009

Indonesia akan Jadi Pengguna BlackBerry Terbesar Dunia

Jumlah pengguna BlackBerry di Indonesia yang saat ini berkisar 300-400 ribu pelanggan, diproyeksi akan menjadi yang terbanyak di seluruh dunia dalam waktu dekat. Wajar saja, pertumbuhan ponsel cerdas besutan Research in Motion (RIM) ini melesat hampir 500% tahun lalu.

Meski RIM selaku produsen pinsipal BlackBerry tengah bermasalah soal pusat layanan di Indonesia--yang berimbas dibekukannya sertifikasi impor barang, namun faktanya tetap tak menyurutkan niat banyak orang untuk terus berlangganan BlackBerry. Ponsel pabrikan Kanada ini terus diburu pelanggan, baik lewat mitra operator maupun importir paralel.

"Pengguna BlackBerry terbanyak dunia saat ini ada di Amerika Serikat (AS) dan Kanada. Di AS sendiri penggunanya berkisar satu juta. Saya rasa Indonesia tak lama lagi akan melampaui angka itu," kata Chief Marketing Officer Indosat, Guntur Siboro, di Jakarta, Jumat (31/7/2009).

Di Indonesia sendiri, operator yang telah menjadi mitra RIM dalam menyelenggarakan akses dan pemasaran BlackBerry sudah cukup banyak. Sejak Indosat mempelopori layanan itu pada akhir 2004, berangsur-angsur operator lain ikut menyusul, seperti Telkomsel, Excelcomindo Pratama (XL), dan terakhir Natrindo Telepon Seluler (Axis).

Tak sampai di situ, Smart Telecom dan Hutchison CP Telecom (Tri/3) kabarnya juga akan ikut bergabung menjadi mitra RIM untuk menggelar akses BlackBerry. Tak ketinggalan Telkom (Flexi), Bakrie Telecom, dan Mobile-8 Telecom yang kabarnya juga cukup berminat. Jadi, bisa dipastikan dengan makin banyaknya penyedia layanan, BlackBerry akan makin booming di Indonesia.

Perkuat Jaringan

Indosat sebagai sang pelopor BlackBerry, tentu tak ingin kalah saing dengan kompetitornya. Demi mempertahankan kualitas layanan pelanggan, operator ini berupaya terus memperkuat akses koneksi jaringannya yang terhubung langsung ke server RIM di Kanada.

Kapasitas bandwidth dedicated-nya ke server prinsipal BlackBerry ditambah, dari 20 Mbps menjadi 50 Mbps. Peningkatan kali ini merupakan lanjutan dari peningkatan kapasitas link sebelumnya, yang dari 10 Mbps menjadi 20 Mbps, Maret 2009 lalu.

Nah, sejak kapasitasnya meningkat hingga 150%, pengguna BlackBerry Indosat seharusnya bisa lebih mudah mengakses internet, mengirimkan attachment email, dan pastinya chatting lewat BlackBerry Messenger.

"Ini bagian dari upaya kami untuk meningkatkan kualitas layanan pelanggan BlackBerry Indosat. Sehingga mereka dapat menikmati akses layanan yang makin cepat dan dapat diandalkan," jelas Guntur.

Peningkatan kapasitas backbone ke RIM ini juga dilakukan Indosat sebagai bagian dari antisipasi terhadap tren penambahan pelanggan BlackBerry di Indonesia. Saat ini pengguna Indosat telah lebih dari 120 ribu pelanggan. ( rou / faw )

Jakarta, 31 Juli 2009

Jika Internet Mahal, Artinya Wimax Gagal

Pemerintah dan para pemenang tender pita frekuensi 2,3 GHz untuk akses jaringan broadband wireless access (BWA), menyatakan optimismenya akan layanan internet yang cepat dan terjangkau bagi kantong semua lapisan masyarakat.

"Kalau harga ritel internetnya mahal berarti kami gagal," sergah Menteri Komunikasi dan Informatika Mohammad Nuh saat meresmikan delapan pemenang tender BWA di gedung Depkominfo, Jakarta, Jumat (31/7/2009).

