Monday, February 7, 2011

Waspadai Belanja Via Internet

MARAK toko di dunia maya yang menawarkan harga menggiurkan tak langsung berarti kemudahan. Kanit Cyber Crime Direktorat II Ekonomi Khusus Mabes Polri, Kombes Sulistyo mengingatkan, penipuan toko-toko tersebut bukan terjadi hanya satu-dua kali. Polri menerima aduan semacam ini hingga ratusan dalam setahun, mulai dari tertipu Rp4 juta-Rp200 juta, bahkan hingga mancanegara. 

"Ini cyber fraud, penipuan lewat internet. Yang benar itu kan kalau transaksi lewat internet, kirim uang lewat rekening, kemudian barang dikirim sesuai permintaan, itu yang benar. Tapi kalau yang penipu, kirim uang langsung goodbye, selesai, jangan harap," papar Sulistyo ditemuiMedia Indonesia di ruang kantornya di Mabes Polri belum lama ini. "Modusnya pintar. Dia kasih harga lebih murah. Otomatis orang lebih tertarik, padahal nggak dapat apa-apa, uang itu hilang." 

Modus website toko-toko palsu ini, kata Sulistyo, ada dua. Modus yang pertama ialah bahwa toko tersebut benar-benar rekaan semata. "Satu lagi dia benar-benar aspal. Jadi perusahaan itu terdaftar di Departemen Perdagangan, tapi dia nggak produksi. Dia buka di internet, ini lho perusahaan saya lengkap izinnya semuanya macam-macam, kan tertarik orang. Nanti kalau misalnya kirim barang ke luar negeri, pake ini lho trontonnya apa, kapalnya apa. sesudah orang tertarik, kirim uang, begitu dicek, tokonya ada, tapi nggak usaha di bidang itu. Duit ilang," ujarnya. 

Mabes Polri sebagai kantor tertinggi Kepolisian Indonesia sengaja mengkhususkan diri dalam laporan aduan penipuan dengan korban luar negeri dan antar wilayah Polda. Sepanjang 2010, Mabes Polri menerima 210 laporan semacam itu. Angka tersebut sebenarnya sudah sedikit lebih baik daripada 2009, yakni 225 kasus. 

Di 2010, yang berhasil menjadi laporan (LP) hanya 18 saja. Yang berhasil berkasnya dilengkapi sehingga menunggu sidang di pengadilan berjumlah tujuh, namun awal bulan ini berhasil ditambahkan empat lagi. Sementara itu, yang berkasnya berhasil dilimpahkan tahap dua baru lima. Namun, tak banyak kasus yang dapat diselesaikan dalam setahun. 

"Setahun ini segini laporanya di gudang, tapi paling berapa yang bisa kita jadikan LP," kata Sulistyo sambil mencontohkan tumpukan berkas setinggi sekitar setengah mter. "Di 2010 yang selesai empat (karena) minimnya personel. Kita juga banyak (tangani) yang lain lagi." 

Selain minimnya personel, Sulistyo juga megeluhkan repotnya menangani kejahatan lintas negara. "Korban mengadunya ke KBRI-KBRI kita di sana (luar negeri). KBRI hubungi (Divisi) Hubinter, NCB (National Crime Bureau Interpol), NCB terusin ke kami. Kami bikin laporan informasi, sidik. Sudah diduga ini tersangkanya dari nomor rekening dan lain-lain, baru kita hubungi korban di luar negeri. Susah banget nih modalnya gede. Mereka kan cuma bikin laporan pengaduan. Kalau pun misalnya kita sudah tahu tersangkanya siapa, kita nggak bisa tangkap langsung soalnya LP (laporan) belum ada, berita acara pemeriksaan saksi korban belum ada, terpaksa harus terbang ke sana," ungkapnya. 

Kesulitan soal jarak dan biaya pun belum seberapa. Pasalnya, mengatasi kejahatan cyber juga perlu kerja sama berbagai instansi. Tentu jadi hal mudah jika semua bekerja sama. Tapi bagaimana jika tidak? Sulistyo mengatakan, salah satu yang sulit ditembus merupakan server Blackberry di Kanada. 

