Tuesday, August 18, 2009

Greenpeace Desak Pemerintah Serius Atasi Kebakaran Hutan

Greenpeace menilai kebakaran hutan di Indonesia masih belum diatasi secara serius. Organisasi lingkungan tersebut menyerukan kepada pemerintah untuk segera mengambil langkah konkrit terkait kebakaran yang terjadi di hampir semua tempat di Indonesia.

"Kami melihat minimnya usaha pemerintah menindaklanjuti masalah lingkungan," ujar Bustar Maitar, Juru Kampanye Greenpeace Asia Tenggara pada konferensi pers di kantor Greenpeace, Cikini, Jakarta, Rabu (12/8).

Greenpeace mencatat kebakaran hutan yang terjadi di satu bulan terakhir telah melewati puncak kebakaran hutan. Menurut Bustar, kebakaran ini terjadi di hampir seluruh tempat. Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan, semuanya diselimuti asap. Untuk tanggal 4 Agustus saja, Greenpeace mencatat di Riau ada 161 kebakaran, di Sumatera ada 532 kebakaran, dan di Kalimantan ada 2012 kebakaran.

"Kalau hanya 2 hektar wajar tidak sengaja kebakaran, ini mencapai 20.000 hektar, masa tidak disengaja kebakarannya," ujar Bustar. Greenpeace menilai kebakaran hutan ini dilakukan secara sengaja oleh perusahaan-perusahaan untuk membuka lahan baru.

Masih menurut Bustar, Menteri Negara Lingkungan Hidup juga pernah berbicara di media bahwa mereka menemukan 12 perusahaan pembakar lahan, setelah sebelumnya menemukan 33 perusahaan. "Tapi sampai saat ini kita tidak tahu siapa perusahaan itu. Tidak jelas juga apa tindakan hukum bagi perusahaan itu," ujarnya.

Selama tiga minggu Greenpeace membantu memadamkan kebakaran hutan seluas 10.000 hektar di daerah Riau. "Tapi sayangnya terbatasnya equipment dan orang membatasi ruang gerak kita. Semestinya pemerintah bisa berbuat lebih," aku Bustar.

Rabu, 12 Agustus 2009 | 16:32 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com -http://sains.kompas.com/read/xml/2009/08/12/16324560/greenpeace.desak.pemerintah.serius.atasi.kebakaran.hutan

PT Hijau Lestari Targetkan 3 Juta Ha Lahan Hijau

PT Bakti Usaha Menanam Nusantara Hijau Lestari (BUMN HL) menargetkan pengelolaan satu juta hektar lahan hijau di luar kawasan hutan di Provinsi Jawa Barat. Mekanisme pengelolaan lahan hijau tersebut akan dikerjasamakan dengan seluruh pihak, termasuk pemerintah daerah hingga kelompok petani.

Direktur Utama PT BUMN HL, Zufli Ramlan Pohan, Sabtu (15/8), seusai penandatanganan akta pendirian PT BUMN HL di Kantor Perum Perhutani Unit III, Bandung, mengatakan, bisnis inti perusahaan akan difokuskan pada pengelolaan lahan hijau dengan konsep konservasi alam.

PT BUMN HL merupakan anak perusahaan BUMN di bidang agroindustri yang dimodali secara konsorsium oleh PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII, Perum Perhutani, PT Pupuk Kujang, PT Sang Hyang Seri, dan Perum Jasa Tirta II. Perusahaan patungan tersebut bergerak dalam agrobisnis dan agroindustri berbasis pelestarian lingkungan.

Hadir dalam penandatanganan tersebut lima direktur utama masing-masing BUMN pemodal, yaitu Bagas Angkasa (PTPN VIII), Upik Rosalina Wasrin (Perum Perhutani), Aas Asikin Idat (PT Pupuk Kujang), Edy Budiono (PT Sang Hyang Seri) dan Djendam Gurusinga (Perum Jasa Tirta II). Hadir pula Deputi Meneg BUMN Bidang Agroindustri dan Percetakan, Agus Pakpakan.

