Tuesday, September 7, 2010

Laporan Baru: Pemerhati Lingkungan, Serikat Buruh dan Industri Tampaknya Berkolusi Memperkenalkan Upaya Perlindungan Lingkungan Hidup


Dampaknya adalah kenaikan harga, merugikan produsen di negara berkembang

     
MELBOURNE, Australia, 5 Agustus (ANTARA/PRNewswire-AsiaNet) -- "Berbagai upaya oleh serikat buruh, industri dan kelompok pemerhati lingkungan yang punya kepentingan pribadi untuk memperkenalkan pembatasan dagang tisu toilet akan menaikkan biaya hidup warga biasa Australia," kata Tim Wilson, Direktur Unit Kekayaan Intelektual dan Perdagangan Bebas di Lembaga Urusan Publik hari ini.

     (Logo: http://www.newscom.com/cgi-bin/prnh/20100804/DC46284LOGO)
     (Logo: http://photos.prnewswire.com/prnh/20100804/DC46284LOGO)

     Komentar Bapak Wilson menyusul penerbitan makalah baru, Green Excuses: Collusion to Promote Protectionism? http://sustainabledev.org/wp-content/uploads/2010/08/100805-REPORT-Green-excuses-Collusion-to-promote-protectionism.pdf yang mengkaji pesan dan aktivitas industri, serikat buruh dan kelompok pemerhati lingkungan yang kian konsisten untuk menggunakan pembenaran lingkungan bagi Australia untuk memperkenalkan kembali upaya perlindungan (proteksionisme).

     "Kelompok pemerhati lingkungan, industri dan serikat buruh di manca negara berkolusi untuk mengusulkan upaya perlindungan lingkungan yang akan meningkatkan biaya hidup. Itu tampaknya akan terjadi di Australia," kata Bapak Wilson.

     "Kelompok lingkungan menginginkan lebih sedikit hutan di negara berkembang. Industri menginginkan upaya perlindungan lingkungan untuk memotong jumlah impor yang bersaing. Serikat buruh menginginkan proteksionisme hijau untuk menghentikan impor guna menjamin para pekerja tetap memperoleh pekerjaan dengan gaji tinggi. Namun itu semua akan memerlukan biaya untuk konsumen."

     Contoh-contohnya mencakup:

     - Kampanye Wake Up Woolworths!, yang terutama didanai oleh CFMEU untuk menyuruh Woolworths berhenti menggunakan impor Asia Pulp & Paper dalam produk tisu merek pribadi Selectnya.
     - Tindakan hukum yang diambil olah pabrikan tisu untuk memberlakukan pembatasan dagang terhadap impor diberlakukan.
     - CFMEU menyumbangkan $28.000 kepada Divisi Australia Selatan Partai Buruh Australia pada saat Partai itu mengumumkan akan melarang impor kayu tertentu.

     "Dampak proteksionisme selalu sama - kepentingan pribadi industri membuat laba yang lebih besar dari konsumen karena tekanan yang kurang kompetitif."

     "Dalam tiga puluh tahun terakhir Australia telah meruntuhkan dinding proteksionismenya. Serikat buruh, industri dan kelompok lingkungan sekarang mencoba menggunakan argumen lingkungan untuk menegakkannya kembali."

     "Berbagai upaya untuk mendesak proteksionisme merupakan peringatan bahwa industri tidak selalu ramah terhadap perusahaan bebas," ujar Bapak Wilson.

     Green Excuses: Collusion for Promote Protectionism?http://sustainabledev.org/wp-content/uploads/2010/08/100805-REPORT-Green-excuses-Collusion-to-promote-protectionism.pdf
terdapat di
http://www.sustainabledev.org & http://www.ipa.org.au

     Video yang membahas kesimpulan laporan tersebut terdapat di http://www.sustainabledev.org

     SUMBER: Lembaga Urusan Publik
     KONTAK: Tim Wilson
                    Direktur
                    IP and Free Trade Unit
                    +61 (0) 417 356 165
                    media@sustainabledev.org

Friday, August 27, 2010

Teknologi: Yang Limbah, yang Kuat

Beton pada dasarnya tersusun dari semen, pasir, kerikil, dan air. Ke depan, semakin banyak bangunan diciptakan, semakin besar pula kebutuhan material untuk membuat beton.

