Sunday, October 18, 2009

FERRO FILTER: Penjernih Air di Lokasi Bencana


Kebutuhan air bersih selalu menjadi kendala di lokasi bencana. Tidak jarang kebutuhan ini luput dari perhatian hingga muncul persoalan baru karena krisis air bersih. Akibatnya, korban bencana kerap mengonsumsi air apa adanya di sekitar lokasi bencana. Ket.Foto:Peneliti Universitas Sumatera Utara, Sofyan Badrun, di antara tabung ferro filter di bengkelnya.

Peneliti senior Universitas Sumatera Utara (USU), Sofyan Badrun, meyakini perlunya inovasi baru untuk mengatasi persoalan ini. Dasar pemikiran tersebut menuntunnya merekayasa alat penjernih air yang efektif. Penjernih air yang ada belum bisa memenuhi kebutuhan air bersih korban bencana dengan cepat.

Setelah melalui uji coba berulang kali sejak 2002, Sofyan akhirnya berhasil merekayasa alat penjernih air bernama ferro filter. Nama ferro diambil dari nama zat besi, yaitu Fe, sementara filter berarti saringan. Alatnya memang mampu menyaring zat besi hingga menjadi 0,05 part per million (ppm). Angka ini lebih baik dari standar maksimal yang ditetapkan Departemen Kesehatan, yaitu 0,3 ppm.

Rendahnya kandungan zat besi ini mengurangi risiko gangguan ginjal pada manusia yang mengonsumsinya. Tidak hanya mengurangi kandungan Fe, ferro filter mampu mengurangi kandungan mangan (Mn) dan amoniak (NH) dalam air minum. Air produksi ferro filter berwarna jernih, tidak berbau, rendah kandungan logam, dan bahkan siap dikonsumsi langsung.

Penampang kecil

Ada yang istimewa dari alat ciptaan Sofyan. Perbedaan alat ini dengan alat penjernih air umumnya terletak pada pipa yang disebutnya sebagai nozzle. Nozzle ini dirancang mempunyai penampang kecil berdiameter 16 milimeter (untuk kapasitas produksi air sebesar 500 liter per jam). Penampang kecil ini akan membuat aliran air menjadi deras sehingga menyedot udara luar. Pada penampang kecil ini terdapat lubang udara berdiameter 6 -8 milimeter (tergantung dari produksi air yang dihasilkan). Lubang inilah yang menyedot udara untuk mengikat kandungan logam berat yang ada di dalam air.

Pada alat penjernih lain penguraian logam berat dilakukan alami dengan membiarkan air mengalir dari tempat penampungan satu ke penampungan yang lain. Tentu ini tak efektif karena membutuhkan tempat yang lebih banyak dan proses airasi (proses bercampurnya oksigen dengan air) tidak berjalan maksimal.

Zat besi, yang semula tak kelihatan, setelah melalui proses ini menjadi terlihat kuning. Air ini kemudian disaring oleh pasir kuarsa dalam tong fiberglass setinggi 70 sentimeter. Sofyan berani meminum langsung air yang keluar dari proses penyaringan ini. ”Rasanya segar dan sehat,” katanya setelah mencecap air dari keran.

Mengoperasikan ferro filter hanya memerlukan waktu satu hari. Pengoperasian ini mulai dari pengeboran sumur hingga pemasangan alat penjernih. Alat ini juga dilengkapi dengan panel otomatis yang memantau air dalam fiberglass. Jika air penuh, mesin pompa akan mati sendiri.

Jangkau tempat sulit

Seperangkat ferro filter terdiri dari tabung fiberglass, pompa air, dan panel pemantau air. Sofyan merancang alat ini bisa dibawa ke mana-mana karena beratnya hanya 10 kilogram (tidak termasuk pasir). Dengan modifikasi tersebut, regu penolong bisa membawa alat ini ke lokasi bencana yang sulit dijangkau.

Produksi air bersih alat ini mampu memenuhi kebutuhan untuk 200 orang. Asumsi ini berdasarkan standar kebutuhan air bersih per orang per hari sebanyak 60 liter sesuai ketetapan Departemen Kesehatan.

Sejak merekayasa penjernih air tahun 2002 alatnya sudah banyak teruji. USU mengirimkan 30 ferro filter ke lokasi bencana tsunami di Nanggroe Aceh Darussalam pada 2004. Kali ini USU kembali mengirim ferro filter ke Sumatera Barat.

Inovasi Sofyan mendapat perhatian perusahaan air minum di Sumatera Utara. Perusahaan air minum di Medan, Asahan, Rantau Prapat, dan Tanjung Balai memakai alat ini dalam kapasitas tinggi. Kapasitas ferro terbesar buatannya mampu memproduksi air sebanyak 35.000 liter per jam.