Secara keseluruhan, PT BUMN HL menargetkan pengelolaan lahan hijau seluas tiga juta hektar di seluruh Pulau Jawa yang direncanakan secara bertahap hingga lima tahun ke depan. Menurut Pohan, pengelolaan lahan akan dititikberatkan dalam lima bidang yakni, air, pangan dalam hal ini tepung-tepungan, pakan ternak, energi biofuel, serta lingkungan.

"Kami optimistis dengan pengembangan perusahaan ini. Terlebih, perusahaan ini menyatukan lima BUMN yang bergerak di bidang yang berlainan namun saling memiliki keterkaitan, ungkap Koordinator PT BUMNHL," Upik Rosalina.

Upik menjelaskan, untuk modal awal telah terkumpul sebesar Rp 10 miliar dari kelima BUMN tersebut. Ditargetkan, perusahaan telah mencapai titik impas atau break event point (BEP) pada tahun pertama. Sementara pencapaian laba, diharapkan dapat dicatatkan mulai tahun kedua atau ketiga.

Senin, 17 Agustus 2009 | 18:39 WIB

BANDUNG, KOMPAS.com-http://sains.kompas.com/read/xml/2009/08/17/18392986/pt.hijau.lestari.targetkan.3.juta.ha.lahan.hijau

David, Tanaman yang Doyan Tikus

Tanaman mematikan yang memangsa tikus ditemukan oleh ilmuwan Inggris. Tanaman pemangsa raksasa ini diyakini merupakan tumbuhan perdu pemakan daging terbesar yang mengeluarkan cairan berupa asam, mirip enzim dari mulut daun. Binatang yang terpeleset masuk ke lubang mulut ini bakal mati karena cairan ini.

Para ilmuwan yang dikelapai ahli botani bernama Stewart McPherson dan Alastair Robinson menelusuri Gunung Victoria di Filipina setelah mendengar dari para misionaris di tempat itu bahwa ada tikus dimangsa tanaman. Ket Foto: Kiri: Seekor tikus berada di dalam tanaman bernama David Attenborough Kanan : Sir David Attenborough,merasa tersanjung

McPherson menyebutkan, "Tanaman ini memroduksi jebakan yang spektakuler sehingga tak hanya serangga yang bisa tertangkap tetapi juga binatang pengerat. Luar biasa memang karena ini belum pernah ditemukan sampai abad 21."

Spesies mengagumkan dan jarang sekali ini telah dinamai penyiar terkenal Sir David Attenborough. McPherson mengaku "Tim dan saya telah menamai tanaman ini sekaligus untuk menghormati Sir David yang telah bekerja dan memberi inspirasi bagi keindahan dan keanekaragaman hayati dunia."

Tanaman yang digelari nama latin Nepenthes attenboroughii berwarna hijau dan merah dapat tumbuh di tempat beriklim panas. Namun hanya bisa ditemui di pegunungan seperti Gunung Victoria.

McPherson dan ahli botani dari Universitas Cambridge Robinson menemukan tanaman ini selama ekspedisi yang mereka lakukan di tahun 2007. Namun, mereka hanya bisa menggambarkan semak pemangsa ini dalams ebuah jurnal setelah tiga tahun mempelajarinya dari sekitar 120 spesies pemangsa yang ada.

Sementara itu Sir David (83) menyatakan terima kasih dan merasa tersanjung atas pemberian nama itu. "Saya telah dikontak oleh tim ilmuwan setelah mereka menemukan tanaman itu dan meminta agar nama saya bisa dipakai untuk menamai tanaman ini. Terima kasih atas semua itu. Saya tersanjung karenanya." jelas David.

Senin, 17 Agustus 2009 | 16:46 WIB
KOMPAS.com - http://sains.kompas.com/read/xml/2009/08/17/16462534/david.tanaman.yang.doyan.tikus.

