Monday, March 29, 2010

Ada Operator Berani Tawarkan 10 Ribu SMS Gratis

Persaingan antaroperator dalam menawarkan SMS gratis kian menggila. Tak hanya gratis seratus atau seribu SMS, bahkan kini ada yang menawarkan 10 ribu SMS gratis setiap harinya ke semua operator.

Sepuluh ribu SMS gratis ini digelontorkan Axis melalui program terbarunya. Tak hanya itu, layanan milik Natrindo Telepon Seluler ini setiap harinya juga menawarkan gratis 10 MB akses internet.

Presiden Direktur Axis, Erik Aas, menyadari bahwa sejatinya penawaran SMS gratis lintas operator tak lagi dibolehkan oleh Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI). Namun ia punya alasan kenapa larangan itu berani ditabrak oleh perusahaannya.

"Kami telah berusaha mematuhi keputusan BRTI. Namun saat kami melihat ke pasar, kami harus merespon permintaan pelanggan kami untuk tetap kompetitif," jelasnya saat dikonfirmasi detikINET, Senin (29/3/2010).

Erik mengaku tak khawatir jika nantinya Axis mendapat tudingan semakin memperkeruh suasana. Sebab sejauh ini, operator yang tadinya sepakat untuk
menghentikan program SMS gratis lintas operator juga sudah banyak yang melanggar. "Kami tidak merasa khawatir, karena kami merasa harus melakukan ini," ujarnya.

Pun, ia menegaskan, langkah berani yang ditempuh Axis dalam melanggar larangan SMS gratis tak lain karena komitmennya dalam melayani permintaan pelanggan.
"Kami hanya merespon masukan dari konsumen kami, dan di Axis kami berkomitmen pada kebutuhan konsumen dan kami selalu memberi lebih," ucap Erik.

Beberapa waktu lalu, tepatnya 12 Februari 2010, seluruh operator dan regulator sepakat untuk menghentikan penawaran SMS gratis lintas operator. Namun,
kesepakatan itu akhirnya dilanggar sendiri oleh sejumlah operator yang membuat kesepakatan, termasuk oleh operator yang mendesak agar program ini dihentikan.

BRTI sendiri, selaku regulator, nampaknya sudah tak semangat lagi untuk melerai persaingan bisnis sengit antaroperator ini. Regulator mengaku hanya mau mengamati dan menunggu sampai seluruh operator berteriak meminta perang SMS gratis ini dihentikan.

( rou / ash ) 
Source:http://www.detikinet.com/read/2010/03/29/112458/1327543/328/ada-operator-berani-tawarkan-10-ribu-sms-gratis
Jakarta, 29 maret 2010 

Saturday, March 20, 2010

Kontribusi dari Negeri Sakura

Anak Kediri ini moncer sebagai pakar telekomunikasi di Jepang. Khoirul Anwar, Peneliti Indonesia pemegang paten teknologi 4 G melalui pemakaian frekuensi multipoint to multipoint.

Oleh Sica Harum

SUDAH tiga bulan ini Khoirul Anwar sulit bergerak jauh dari ruangannya di Japan Advanced Institute of Science and Technology Studies (JAIST), Ishikawa, Jepang.Pemegang paten telekomunikasi 4G itu harus memeriksa tumpukan tesis mahasiswa pascasarjana di bawah bimbingan-nya. "Mahasiswa JAIST hanya S-2 dan S-3 dan Maret ini mereka sudah wisuda," terang Khoirul melalui surat elektronik. Jumat (12/3).

Selain itu, agendanya padat oleh sejumlah konferensi. Dia bilang baru pulang dari Bremen, Jerman, Januari 2010. Di sana ia mempresentasikan penelitiannya pada IEEE/ITC Wireless Smart Antena-2010. Bulan ini, Khoirul juga akan mempresentasikan penelitiannya pada kongres peneliti wireless communication di Tohoku, Jepang. "Saya akan sering presentasi dengan mahasiswa saya, sampai Mei nanti," kata Khoirul.Yang dibahas ialah sistem komunikasi dengan performa tinggi meski tanpa interval pengaman (guard interval). "Teknologi itu yang sudah saya patenkan Januari lalu bersama sebuah industri besar di Jepang," terangnya.