"Kita kan harus punya partner kerja, koordinasi yang baik, dengan provider, dengan Telkom untuk bisa pembelanjaan handphone ini milik siapa, kemudian website, IP addressnya milik siapa, ini semuanya kan dengan mereka-mereka itu," jelasnya. "Tapi kalau Blackberry, kita hubungan ke Amerika. Mereka cuma cepat untuk kasus teroris, pornografi, dan narkoba. Cepat itu hitungan bulan ya, sebulan lah. Soalnya kan harus ada surat, biasanya mesti dari Kabareskrim dulu." 

Yang sulit lagi, lanjut Sulistyo, kalau IP Address yang digunakan sang penipu bodong alias tak jelas atas nama siapa. KTP yang dipakai untuk mendaftarkan IP Address tersebut merupakan KTP palsu untuk membuat rekening. 

"Kita pernah ada laporan. Begitu lihat ini atas nama siapa, KTPnya dikejar, dia bilang 'Saya nggak tahu Pak, ini saya kemarin KTP dipinjam orang saya dikasih sejuta.' Ditanya, kenal orangnya atau ngga, 'Nggak kenal.' Selesai," ungkapnya. 

Kasus cyber crime seperti ini, menurut Sulistyo, makan waktu ketika proses penyelidikan. Penyelidikan paling cepat ditempuh satu setengah bulan. Setelah itu, proses berikutnya akan berlangsung lebih cepat. Pasalnya, kejahatan semacam ini biasanya hanya melibatkan seorang tersangka, "Dia bekerja sendiri, manajemen tukang baso. Semuanya dia olah sendiri. paling dia minta suruhan pegawainya untuk mengambil uang di bank. Tapi, semua tersangka ini ahli IT." 

Salah satu kasus yang menarik yang saat ini sedang ditangani pihaknya merupakan kasus pembelian kertas dari Qatar. Seorang penipu yang sampai saat ini belum tertangkap menjual kertas dengan harga miring, menipu calon pembeli hingga Rp200 juta. 

"Tapi pintar, sampel kertasnya dikirim satu rim, jadi korbannya percaya dong. Kan pakai modal juga dia kirim satu rim sampel. Begitu korban percaya, dia bilang kurang, minta dikirim lagi Rp 200 juta. Setelah itu orangnya menghilang," kata Sulistyo. 

Oleh karena itu, Sulistyo menghimbau agar calon pembeli toko online tidak mudah percaya terhadap harga menggiurkan. "Ya jangan mudah percaya dulu. Mungkin bisa cari dulu orang yang sudah beli di sana, benar ada apa tidak. Jangankan beli jauh-jauh, sudah kenal saja masih bisa ketipu," pungkasnya.(*/X-12)


04 Februari 2011
Source:http://www.mediaindonesia.com/read/2011/02/02/200898/270/115/Waspadai-Belanja-Via-Internet

Alamat Internet Habis, Bagaimana Selanjutnya?