Di satu sisi, harga semen semakin tinggi. Proses fabrikasi semen juga menambah pelepasan karbon dioksida di udara. Efek rumah kaca semakin menjadi. Sementara pasir dan kerikil bahan alam juga perlu dihemat. Bahan alternatif perlu dicari. Untuk Indonesia, bahan alternatif harus murah, mudah diperoleh, dan bisa menggantikan fungsi material penyusun beton. Artinya, material alternatif perlu memiliki sifat pengikat seperti semen.

Material yang sudah mulai dikenal adalah limbah atau abu sisa pembakaran batu bara (fly ash) yang dihasilkan dari proses pembangkit listrik tenaga uap atau pembangkit listrik berbahan bakar batu bara milik perusahaan-perusahaan. Para mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), dibimbing para dosennya, memadukan limbah batu bara dengan limbah besi (iron slag) dan limbah tembaga (copper slag).

Dua tim dari Jurusan Teknik Sipil ITS yang menggunakan bahan-bahan alternatif ini mendapat penghargaan dalam Semen Tiga Roda Concrete Competition Award. Kompetisi ini diselenggarakan mulai pertengahan Juli sampai awal Agustus dan diikuti 108 tim dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia.

Tim pemenang pertama terdiri atas tiga mahasiswa semester 7 ITS, yaitu Erlina Yanuarini, Fani Bagus Satria, dan Aditya Irwanto. Mereka memanfaatkan limbah batu bara dan limbah tembaga untuk mengurangi penggunaan semen dan pasir.

Adapun tim lainnya yang terdiri atas mahasiswa semester 5 menjadi pemenang harapan pertama. Tim ini menggunakan bahan limbah batu bara dan limbah besi sebagai bahan alternatif untuk mengurangi semen, pasir, dan kerikil.

Untuk tim pertama, limbah batu bara yang sangat halus, berukuran 45 mikrometer, menggantikan 15 persen semen. Penggunaan limbah batu bara bisa menyubstitusi 15 persen-25 persen semen. Sebab, sifat limbah batu bara hampir seperti semen yang mengikat.

Pada jumlah itu, limbah batu bara meningkatkan durabilitas karena ukuran partikelnya sangat kecil. Pori beton bisa diminimalkan. Karena pori lebih halus, bahan kimia, air, atau udara lebih sulit masuk ke beton. Karena itu, menurut Kepala Laboratorium Beton dan Bahan Bangunan Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan ITS Tavio, beton menjadi lebih awet.

Limbah tembaga, menurut Erlina, porositasnya kecil, sementara kepadatan, kekedapan, dan kekerasannya baik. Butirannya yang pipih, runcing, dan tajam menguntungkan karena pengikatan material semakin baik.
Untuk beton buatan Erlina, Bagus, dan Aditya, limbah tembaga menggantikan 30 persen pasir. Material lainnya adalah batu pecah atau kerikil, Glenium C-351 sebagai bahan kimia pereduksi air, dan air. Semen dan pasir juga tetap digunakan dalam jumlah sedikit.

Dengan komposisi itu, kuat tekan setelah satu hari berkisar 58,85 MPa dan 59,42 MPa, setelah tiga hari 65,25 MPa, dan setelah tujuh hari menjadi 72,88 MPa. Dalam uji kuat tekan oleh tim juri, tiga beton sampel karya tim ini berkuat tekan 75 MPa, 76 MPa, dan 101 MPa.