Kepala Lembaga Penelitian USU Harmein Nasution mengatakan, inovasi penjernih air Sofyan merupakan temuan berharga bagi banyak orang. Meski sederhana, alat tersebut terbukti tepat guna. Dia berharap pemerintah memberi apresiasi positif terhadap temuan Sofyan. Sayangnya, sejak diajukan ke Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia pemerintah belum mengeluarkan hak paten temuan Sofyan.

”Terlalu banyak lembaga yang mengurusi hak paten. Jadi apresiasi terhadap karya yang berharga seperti ini menjadi terlambat,” katanya.

Sabtu, 17 Oktober 2009 | 04:08 WIB

Oleh Andi Riza Hidayat

Polusi Debu di Jakarta Turun?

Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah DKI Jakarta mengklaim kualitas udara di Jakarta terbaik ketiga di Asia. Klaim itu didasarkan pada hasil penelitian Clean Air Initiative yang menyatakan, polusi debu di Jakarta hanya 68,5 mikrogram per meter kubik.

”Berdasarkan penelitian Clean Air Initiative for Asia City, kondisi polusi debu di udara Jakarta hanya lebih buruk daripada Singapura dan Surabaya. Kualitas udara Jakarta masih lebih baik daripada Shanghai, Ho Chi Minh, dan Beijing,” kata Kepala Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah DKI Jakarta Peni Susanti, Jumat (16/10) di Balaikota DKI.

Pernyataan Peni Susanti dikeluarkan untuk memperbarui hasil penelitian pada 2005 yang menyatakan, kualitas udara Jakarta terburuk ketiga di dunia, setelah Meksiko City dan Bangkok. Polusi udara di Jakarta, baik dari debu, karbon dioksida, NOx, maupun timbal, dituding sudah melebihi batas ambang normal.

Clean Air Initiative, kata Peni, adalah lembaga pemerhati lingkungan di bawah organisasi kesehatan dunia (WHO). WHO mengadakan penelitian di 10 kota besar Asia untuk mengukur kadar debu dalam udara.

Kadar debu di Singapura mencapai 30 mikrogram per meter kubik, di Surabaya 60 mikrogram per meter kubik. Ambang batas kadar debu yang ditoleransi adalah 150 mikrogram per meter kubik. Debu dinilai sebagai salah satu polutan utama di udara. Jika kadar debu kecil, kualitas udara dianggap baik.

Menurut Peni, lokasi pengukuran dan jumlah alat ukur yang digunakan Clean Air Initiative dilakukan di lima kota se-DKI Jakarta. Namun, Peni tidak mengetahui jumlah alat ukur dan lokasi pasti pengukuran kadar polusi debu. Alat ukur polusi udara yang dimiliki DKI Jakarta sendiri hanya dua unit yang menetap dan satu unit bergerak.

Penurunan debu di Jakarta, kata Peni, disebabkan perubahan jenis mesin kendaraan dari 2 tak menjadi sistem injeksi, penerapan hari bebas kendaraan dua kali setahun, dan penggunaan gas untuk kendaraan umum.

Dipertanyakan

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup DKI Jakarta Ubaydilah mengatakan, hasil penelitian itu patut dipertanyakan. Jumlah kendaraan terus bertambah dan kemacetan kian parah sehingga tidak mungkin polusi debu turun. Partikel yang mencemari udara bukan hanya debu, melainkan juga karbon dioksida, timbal, dan NOx.

Alat dan mekanisme pengukuran juga perlu dipertanyakan. Jika pengukuran dilakukan dengan alat milik DKI, hasilnya pantas diragukan karena hanya ada tiga alat pengukur. (eca)

Memilih Material Ramah Lingkungan!


Sejak fenomena pemanasan global mencuat, isu-isu yang berkaitan dengan lingkungan banyak digaungkan di berbagai bidang termasuk properti. Di bidang ini, pemilihan material atau bahan bangunan adalah salah satu langkah yang dilakukan dalam upaya menciptakan green property atau properti yang ramah lingkungan.

Di mata konsultan arsitek Ir Sukendro Sukendar, ada kecenderungan masyarakat Indonesia saat ini semakin sadar akan pentingnya memilih bahan atau material yang mengakomodasi isu-isu lingkungan misalnya yang menyangkutgo green, low energy, dan antitoksin.

"Selain memilih material yang harganya kompetitif, saat ini kesadaran untuk memilih materi berkualitas, efisien, dan ramah lingkungan menjadi pilihan masyarakat  modern," ungkap Sukendro dalam talkshow bertajuk "Solusi Membangun dan Merenovasi Rumah Impian-Efisien dan Efektif dengan Hasil Berkualitas" yang diselenggarakan Mortar Utama, Selasa (23/6) di Jakarta.