Temuan itu istimewa karena selama ini, interval pengaman ialah keharusan dalam sistem komunikasi. Gunanya untuk melindungi transmisi data dari pantulan sinyal, misalnya pantulan dari gedung, pohon, gunung, dan bangunan tinggi lainnya."Awalnya, saya perkirakan hasilnya bakal biasa-biasa saja. Tapi setelah saya tes kira-kira setahun, hasilnya menakjubkan, hanya beda 0,5 dB dari keadaan ideal. Saya bisa menghilangkan error yang selama ini hanya bisa dibuktikan secara teori dan simulasi; Padahal di teknik ini saya sama sekali tidak memakai guard interval," jelas lelaki 32 tahun itu.

Tren komunikasi

Pemerintah Jepang, kata Khoirul, sedang getol mendukung penelitian yang mengarah ke pengaturan frekuensi secara otomatis dan fleksibel. Misalnya, bandwilh yang hanya digunakan sebuah perusahaan pada siang hari seharusnya dapat dimanfaatkan pihak lain pada malam hari. "Intinya agar seluruh frekuensi termanfaatkan, tidak ada yang menganggur," tegas penyuka matematika itu.

Pengoptimalan itu juga tergambar pada tren dunia komunikasi, multipoint to multipoint. "Sebetulnya itu kan konsep sosial yang sudah lama kita tahu. Bahwa kerja sama jauh lebih baik ketimbang bekerja sendirian. Nah, dalam dunia telekomunikasi, ini ada bukti ilmiahnya. Jadi, tren di masa depan ialah multipoint to multipoint, artinya ya physical network. Penelitian tentang hal itu sudah selesai jadi perhatian saat ini ialah physical network yang membutuhkan energi minimal, yang ramah lingkungan," papar Khoirul.

Gemar meneliti

Saat ini, Khoirul tengah melakukan dua penelitian di laboratorium dan di rumah. "Di lab, saya melakukan penelitian dengan tiga mahasiswa saya. Jika berhasil, sistem komunikasi ke depan bisa hemat baterai dan lebih murah karena memanfaatkan BTS," ujar Khoirul.Bahkan telepon seluler seseorang, lanjut Khoirul, bisa berfungsi sebagai relai bagi telepon seluler orang lain yang tidak mendapatkan sinyal berkualitas baik. Menurut Khoirul, dia dan timnya mendapatkan sokongan dana cukup besar dari sebuah perusahaan ternama di Tokyo. "Saya mencoba melibatkan ITB dalam proyek ini agar ada mahasiswa Indonesia yang terlibat dalam proyek internasional. Kita juga akan mengajukan proyek ini agar didanai pemerintah Jepang," katanya bersemangat.

Adapun di rumah, Khoirul melakukan penelitian sel surya. "Untuk kipas angin buat ibu saya di Kediri," katanya.Saat pulang ke Kediri pada 2009, Khoirul merasakan sinar matahari yang terik menyinari kampungnya. "Saya pikir, kalau sinar matahari di luar bisa segera diubah menjadi listrik untuk kipas angin,tentu ibu saya akan senang. Enggak perlu bayar listrik ke PLN," ujarnya riang.Dia optimistis dengan penelitian tersebut. "Sudah saya coba di Jepang. Bahkan saat salju, kami masih mendapat listrik dari matahari," kata ayah tiga anak itu.Karena itu dia berencana membawa alat tersebut jika kelak pulang kampung. "Mudah-mudahan saya bisa produksi banyak untuk tetangga," ujarnya.

Khoirul memang gemar meneliti sejak kecil. Kata dia, itu berkat buku-buku ilmuwan untuk anak-anak yang ia baca di perpustakaan SD di desanya. Khoirul kecil pernah melakukan eksperimen pada ikan jathul yang ia kira bisa berevolusi menjadi ikan ketuntung lantaran bentuk kepala dua jenis ikan itu serupa. Putra pasangan Sudjianto (alm) dan Siti Patani itu juga melumuri burung dengan balsam gosok, meniru konsep mumi. Dia juga pernah membuktikan rumor hantu yang saat itu ditakuti teman-temannya. "Terbukti secara ilmiah, hantunya tidak datang. Jadi, makanan persembahan itu malah saya makan sendiri," kenangnya.