Perubahan Iklim dan Pembangunan Ancam Populasi Penyu Jantan

Berdasarkan hasil penelitian penyu dari Universitas Udayana Bali, penyu betina menguasai lebih dari separuh populasi penyu di habitat Jawa Timur, Papua, dan Sunda Kecil. Ini menjadikan ancaman bagi keseimbangan populasi penyu.

Menyusutnya jumlah penyu jan tan ini karena perubahan iklim dengan suhu yang semakin panas dan pembangunan yang kurang terkontrol di sekitar pesisir pantai. Sementara keberhasilan penetasan telur penyu menjadi jantan bergantung kepada suhu udara di dalam pasir pantai yang tidak lebih dari 28 derajat celsius hingga 29 derajat celsius dan berada di bawah pepohonan sekitar pantai.

"Manusianya untuk memperbaiki alam dan habitat penyu ini perlu terus ditumbuhkan. Karena, tidak mudah meremajakan pantai yang rusak sehingga penyu-penyu dapat bertelur dan menetas dengan baik," kata Koordinator Marine Turtle Training dan Research Centre Universitas Udayana drh IB Windia Adnyana PHd, di Denpasar.

Ia menambahkan, tingkat keberhasilan penetasan penyu turun dari 90 persen menjadi 70 persen setiap tahunnya sejak 10 tahun terakhir. Misalnya di Kepala Burung (Papua), keberhasilan penetasan telur mulai berkurang dari 500 ekor per tahun.

Menurut Windia, memperbaiki pantai akibat abrasi atau erosi dengan menambahkan pasir dari pantai lain tidak selamanya baik untuk pengembangbiakan penyu. "Termasuk konservasi penyu pun tidak semuanya positif jika tidak dibarengi dengan memperbaiki alam aslinya seperti devegetasi. Pepohonan sekitar pantai untuk penyu berlindung," ujarnya.

Penelitian dilakukan sejak Oktober 2008 hingga sekarang bekerja sama dengan WWF. Dalam penelitian tersebut, peneliti Udayana mengumpulkan sekitar 400 ekor sampel penyu yang diambil air liur, cukilan kulit, dan darah untuk tes genetika. Dana yang dihabiskan sekitar Rp 1,5 miliar.

Dalam penelitian tersebut juga menemukan adanya perbedaan genetika penyu dari satu daerah dengan daerah lainnya, baik penyu lekang (Lepidochelys oliviacea ), penyu hijau (Chelonia mydas), dan penyu belimbing (Dermochelys coriacea). Meski penyu menyukai datang ke pantai lainnya, ia tetap bertelur di tempat asal mereka.

Windia menjelaskan selama ini penyu dianggap memiliki satu genetika sama dan bisa bertelur di mana saja. Pada penelitian tersebut terungkap, penyu memiliki genetika berbeda dan ditemukan untuk kawasan Jawa Timur, Sunda Kecil, dan Papua terdapat tiga kelompok.

Tiga kelompok genetika penyu tersebut adalah kelompok pertama di Pantai Kepala Burung (Papua) dan Laut Arafuru. Kelompok kedua terbagi menjadi dua, yaitu Jawa Timur-Bali-Jawa Tengah (Cilacap), dan Jawa Timur-Australia Barat. Kelompok ketiga berada di Kalimantan Timur hingga Laut Sulu.

Ia berharap penelitian ini dapat bermanfaat untuk penelitian selanjutnya. "Kami ingin masyarakat luas mengerti dan paham mengenai penyu agar tidak melakukan hal yang percuma. Pelestarian penyu tidak hanya sebatas tidak memakan dan mencuri telur atau dagingnya saja. Habitat dan lingkungannya yang rusak juga perlu diperbaiki," tegas Windia.

Di Pulau Dewata, masyarakat mulai tidak mengonsumsi daging penyu khususnya pada upacara adat atau keagamaan setelah dilarang oleh pemerintah. Kompyang Rata, pedagang sate lilit di Denpasar, mengaku kesulitan mendapatkan daging penyu kembali.