Biaya pembuatan beton juga bisa ditekan. Beton reguler butuh Rp 755.000 per meter kubik, beton dari limbah batu bara dan tembaga hanya Rp 675.000 per meter kubik.

Untuk beton berbahan limbah besi, menurut Wahyu Candra, harganya juga lebih murah, berkisar Rp 700.000 per meter kubik. Limbah besi ini malah bisa menjadi pengganti pasir dan kerikil.

Limbah besi berukuran 4,76 milimeter bisa menggantikan pasir sampai 40 persen. limbah besi yang menggumpal dan lolos ayak ukuran 3/8 inci-1/4 inci bisa menggantikan kerikil sampai 50 persen. Limbah batu bara juga digunakan sebagai pengganti semen sampai 25 persen. Juga digunakan bahan kimia superplasticizer sebagai pereduksi air.

Dari komposisi itu, Wahyu Candra, Rifdia Arisandi, dan Rachmat Putra menghasilkan beton dengan kuat tekan 50 MPa setelah tiga hari dan 70 MPa setelah tujuh hari. Namun, pada pengukuran juri, hanya berkuat tekan 60 MPa.

Pembuatan beton dengan berbagai alternatif material ini, menurut Kepala Laboran Laboratorium Beton dan Bahan Bangunan ITS Soehardjo, juga bergantung pada komposisi air. Penggunaan air harus optimal dan tidak terlalu banyak.

Silika

Bahan alternatif, seperti limbah besi dan limbah tembaga, menurut Tavio, bisa dimanfaatkan menjadi pembuat beton. Sebab, umumnya limbah pabrik logam mengandung silika yang berdaya ikat. Kendati di udara bebas limbah besi dan tembaga bisa masuk saluran pernapasan dan menimbulkan penyakit, pada beton, partikel umumnya berikatan dengan semen dan air. Semestinya bahan ini tidak berbahaya untuk manusia.

Namun, menurut Tavio, masih perlu penelitian lebih lanjut untuk menguji permeabilitas atau waktu yang diperlukan udara, air, atau bahan kimia untuk meresap dalam pori beton berbahan alternatif ini. Dari uji permeabilitas ini, bisa ditentukan berapa lama usia beton.

Selain itu, perlu pula diteliti keamanan bahan-bahan ini apabila beton melapuk. Tavio menambahkan, penelitian dengan memadukan penggunaan limbah batu bara, limbah besi, dan limbah tembaga juga perlu dilakukan. Saat ini pengajar Jurusan Teknik Sipil ITS masih terus mencari bahan-bahan lain yang bisa menjadi materi alternatif pengganti semen, pasir, dan kerikil.

26 Agustus 2010
Source:http://cetak.kompas.com/read/2010/08/26/02445841/yang..limbah.yang.kuat

Pencemaran Merkuri: Klarifikasi ExxonMobil Ditunggu KLH

Peninjauan Tim Kementerian Lingkungan Hidup di lahan eks bengkel dan gudang ExxonMobil di Gampong Hueng, Kecamatan Tanah Luas, Kabupaten Aceh Utara, 18-20 Agustus, menemukan ratusan kubik tanah terkontaminasi merkuri. Kementerian Lingkungan Hidup menunggu klarifikasi ExxonMobil soal asal-usul merkuri itu.

Deputi Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dan Limbah B3 Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) Imam Hendargo Abu Ismoyo menyatakan, timnya mengebor tanah dengan bor pertanian untuk mengambil sejumlah sampel tanah di lahan eks bengkel dan gudang ExxonMobil. ”Ternyata tanah di lahan berukuran 15 meter x 17,8 meter terkontaminasi merkuri,” kata Imam di Jakarta, Rabu (25/8).