Kontribusi

Setahun silam, Khoirul pernah berniat pulang ke Tanah Air. Dia berencana menjadi dosen di Indonesia. Namun, ia mengurungkan niat karena celetukan dosen Institut Teknologi Bandung (ITB) Trio Adiono (pencipta cip wimax Indonesia, bersama Eko Fajar)."Katanya, nanti kalau Pak Khoirul pulang, tidak ada kontak kita di luar negeri dong. Padahal kita perlu update komunikasi nirkabel terkini, bagaimana trennya dan lain-lain. Akhirnya saya memilih tidak jadi pulang," kata Khoirul.Betul saja, Adiono kerap mengontak Khoirul jika kebetulan membutuhkan makalah-makalah yang terkait dengan penelitiannya. Murid Adiono yang dikirim ke Jepang kini berada di bawah bimbingan Khoirul. "Kami membuat simulasi wimax. Alhamdulillah berhasil," kata salah satu motor Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional (1-4) itu.

Khoirul mengakui, selama ini pilihan pulang ke Tanah Air atau berkarier di negeri orang kerap menjadi dilema. Namun, Khoirul memandangnya sederhana. Baginya, mengabdi untuk Indonesia tidak harus berarti pulang ke Tanah Air. Jika semua peneliti harus pulang, tidak ada yang memperbarui informasi misalnya mengenai tren teknologi dan ekonomi global. "Tapi jika semua di luar negeri, tidak ada yang membangun negeri."Pada konferensi Asosiasi Pelajar Indonesia di Korea, Februari 2010, Khoirul menawarkan analisis matematika sederhana terkait dengan hal itu."Jadi, tinggal diatur siapa-siapa yang masih perlu di luar, siapa yang harus pulang dan jumlahnya berapa. Jadi, kita bisa mengontrol parameter probabilitas pindahnya para tenaga kerja terdidik ke luar negeri, misalnya mengontrol izin paspor dan lain-lain, sehingga didapat keuntungan yang optimal untuk lndone-sia," kata dia. Analisis Khoirul lantas mengantarkan kita ke pertanyaan apakah pemerintah punya target pengoptimalan pembangunan bermodalkan manusia-manusia cerdas yang selama ini minim kesempatan di negeri sendiri? (N-4)ica@mediaindonesia.com

Sumber: Harian Media Indonesia, Hal.20, Tanggal 17 Maret 2010.

Lingkungan Dibiarkan Rusak: PP Langgengkan Pertambangan Batu Bara

Pemerintah terkesan membiarkan kerusakan lingkungan terjadi di Pulau Kalimantan akibat praktik eksploitasi pertambangan yang sembarangan. Demikian, antara lain, disampaikan oleh aktivis Jaringan Advokasi Tambang.

Kerusakan tersebut berisiko mengantarkan pulau itu pada krisis energi, pangan, dan kehancuran lingkungan.

Koordinator Nasional Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Siti Maemunah menyatakan, mekanisme perizinan pertambangan telah gagal mengendalikan aktivitas pertambangan.

”Sejak tahun 1968, minyak buminya disedot, lalu hutannya dieksploitasi lewat hak pengusahaan hutan. Sekarang ribuan kuasa pertambangan batu bara menghancurkan lingkungan. Kalimantan butuh penyelamatan sebelum kerusakan ekologisnya tidak terpulihkan. Namun, tidak ada langkah nyata pemerintah untuk itu,” kata Siti Maemunah di Jakarta, Rabu (17/3).

Dia mengingatkan, industri ekstraktif di Kalimantan telah gagal mengangkat kesejahteraan warganya. ”Di Kalimantan ada 2.475 kuasa pertambangan, separuhnya ada di Kalimantan Timur. Batu bara di Kabupaten Kutai Timur dikeruk, tetapi 98 dari 135 desa di sana belum teraliri listrik. Di Kutai Kartanegara dan Kota Samarinda ada 781 konsesi pertambangan batu bara, tetapi kedua daerah itu tetap menjadi kantong pengangguran,” kata Siti Maemunah.

Di Samarinda, pertambangan batu bara menghasilkan pendapatan asli daerah Rp 399 juta per tahun. ”Namun, pertambangan itu menyebabkan banjir. Untuk mengatasi banjir, Pemerintah Kota Samarinda harus mengeluarkan Rp 38 miliar untuk membangun polder. Itu jelas merugikan, tetapi justru akan diperluas. Di Kalimantan Tengah, pertambangan batu bara yang volumenya 1,5 juta ton per tahun akan dipacu menjadi 30 juta ton per tahun. Izin baru terus diterbitkan, sementara tumpang tindih areal kuasa pertambangan tak pernah dibenahi,” kata Siti.