Memilih material ramah lingkungan, kata Wakil Ketua Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) DKI Jakarta ini, menjadi penting karena tidak hanya semata-mata demi kelestarian alam, tetapi juga sebenarnya jauh lebih efisien dan hemat dari segi estimasi biaya jangka panjang.

Secara sederhana, Sukendro menjelaskan bahwa pemilihan material yang ramah dapat dijabarkan menjadi dua hal yakni dari sisi teknologi dan penggunaan. Dari sisi teknologi, misalnya, pemilihan bahan sebaiknya menghindari adanya toksin atau racun dan diproduksi tidak bertentangan dengan alam. Sebagai contoh, minimalkan penggunaan material kayu, batu alam ataupun bahan bangunan yang mengandung racun seperti asbeston.

Sedangkan dari sisi penggunaan, pemilihan material yang ramah lingkungan misalnya menggunakan lampu hemat energi seperti lampu LED yang rendah konsumsi listrik, semen instan yang praktis dan efisien, atau pun memilih keran yang memakai tap yang hanya mengeluarkan air dalam volume tertentu.

Semen instan
Menyoal penggunaan semen instan sebagai bahan yang ramah lingkungan, Sukendro mengakui bahwa semen saat ini masih menjadi salah satu penyumbang pemanasan global. Namun dilihat dari penggunaannya, semen instan dinilai lebih ramah lingkungan karena memiliki banyak kelebihan dibandingkan semen konvensional. "Semen instan menjadikan pembangunan menjadi lebih efektif, efisien, dan hemat dari segi biaya dan waktu," ujarnya.

Sementara Anton Ginting, GM Marketing PT Cipta Mortar Utama, menambahkan, banyak masyarakat yang mulai beralih menggunakan semen instan setelah mempertimbangkan efisiensi waktu dan biaya.


SELASA, 23 JUNI 2009 | 18:34 WIB

Konsep "Green Property Plus" Pikat Pembeli


Strategi jualan rumah sekarang ini tak cukup cuma mengandalkan lokasi, lokasi, dan lokasi. Itu sebabnya, banyak pengembang yang mulai menambahkan embel-embel untuk memikat calon pembeli. 

Yang belakangan gencar dipakai perusahaan properti sebagai tema dagangan adalah konsep kawasan berwawasan lingkungan hijau alias green property. Tapi, bagi Paramount Serpong yang baru meluncurkan kluster baru bertajuk il Rosa pada Kamis (10/10) pekan lalu, konsep green property saja belum cukup.

Makanya, pengembang perumahan di kawasan Gading Serpong Tangerang ini memberikan sentuhan anyar pada proyek gres mereka tersebut, yakni hamparan bunga mawar di setiap sudut kluster.

Tidak heran kalau Paramount Serpong memberi nama il Rosa pada kluster terbarunya itu. Dalam bahasa Italia il Rosa berarti mawar. Tentu, bukan tanpa alasan Paramount Serpong memilih mawar sebagai tema jualan mereka.

“Karena mawar itu melambangkan cinta. Harapan kami akan terwujud cinta atau keakraban antar penghuni di il Rosa,” kata Chief Executive Officer (CEO) Paramount Serpong Tanto Kurniawan.

Meski mengusung konsep yang melankolis, bukan berarti Paramount Serpong tak melirik tanaman perdu lain di il Rosa. Untuk menyejukkan hunian, sejumlah pohon besar ditanam, seperti palem. Sebab, Tanto mengatakan, sebanyak 60% lahan di il Rosa yang memiliki total luas 1,9 hektare digunakan untuk taman, fasilitas umum (fasum), dan jalan.

PT Modernland Realty Tbk tak mau kalah. Pengembang Modern Hill yang terletak di daerah Pondok Cabe, Tangerang Selatan, ini juga tak sekadar mengusung konsep green property semata. Lewat kluster barunya yang bernama Green Tranquility, “Pembangunan rumah di sini kami sesuaikan dengan kontur alam yang terasering atau bertingkat-tingkat,” ujar Direktur Pemasaran Modernland Realty Ronny E. Mongkar.

Terpaksa mengundi

Dengan begitu, Green Tranquility mampu menciptakan suasana resor di pinggiran kota Jakarta. Ronny menyebutnya dengan konsep resort home. Jadi, “Kalau habis pulang kantor stres, bisa kembali segar ketika sampai rumah,” kata dia.

Adapun Bogor Nirwana Residence menerapkan konsep green property dengan menanam pepohonan langka yang menjadi ciri khas daerah Bogor. Contoh, Palm Pritchardia, palem ekor tupai, kupu-kupu merah dan pohon sosis. Lalu, batavia, kaliandra, serta kedondong laut.