 Isu akan habisnya IPv4 sudah bergaung di kalangan pelaku internet beberapa tahun terakhir ini. Berbagai kalkulasi dilakukan, dan hingga pertengahan tahun lalu, habisnya freepool IPv4 di IANA (Internet Assigned Numbers Authority) diperkirakan pada sekitar pertengahan tahun 2011 ini.
Alokasi IP Address di dunia diatur oleh IANA, dan di bawahnya ada pembagian lima wilayah berdasarkan geografi. Indonesia bernaung di bawah Asia Pacific Network Information Centre (APNIC) yang berpusat di Australia.
1 Februari 2011, IANA mengabulkan permintaan APNIC dan memberikan 2 blok /8 terakhirnya. Dan, inilah saat habisnya freepool IPv4 di IANA. Memang, masih ada 5 blok /8 lagi yang disimpan IANA, tetapi blok tersebut segera dibagikan secara merata ke setiap wilayah: Asia Pasifik, Amerika Utara, Amerika Latin, Afrika, dan Eropa. Lima blok terakhir ini juga akan dialokasikan ke pengguna dengan tata cara yang jauh lebih ketat dari sebelumnya dan jumlah maksimal yang jauh lebih kecil.
"Ini adalah sejarah besar dalam perkembangan internet di dunia meskipun telah diantisipasi jauh hari sebelumnya," ucap Raúl Echeberría, Direktur Number Resource Organization (NRO), yang merupakan perwakilan resmi lembaga pengelola IP Address di tiap wilayah. "Masa depan internet adalah IPv6. Semua komponen yang terkait harus melakukan langkah nyata untuk segera menggunakan IPv6," ujarnya.
Habisnya IPv4 ini memang merupakan pukulan yang cukup berat untuk sebagian besar negara di kawasan Asia Pasifik. "Kawasan ini merupakan wilayah dengan populasi terbesar di dunia dan memiliki pertumbuhan ekonomi yang pesat. Hampir semua negara sedang mengembangkan infrastruktur internetnya dengan pesat." kilah Geoff Huston, Chief Scientist APNIC.
Kendala yang dihadapi
Ada beberapa kendala yang akan dihadapi dengan habisnya freepool IPv4 ini.
Pertama, penyedia infrastruktur dan jaringan akan sulit untuk memberikan alokasi IP publik ke pelanggan baru. Terpaksa dilakukan penggunaan IP private dengan proses penerjemahan alamat. Secara umum memang pelanggan bisa mengakses internet, tetapi ada beberapa aplikasi khusus yang menuntut adanya koneksi langsung menjadi tidak bekerja. Membuat ISP baru akan menjadi hal yang hampir mustahil dilakukan jika tidak tersedia alokasi IPv4 yang baru.
Kedua, di sisi penyedia server, adanya penambahan IP publik adalah syarat mutlak untuk menambahkan server. Server konten yang bertujuan untuk diakses banyak pengunjung dari internet membutuhkan IP publik. Tidak tersedianya IP publik secara langsung akan menghambat perkembangan industri konten.
Lakukan sekarang
Bagi penyedia konten, pemilik jaringan yang besar, kampus, bank, dan berbagai institusi yang memiliki jaringan serta konten internet, masih ada sedikit waktu untuk segera meminta alokasi IPv4 sekaligus langsung menjalankan IPv6.
Ada banyak keuntungan apabila kita memiliki IPv4 sendiri. Kita bisa berlangganan ke lebih dari satu ISP dan melakukan load balance serta sekaligus fail over untuk beberapa tautan upstreamtersebut. Kita juga lebih fleksibel untuk berpindah ISP karena tidak perlu mengubah alamat IP karena alamat IP yang kita gunakan memang dialokasikan secara permanen ke kita, tidak tergantung pada pinjaman IP dari ISP.
Untuk penyedia konten seperti perbankan, memiliki IP sendiri juga lebih baik dari sisi keamanan. Jika dilakukan whois pada alamat IP tersebut, data yang tercantum adalah identitas institusi kita sendiri, bukan ISP tempat kita berlangganan.
Institusi yang ingin mendapatkan alokasi IPv4 bisa menghubungi Indonesia Network Information Center (IDNIC) di web www.idnic.net atau e-mail hostmaster@idnic.net
Migrasi ke IPv6
Di masa depan, IPv6 adalah jawaban pasti atas masalah habisnya IPv4 ini. IPv6 menjanjikan jumlah yang jauh lebih banyak. Jika IPv4 hanya berjumlah 4,3 milyar IP, IPv6 berjumlah 4 triliun triliun triliun triliun IP. Sungguh perbedaan jumlah yang sangat signifikan.
Selain itu, IPv6 juga menjanjikan protokol keamanan yang lebih baik karena protokol keamanannya bersifat bawaan, tidak seperti IPv4 yang bersifat opsional.
Semua pihak yang terkait dengan penggunaan jaringan dan IP Address diharapkan saat ini juga mulai melakukan migrasi ke IPv6. Dalam beberapa waktu mendatang, IPv4 dan IPv6 berjalan bersamaan (dual-stack) hingga satu saat nanti kita bisa sepenuhnya menikmati penggunaan IPv6.
Penulis: Valens Riyadi, Kabid National Internet Registry Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia

Friday, February 4, 2011

BI belum akan perketat beleid cashback

Bank Indonesia (BI) belum berencana mengetatkan aturan pemberian cashback oleh perbankan. Alasannya, ketentuan dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) tentang tidak masuknya cashback tunai dalam jenis simpanan yang dijamin, sudah cukup tegas.

Menurut BI, penegasan LPS bisa menjadi rambu bagi perbankan agar menciptakan produk simpanan yang sesuai dengan aturan penjaminan, namun tetap menarik untuk nasabah. Difi A. Johansyah, Kepala Biro Hubungan Masyarakat (Humas) BI berkeyakinan, perbankan tetap mengindahkan aturan tersebut tanpa menunggu penegasan aturan dari BI selalu pengawas langsung bank.

Alih-alih mengetatkan pengawasan bank yang merupakan wewenangnya, otoritas perbankan ini menilai, aturan LPS tersebut sejatinya lebih ditujukan ke masyarakat. "Agar nasabah bank tidak lagi terbiasa menuntut bunga tinggi atau fasilitas lebih dari bank ketika menyimpan uang," ujar Difi, Senin (31/1).

Difi menceritakan, dari pengalaman beberapa bank selama ini, kebanyakan nasabah sendiri yang memaksa bank tersebut agar memberikan berbagai macam insentif, mulai dari suku bunga tinggi hingga pemberian hadiah-hadiah sebagai imbalan penyimpanan uang mereka. Dus, persoalannya tidak hanya terletak pada bank.

Bankir tak keberatan

BI sendiri memilih menggiring bank agar meningkatkan efisiensi dalam operasional mereka dengan aturan-aturan yang telah disiapkan. Seperti aturan pengumuman suku bunga dasar kredit bank (prime lending rate).

Selain itu, menurut Gubernur BI Darmin Nasution, BI juga masih mengkaji langkah lanjutan termasuk pemberian hadiah bagi nasabah dan pelaksanaan benchmarking. Sayang, BI masih belum memberikan bentuk aturannya.

Sumber KONTAN di perbankan menuturkan, BI tidak akan berani melarang bank memberikan hadiah, termasuk pelarangan cashback tunai kepada nasabah. Pasalnya, otoritas perbankan ini berkepentingan menjaga industri perbankan. "Makanya, BI tidak mau mencampuri urusan bank terlalu jauh," ujarnya.

Jika cashback tunai dan hadiah sampai dilarang maka akan sulit bagi bank kelas menengah juga kecil bersaing menjaring dana pihak ketiga (DPK). Maklum, sudah menjadi rahasia umum, trik utama bank kecil membetot DPK adalah dengan cara ini. Adapun bank besar dengan jaringan infrastruktur lebih kuat, akan unggul menarik DPK, tanpa terlalu jorjoran memberi insentif.

Direktur Utama Bank Bukopin Glen Glenardi menilai, penegasan aturan dari BI diperlukan agar bank tidak semakin jorjoran berebut dana dengan cara tidak sehat. "Pemberian hadiah dan cashback itu yang memulai adalah bank-bank besar. Diatur saja agar persaingan bisa lebih fair," ungkapnya.

Ketua Umum Perhimpunan Bank Umum Nasional (Perbanas) Sigit Pramono juga senada. "Kalau mau dibatasi, ya kami ikuti saja," katanya.