Merkuri itu ditemukan tercampur tanah, dalam wujud berupa buliran-buliran berwarna berkilauan. ”Tim KLH membawa empat sampel tanah dari lokasi itu dan akan diuji di laboratorium. Meski belum ada uji laboratorium dari KLH, kontaminasi merkuri sudah dapat disimpulkan dari banyaknya merkuri yang kasatmata. Merkuri itu ditemukan tercampur dalam tanah, sedikitnya hingga kedalaman 60 cm,” kata Imam.
Dia menyatakan, hingga kemarin pihaknya belum menerima laporan tertulis ExxonMobil Indonesia soal pengelolaan limbah merkuri yang dihasilkan pada produksi gas alam cair di Aceh Utara itu.

Secara terpisah, Vice President of Public Affair ExxonMobil Indonesia Maman Budiman menyatakan, pihaknya akan menyerahkan laporan tertulis tentang pengelolaan limbah merkuri mereka pada hari ini (Kamis, 26/8). ”Kami berkomitmen membantu pemerintah mengusut asal-usul pencemaran merkuri itu. Aktivitas kami di lokasi itu tidak menimbulkan pencemaran merkuri,” kata Maman saat dihubungi, Rabu. (ROW)

26 Agustus 2010
Source:http://cetak.kompas.com/read/2010/08/26/03495110/klarifikasi.exxonmobil.ditunggu.klh

"Bulan Kembar" di Pertengahan Ramadhan

 Langit malam pertengahan bulan, 16 Ramadan 1431 H yang jatuh pada hari Kamis (26/8/2010) dihiasi fenomena astronomis yang unik. Dari sekitar Jakarta, cuaca sangat cerah sehingga bulan purnama kelihatan begitu terang, apalagi ditemani kerlap-kerlip bintang dan planet. Ket.Gbr: Bulan purnama ditemani planet yang bersinar.

Ada yang berbeda malam ini. Selain munculnya bulan penuh, hanya sehari usai purnama kemarin, seperti setiap tengah bulan hijriah lainnya, langit malam beberapa minggu ini juga dihiasi planet-planet yang tergolong sangat terang, seperti Yupiter dan Venus. Kedua planet yang tergolong paling terang di antara planet dan bintang di langit muncul bergantian menemani terangnya bulan.

Fenomena tersebut pantas dijuluki "bulan kembar" meski bulan purnama tentu jauh lebih terang dari planet-planet itu. Andai kebetulan langit cerah dan tak tertutup awan tebal, tak lama setelah Matahari terbenam di ufuk barat, langit malam berganti dihiasi terangnya bulan purnama di timur. Di barat, Venus menampakkan cahayanya yang saking terangnya sampai dijuluki sang bintang Kejora.

Venus tak muncul lama karena ia hanya ada sekitar 90 menit sebelum tenggelam. Namun, tak lama kemudian, dari ufuk barat terbit Planet Yupiter sekitar pukul 20.45 saat jaraknya hanya sekitar 6 derajat di bawah bulan.
Jarak rata-rata Yupiter dan Bulan tampak  kira-kira hanya setengah kepalan tangan saja. Keduanya akan bergerak selaras ke arah barat dan bisa dilihat sepanjang malam sampai waktu sahur sekitar pukul 03.00, Jumat (27/8/2010).

Malam ini Yupiter yang merupakan planet terbesar di tata surya memang terlihat lebih terang. Saat ini kebetulan planet tersebut sedang di posisi perihelium, jarak terdekat dengan Matahari, sehingga terlihat lebih besar dari Bumi.

Dibanding saat aphlium atau jarak terjauh dengan Matahari, yang terjadi tahun 2005, ukurannya terlihat 11 persen lebih besar dan tingkat keterangannya sampai 1,5 kali lipat dilihat dari Bumi.

Tentu fenomena tersebut hanya kebetulan terjadi pada bulan Ramadan kali ini. Namun, keunikan tersebut tentu pantas diamati meski sekadar disaksikan sekilas saja untuk mengingatkan kita terhadap kebesaran Sang Pencipta. Apalagi kalau Anda punya teleskop, peristiwa ini tentu haram dilewatkan. (Space.com)

Proposal Basel: Bank-bank Bangkrut Sebaiknya Tak Ditalangi Lagi

Para pemegang surat utang yang diterbitkan perbankan harus menanggung risiko kerugian. Pemegang surat utang tersebut juga mendapat hak mengonversikan surat utang tersebut menjadi saham dalam kasus bank tersebut kemudian bangkrut.