Melanggengkan

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Berry Nahdian Forqan menyatakan, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan, yang terbit 1 Februari lalu, tidak menunjukkan itikad pemerintah menyelamatkan hutan. ”Peraturan itu justru membangun celah bagi investor untuk mendapatkan dispensasi dari persyaratan pinjam-pakai kawasan hutan. Mekanisme kompensasi uang juga menyumirkan substansi bahwa pemerintah seharusnya menjaga kelestarian kawasan hutan,” kata Berry.

Menurut dia, PP itu tidak sejalan dengan target pemerintah menurunkan emisi gas rumah kaca 26 persen pada 2020. ”Pemerintah ingin menurunkan emisi dari alih fungsi lahan, tetapi justru menerbitkan PP yang mempermudah alih fungsi hutan,” kata Berry.

Setiap tahun, 200 juta ton batu bara dikeruk dari Kalimantan, 160 juta di antaranya diekspor, 40 juta ton untuk berbagai industri dan pembangkit listrik di Jawa dan Sumatera, sedangkan Kalimantan hanya kebagian 4 juta ton sehingga terjerat krisis listrik (Kompas, 10/3).

Peneliti pada Sekolah Ekonomika Demokratik, Hendro Sangkoyo, menyatakan, kehancuran lingkungan di Kalimantan tidak akan terhenti jika tidak ada perubahan paradigma pemanfaatan sumber daya alamnya.

”Beruntunglah Jakarta jarang mati lampu. Namun, sejatinya kita di Jakarta meningkatkan kualitas hidup dengan cara jorok, yaitu dengan menambang batu bara dan menghancurkan lingkungan hidup di Kalimantan,” kata Hendro.

”Eksploitasi SDA sebagaimana kasus pertambangan di Kalimantan melulu soal neraca keuangan negara. Paradigmanya bukan kesejahteraan rakyat. Dalam konteks lebih besar, Pemerintah Indonesia tersandera kepentingan negara maju yang menjadi konsumen energi terbesar di dunia. Selama paradigmanya tidak berubah, sulit mengharapkan kebijakan berorientasi penyelamatan lingkungan,” kata Hendro.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Kementerian Kehutanan Tachrir Fathoni menyatakan dalam suratnya kepada Kompas bahwa tidak benar jika pihaknya seolah-olah menyatakan bahwa ”pemutihan” kawasan hutan bermasalah dimungkinkan, antara lain, melalui revisi tata ruang, seperti dimuat dalam berita ”Enklave Dibatasi” (Kompas, 8/3). Menurut dia, hal itu tidak benar karena UU No 26/2007 tentang Penataan Ruang Pasal 23 dan Pasal 26 menyatakan, tidak ada ”pemutihan” dalam proses revisi tata ruang. (row/*)

USO INTERNET: Infrastruktur ke Desa Baru Mulai

Ketika dunia sudah serba mobile, bahkan mobilitas yang dibangun perusahaan seluler di negeri ini sudah sampai ke pelosok-pelosok, tetapi pembangunan infrastruktur internet tetap ke desa-desa baru dimulai.

Padahal, masyarakat di daerah sebenarnya sudah lebih dahulu memiliki inisiatif membangun jaringan internetnya sendiri secara lebih murah. Bahkan sudah 14 tahun lalu RT/RW Net diperkenalkan oleh para mahasiswa, tetapi inisiatif yang mencerdaskan bangsa ini sekarang harus berhadapan dengan para pemilik modal.

Lambatnya penyediaan infrastruktur layanan ini mengingatkan pada lelang BWA (broadband wireless access) pada pita frekuensi 2,3 GHz yang sudah diputuskan pemenangnya pertengahan tahun lalu. Pada pita ini dikhususkan untuk layanan tetap, sementara di negara lain merupakan layanan bergerak. Maka, tidaklah mengherankan apabila kemudian sebagian pemenangnya terkesan mengulur-ulur waktu untuk kewajiban pembayarannya.