Chief Marketing Officer (CMO) Bogor Nirwana Residence Jo Eddy Raspati bilang, dengan mempertahankan keaslian wilayah serta menanam pepohonan yang khas, penghuni akan merasa nyaman.

“Kami memanfaatkan kontur tanah dengan menggunakan teknologi up and down slope sehingga seluruhnya memang dibuat alami meski konstruksi rumah menjadi lebih mahal,” ujar dia.

Menurut pengamat properti dari Century 21 Pertiwi Ali Hanafia Lijaya, fenomena green property belum lama bergulir. Persisnya, “Sejak isu pemanasan global, tapi sekarang isu itu sudah mulai dikemas dengan adanya tema-tema,” kata dia.

Dan, cara ini terbukti manjur menggaet pembeli. Tanto mengungkapkan, peminat il Rosa membludak hingga 82 orang. Padahal jumlah rumah yang ditawarkan cuma 72 unit. “Terpaksa kami mengecewakan sebagian calon pembeli karena kami akan melakukan pengundian,” ujar Tanto. (Kontan/Anastasia Lilin Yuliantina)




SABTU, 17 OKTOBER 2009 | 16:54 WIB

Thursday, October 15, 2009

Lampu LED Ramah Lingkungan

Dunia semakin lama semakin panas. Sudah saatnya masyarakat sadar untuk mulai menggunakan produk-produk hemat energi dan ramah lingkungan guna mencegah terjadinya dampak global warming. Salah satunya adalah memilih lampu sebagai pencahayaan untuk ruangan.

Pengetahuan tentang lampu ramah lingkungan selama ini masih terbatas. Padahal ini dapat menjadi informasi penting bagi masyarakat guna mendukung kelestarian bumi. Salah satu brand yang concern terhadap produk ramah lingkungan adalah lampu hemat energi Megaman.

Stephen Gunawan, Direktur Megaman Indonesia menyatakan Megaman telah meluncurkan rangkaian produk LED (Light Emitting Diode) ke pasaran yang diharapkan mampu menjawab pertanyaan konsumen yang makin concernterhadap masalah energi dan lingkungan.

LED Megaman bukanlah produk baru, Lampu ini telah hadir di pasaran sejak dua tahun lalu dengan varian yang mencapai 400 jenis di antaranya general lightning, lampu sorot, lampu arsitektural, lampu outdoor, dan lampu dekoratif.

Sebagai produk ramah lingkungan, LED Megamen memiliki kelebihan ketimbang lampu halogen yang beredar di pasaran. Bila daya tahan lampu halogen hanya mencapai 4.000 jam, daya tahan LED Megaman mencapai 20.000 jam. Hal itu dapat disamakan dengan pemakaian selama 6 bulan. Setaraf dengan penghematan secara signifikan dalam pemakaian listrik hampir 80 persen.

Tak ayal, produk ini pun mampu disejajarkan dengan eco product karena tidak menggunakan acid frosting dalam materialnya. Dituturkan Stephen saat Workshop Megaman, Energy Saving Lamp di Hotel Mulia, Kamis,(16/7), lampu ini dapat didaur ulang sehingga mengurangi emisi karbon dioksida yang terserap atmosfer.

Keunikan lampu LED Megaman terletak pada keberhasilan produk ini dalam hal pengendalian temperatur yang selama ini menjadi problem pada jenis LED lain. LED Megaman menawarkan penghilang panas yang luar biasa. LED Megamen menyimpan panas yang dihasilkan di dalam sehingga LED chip dapat disentuh tanpa membuat tangan pengguna terbakar.

Inovasi ini berasal dari penggunaan teknologi Thermal Conductive Highway (TCH). Teknologi ini juga mempunyai kemampuan untuk mentoleransi warna di bandingkan dengan LED brand lain sehingga dramatasi warna dan ketajaman cahaya yang dihasilkan tiga kali lipat lebih banyak dari pencahayaan dari LED lain meskipun watt yang dihasilkan lebih rendah. Penyerapan LED Megaman tergolong ringan sehingga tidak menjadikan posisi lampu miring saat dipasang.

Meski Megaman bukan brand pertama yang yang menawarkan produk ramah lingkungan, Stephen yakin produknya berbeda dengan produk sejenis di pasaran tanah air. Persamaan kualitas produk baik di luar negeri maupun dalam negeri pun boleh diadu. ”Kami tidak melakukan KW1 dan KW2 seperti yang dilakukan brand internasional lain yang masuk ke dalam negeri,”kata Stephen.

Dengan varian terbaru LED Megaman, Megamen membidik pasar proyek-proyek arsitek, desiner, dan electrical & mechanical engineering di Indonesia yang dianggap memiliki perawatan secara continuous terhadap pencahayaan.

Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Marke

  | Carbon Policy Lab Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Market Indonesi...