Demikian salah satu inti dari usulan Komite Basel yang diumumkan baru-baru ini. Proposal itu, antara lain, mengatur permodalan bank dan dinilai sangat penting sebagai bagian dari reformasi sektor finansial.
Demikian dikatakan oleh salah seorang regulator perbankan dari AS, Selasa (24/8). Komentarnya berkaitan dengan proposal yang diajukan Komite Basel untuk memperbaiki sistem finansial dan menghindari krisis lagi.
Dalam sebuah kolom di harian Inggris, Financial Times, Sheila Bair, Ketua Lembaga Penjaminan Simpanan AS (FDIC), mengatakan, penguatan modal perbankan merupakan salah satu bagian krusial dari reformasi finansial.

”Pembersihan neraca perbankan dan aksi memperkuat kualitas serta kuantitas permodalan tidak akan merugikan siapa pun,” tulis Bair. ”Akan tetapi, jika kita gagal melakukan penguatan permodalan, kita membuka kemungkinan terhadap risiko baru pada perekonomian global dan oleh karena itu kita harus siap-siap menyediakan dana untuk krisis berikutnya,” tambah Bair.

Proposal Basel menyatakan bahwa semua instrumen permodalan selain saham biasa dihapusbukukan atau diubah, menjadi kepemilikan saham di bank, jika sebuah bank bangkrut terpaksa dibantu negara atau bank itu terancam kegagalan.

Sebagian pihak berpendapat, proposal tersebut akan merugikan investor seperti pemegang saham lewat bursa saham dan pemegang saham preferen.

Komite Basel untuk Pengawasan Perbankan bertugas menetapkan standar global. Komite itu mengusulkan serangkaian reformasi soal permodalan dan penguatan likuiditas untuk membuat perbankan lebih aman.

Berbiaya mahal

Pengamat mengatakan, ide dasar proposal tersebut hampir dipastikan akan membuat perbankan dibebani biaya lebih besar saat menerbitkan surat utang. Pemaksaan konversi utang menjadi ekuitas dapat membuat surat utang tak laku di pasar atau tidak diminati investor.

”Jika semua utang bank wajib diubah menjadi ekuitas jika terjadi kerugian, perusahaan asuransi dan pembeli surat utang lain tidak berniat lagi memegang surat utang perbankan yang jelas mengandung risiko dan konsekuensi jika bank merugi,” ujar Bob Penn, analis dari Allen & Overy.

Dalam proposal ini, para investor secara tidak langsung dituntut untuk lebih bertanggung jawab dalam mengatasi kerugian yang diderita bank. Ketika krisis merebak, biasanya pemerintah menggunakan dana dari para pembayar pajak untuk menalangi sektor perbankan. Sekarang keadaannya dibalik, tanggung jawab lebih berada pada pemegang saham.

”Harus ada sebuah instrumen yang membuat bank harus mampu menanggung kerugian,” ujar Nout Wellink, Ketua Komite Basel, juga Gubernur Bank Sentral Belanda. Pada krisis lalu, sejumlah bank, termasuk Royal Bank of Scotland, Llyods, hingga ABN AMRO dan Fortis di Belanda serta UBS di Swiss, menadahkan tangan kepada pemerintah atau sebagian dinasionalisasi untuk mendapatkan suntikan modal dari pemerintah. (Reuters/FT/joe)

25 Agustus 2010
Source:http://cetak.kompas.com/read/2010/08/25/03002490/bank-bank.bangkrut..sebaiknya.tak.ditalangi.lagi

Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Marke

  | Carbon Policy Lab Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Market Indonesi...