Padahal, masyarakat di daerah sebenarnya sudah lebih dahulu memiliki inisiatif membangun jaringan internetnya sendiri secara lebih murah. Bahkan sudah 14 tahun lalu RT/RW Net diperkenalkan oleh para mahasiswa, tetapi inisiatif yang mencerdaskan bangsa ini sekarang harus berhadapan dengan para pemilik modal.
Lambatnya penyediaan infrastruktur layanan ini mengingatkan pada lelang BWA (broadband wireless access) pada pita frekuensi 2,3 GHz yang sudah diputuskan pemenangnya pertengahan tahun lalu. Pada pita ini dikhususkan untuk layanan tetap, sementara di negara lain merupakan layanan bergerak. Maka, tidaklah mengherankan apabila kemudian sebagian pemenangnya terkesan mengulur-ulur waktu untuk kewajiban pembayarannya.
Pada lelang kali ini, berupa tender USO (Universal Service Obligation) Internet Kecamatan, pemenangnya juga baru diumumkan 12 Maret lalu. Para pemilik modal yang menang kali ini adalah PT Telkom, PT Jastrindo Dinamika, PT Aplikanusa Lintas Arta, dan PT Sarana Insan Muda Selaras, yang terbagi dalam 11 daerah paket pekerjaan.
Program desa pintar ini ditujukan bagi sekitar 5.748 kecamatan di seluruh Indonesia. Lokasi pengadaan layanan internet ini diusahakan di tempat strategis di kecamatan sehingga mudah diakses dan berada dekat dengan lembaga pemerintahan, pendidikan.
Layanan akses internet desa ini digunakan menjadi tempat pengenalan internet dan komputer guna meningkat produktivitas dan pemanfaatan untuk peningkatan ekonomi (seperti kursus, pelatihan atau tempat praktik bagi sekolah-sekolah yang belum mempunyai laboratorium komputer).
Melihat perkembangan ini, sepertinya negeri ini memang sedang berjalan mundur, seharusnya semangat RT/RW Net itu yang diadopsi pemerintah. Bagaimanapun mereka dengan dana dan alat seadanya mampu secara swadaya menyelenggarakan akses internet tanpa bantuan pemodal. (AWE)
Jumat, 19 Maret 2010 | 03:35 WIB
No comments:
Post a Comment