Pada lelang kali ini, berupa tender USO (Universal Service Obligation) Internet Kecamatan, pemenangnya juga baru diumumkan 12 Maret lalu. Para pemilik modal yang menang kali ini adalah PT Telkom, PT Jastrindo Dinamika, PT Aplikanusa Lintas Arta, dan PT Sarana Insan Muda Selaras, yang terbagi dalam 11 daerah paket pekerjaan.

Program desa pintar ini ditujukan bagi sekitar 5.748 kecamatan di seluruh Indonesia. Lokasi pengadaan layanan internet ini diusahakan di tempat strategis di kecamatan sehingga mudah diakses dan berada dekat dengan lembaga pemerintahan, pendidikan.

Layanan akses internet desa ini digunakan menjadi tempat pengenalan internet dan komputer guna meningkat produktivitas dan pemanfaatan untuk peningkatan ekonomi (seperti kursus, pelatihan atau tempat praktik bagi sekolah-sekolah yang belum mempunyai laboratorium komputer).

Melihat perkembangan ini, sepertinya negeri ini memang sedang berjalan mundur, seharusnya semangat RT/RW Net itu yang diadopsi pemerintah. Bagaimanapun mereka dengan dana dan alat seadanya mampu secara swadaya menyelenggarakan akses internet tanpa bantuan pemodal. (AWE)

Jumat, 19 Maret 2010 | 03:35 WIB

Posisi DNPI Tak Jelas: Perubahan Iklim Sudah Terasa

Mengoordinasikan kegiatan adaptasi, mitigasi, alih teknologi, dan pendanaan untuk mengantisipasi risiko bencana akibat perubahan iklim merupakan tugas Dewan Nasional Perubahan Iklim atau DNPI. Namun, kewenangan itu tidak berjalan karena posisi DNPI tidak jelas.

Sesuai dengan Peraturan Presiden (PP) Nomor 46 Tahun 2008, untuk mengantisipasi bencana akibat perubahan iklim, dibentuklah DNPI. Institusi ini bertugas mengoordinasikan kegiatan adaptasi, mitigasi, alih teknologi, serta pendanaan. Meski demikian, tidak dijelaskan di mana institusi ini dalam struktur tata pemerintahan.

”Sampai sekarang sudah terjadi satu kali pembahasan untuk meletakkan posisi DNPI di bawah Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat,” kata Sekretaris DNPI Agus Purnomo, akhir pekan lalu di Jakarta.

Menurut Agus, kemungkinan DNPI akan berada di bawah Menkokesra. Selama ini alokasi anggaran DNPI masih di bawah Sekretariat Kementerian Lingkungan Hidup.

Dipimpin presiden

Beberapa waktu lalu Ketua Harian DNPI Rachmat Witoelar dalam rapat dengar pendapat di Komisi VII DPR menyatakan, besarnya alokasi dana DNPI pada tahun 2009 sebesar Rp 30 miliar. Dana itu disalurkan melalui Sekretariat Menteri Lingkungan Hidup.

Berdasarkan PP No 46/2008, DNPI dipimpin langsung presiden. Menkokesra dan Menko Perekonomian menjadi Wakil Ketua DNPI. Ketua Harian DNPI Rachmat Witoelar menjabat sekaligus anggota bersama 17 menteri lainnya beserta Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).

Ketidakjelasan posisi DNPI ini menyebabkan tugas-tugas DNPI tidak bisa dilaksanakan secara optimal.

Staf Ahli Menteri Lingkungan Hidup Bidang Lingkungan Global dan Kerja Sama Internasional Liana Bratasida mengatakan, status DNPI semestinya diperjelas.

Beberapa negara, seperti Denmark, Inggris, dan Australia, secara tegas membentuk Kementerian Perubahan Iklim dan Energi. Negara-negara tersebut sangat serius menghadapi dampak perubahan iklim yang sudah terjadi di depan mata dan dampaknya sangat terasa.

”Semestinya kita sekarang juga memerlukan sebuah Kementerian Perubahan Iklim dan Energi atau Kementerian Perubahan Iklim dan Hutan,” kata Liana. (NAW)

Senin, 22 Februari 2010 | 03:04 WIB

Jakarta, Kompas - http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/02/22/03045091/posisi.dnpi.tak.jelas

Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Marke

  | Carbon Policy Lab Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Market Indonesi...