Delapan pemenang tender itu adalah Berca Hardayaperkasa, First Media, Internux, Telkom, Indosat Mega Media, Jasnita Telekomindo, Rahajasa Media Internet. (a/n Konsorsium Wimax Indonesia), dan Konsorsium Comtronics Systems dan Adiwarta Perdania.

Jika ditotal, harga frekuensi yang mereka tawarkan melonjak sampai sembilan kali lipat dari total harga dasar 15 zona senilai Rp 52,35 miliar. Itu berarti total satu blok (1 x 15 MHz) laku terjual Rp 26,17 miliar.

Harga frekuensi termahal ada di zona 4 yakni Jakarta, Banten , Bogor, Tangerang, dan Bekasi senilai Rp 15,16 miliar per bloknya.

Itu belum termasuk biaya hak penggunaan (BHP) frekuensi dan upfront fee. Jika dihitung-hitung, untuk menyewa frekuensi dan BHP, pemenang zona 4 harus membayar Rp 121 miliar dalam setahun.

Sebagai pemenang zona termahal itu, First Media dan Internux, keduanya mengklaim telah melakukan analisa dan hitung-hitungan bisnis yang komprehensif sebelum memutuskan untuk menawar lisensi frekuensi BWA di zona tersebut dengan harga selangit.

"Ini merupakan tujuan nasional supaya akses internet bisa banyak yang bisa memakai. Kita punya analisa dan optimisme agar pemakaian internet bisa berlipat ganda. Kalau hitungan bisnisnya semua masuk," sergah kedua pihak, senada. ( rou / wsh )

Jakarta, 31 Juli 2009

First Media Siap Pasarkan Wimax Rp 100 Ribu

First Media sebagai salah satu pemenang tender broadband wireless access (BWA) di zona termahal (Jabotabek dan Banten) mengaku siap untuk memasarkan akses jaringan layanan Wimax dengan tarif langganan Rp 100 ribu.

Menurut Direktur First Media, Dicky Mochtar, harga itu sudah melakukan kajian analisis komprehensif agar akses layanan bisa cepat dinikmati masyarakat. Dengan demikian, investasi mahal yang telah dikeluarkan perusahaan milik grup Lippo itu bisa kembali sesuai dengan rencana bisnis.

"Di tahun pertama kami harap bisa meraih 150 sampai 300 ribu pelanggan Wimax di Jabotabek dan Banten dengan biaya akses berlangganan Rp 100 ribu," ujarnya seusai peresmian pemenang BWA di gedung Depkominfo, Jakarta, Jumat (31/7/2009).

First Media sendiri menawar frekuensi di zona tersebut senilai Rp 15,16 miliar untuk satu blok 15 MHz. Nilai itu cuma up front fee untuk biaya hak penggunaan (BHP) frekuensi dengan total setiap tahunnya Rp 121,201 miliar dalam setahun.

Frekuensi tersebut menjadi hak guna First Media selama 10 tahun dengan nilai total BHP yang harus disetor ke negara sejumlah Rp 1,23 triliun.

Dengan harga frekuensi yang sedemikian tinggi, Dicky mengakui, awalnya akan sulit untuk memasarkan akses internet dengan harga murah jika mengacu pada jumlah pelanggan saat ini. Namun ia percaya harga akan terus turun seiring meningkatnya akses dan jumlah pelanggan.

"Dengan demand yang tinggi dan berkaca pada pertumbuhan pengguna internet lima tahun terakhir, kami yakin harga yang dianggap mahal akan jadi murah jika penggunanya berlipat ganda," pungkasnya.

First Media sendiri masih dalam tahap mempersiapkan jaringan dan perangkat terminal pelanggannya. Perusahaan yang punya afiliasi dengan Direct Vision (penyedia siaran berbayar Astro) ini akan menggandeng sejumlah perusahaan yang mampu memenuhi tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) minimal 40% untuk base station dan 30% untuk modem pelanggan.

"Mudah-mudahan kuartal keempat tahun ini sudah bisa mulai jalan," tandas Dicky.

Jakarta - Jumat, 31/07/2009 19:04 WIB

Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Marke

  | Carbon Policy Lab Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Market Indonesi...