Selasa, 18 Agustus 2009 | 12:51 WIB
Laporan wartawan KOMPAS Ayu Sulistyowati
DENPASAR, KOMPAS.com —http://sains.kompas.com/read/xml/2009/08/18/12512775/perubahan.iklim.dan.pembangunan.ancam.populasi.penyu.jantan..

Jarang Diungkap, Bencana Kegagalan Teknologi

Bencana yang disebabkan oleh kegagalan teknologi masih sangat jarang diungkap di Indonesia. Padahal, bencana jenis ini dapat menimbulkan korban jiwa, pencemaran udara, air dan tanah, serta kerusakan bangunan, dan kerusakan lainnya. Selain itu, bencana ini pada skala yang besar dapat mengancam kestabilan ekologi secara global. Demikian diungkapkan Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Marzan A Iskandar, di acara lokakarya "Menguak Ancaman Bencana Gagal Teknologi dan Solusinya di Indonesia" di Gedung BPPT, Jakarta, Selasa (18/8). Ket Foto: 21 TEWAS - 21 Orang tewas dalam kecelakaan pesawat Garuda yang dipiloti Marwoto Komas pada 7 Maret 2007.

"Bencana yang disebabkan oleh kegagalan teknologi masih sangat jarang diungkap di Indonesia," ujarnya. Dalam Undang-Undang No 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana disebutkan bahwa potensi penyebab bencana di Indonesia dapat dikelompokkan dalam 3 jenis bencana, yaitu bencana alam seperti gempa bumi, bencana non alam seperti kebakaran hutan yang disebabkan oleh manusia, dan bencana sosial seperti kerusuhan atau konflik sosial.

Lebih lanjut, Marzan mengatakan, kerugian yang dapat ditimbulkan dari ancaman bencana gagal teknologi amatlah besar. Sebagai gambaran, dari sektor transportasi misalnya, menurut data statistik tahun 2008 Departemen Perhubungan melaporkan bahwa kecelakaan lalu lintas mencapai 56.600 kejadian dengan melibatkan lebih dari 130.000 kendaraan dan menelan korban hingga 19.216 jiwa, sementara korban luka-luka lebih dari 75.000 jiwa. "Demikian pula halnya dengan kesalahan prosedur pengoperasian pabrik atau teknologi yang seringkali terjadi di sekitar kita," katanya.

Menurutnya, potensi ancaman bencana gagal teknologi di masa depan akan semakin meningkat, hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan berkembangnya permukiman dan kawasan industri. Karena itu, berbagai permasalahan yang berkaitan dengan ancaman bencana gagal teknologi beserta alternatif solusinya, menurutnya, perlu dirumuskan bersama. "Selama ini ancaman bencana teknologi masih belum kita pahami secara komprehensif," ujarnya.

Berkaitan dengan hal itu, Rencana Nasional Penanggulangan Bencana Tahun 2010-2014 yang saat ini sedang digodok oleh BNPB dan Bappenas beserta kementerian dan lembaga terkait, menurutnya, perlu didukung agar mencapai hasil yang optimal. "Dalam kerangka ini, BPPT dapat berperan besar, mengingat tersedianya sumber daya manusia dan fasilitas dari berbagai bidang teknologi. Bahkan, jika dapat disepakati secara nasional, BPPT siap ditunjuk sebagai lead agency dalam penanggulangan ancaman bencana gagal teknologi, seperti Departemen PU untuk bencana banjir dan Departemen ESDM untuk letusan gunung api dan tanah longsor," katanya.

Selasa, 18 Agustus 2009 | 12:28 WIB

JAKARTA, KOMPAS.comhttp://sains.kompas.com/read/xml/2009/08/18/1228189/jarang.diungkap.bencana.kegagalan.teknologi

Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Marke

  | Carbon Policy Lab Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Market Indonesi...