01 Februari 2010
Source:http://keuangan.kontan.co.id/v2/read/keuangan/57909/BI-belum-akan-perketat-beleid-cashback

LPS tak menjamin simpanan plus cashback tunai

Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) akhirnya menegaskan, status nasabah yang menerima hadiah atau cashback dari perbankan. LPS tetap menjamin simpanan milik nasabah, asalkan hadiah yang diterima bukan uang tunai. Atau, jika berupa barang atau voucher, si nasabah tidak menerimanya secara rutin.

Penegasan ini tertuang dalam Peraturan Lembaga Penjamin Simpanan Nomor 2/PLPS/2010 tentang program penjaminan simpanan. Lewat beleid yang dirilis pada Desember 2010 lalu ini, LPS hendak mengakhiri kesimpangsiuran status nasabah yang menerima hadiah secara tidak wajar dari bank. Yang dimaksud tidak wajar, nilai hadiah yang diterima melebihi bunga penjaminan LPS.

 Pada aturan lama, kategori simpanan tak layak bayar masih bersifat umum. LPS hanya menetapkan simpanan tidak layak bayar apabila menerima bunga di atas LPS rate atau menerima keuntungan tidak wajar, sehingga ikut menyebabkan bank menjadi tidak sehat. Apa definisi menerima keuntungan tidak wajar, tidak terlalu jelas.

Kesimpangsiuran itu menimbulkan persoalan hukum. Contoh terakhir, kasus nasabah Bank IFI. LPS menolak membayar sebagian rekening karena menilai nasabah menerima hadiah secara berlebihan.

Di sisi lain, nasabah merasa tidak tahu bahwa menerima hadiah bisa menyebabkan simpanan menjadi tak layak bayar. Kasus itu hingga kini bergulir di pengadilan.

Kepala Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Firdaus Djaelani menerangkan, cashback berupa uang tunai tidak dijamin karena LPS memperhitungkannya sebagai bunga. Sementara hadiah dari program penghimpunan dana, LPS menilainya sebagai biaya promosi, bukan bunga. "Kami akan mempersoalkan jika cashback berupa barang diberikan sebulan sekali," ujarnya, Rabu (26/1).

Direktur Ritel Banking Bank Mega Kostaman Thayib mengatakan, kebijakan ini tidak menyentuh akar persoalan. Pasalnya, permasalahan perbankan dalam pemberian cashback adalah tingginya biaya dana untuk mendapatkan dana masyarakat. "Harusnya yang diatur berapa besaran maksimal dari cost of fund," ujarnya. Tentu ini menjadi kewenangan BI.

Kostaman menilai, bila besaran cost of fund tak diatur, mungkin saja ada bank yang melakukan undian dalam jumlah besar sehingga membuat biaya membengkak. "Aturan ini sifatnya mengatur bagaimana cara bank berpromosi," tambahnya.

Wakil Direktur Utama Bank Jasa Jakarta Lisawati sependapat dengan Firdaus. Menurutnya, pemberian cashback dalam uang tunai harus dilarang karena mempengaruhi biaya dana secara langsung. Sementara, undian tidak akan memberatkan bank karena tidak semua nasabah akan memperoleh hadiah.

27 Januari 2011
Source:http://keuangan.kontan.co.id/v2/read/keuangan/57515/LPS-tak-menjamin-simpanan-plus-cashback-tunai

Wednesday, February 2, 2011

Sistem Transaksi Menggunakan Handphone dengan Teknologi Near Field Communications (NFC): Keluar ke Pasar Tahun 2011

Kalau kita lihat sejarah transaksi pembayaran, awalnya dulu sebelum ada kemudahan elektronika seseorang harus mengambil uang dahulu ke bank dengan mengantri di loket sehingga sebaiknya mengambil uang untuk pemakaian selama jangka waktu tertentu mengingat usaha yang lumayan untuk mengambil sejumlah uang. Dengan adanya anjungan tunai mandiri (ATM) dimana-mana usaha untuk mengambil uang menjadi ringan sehingga seseorang cukup mengambil uang untuk jangka waktu pendek. Selain itu ATM mengurangi resiko pemegang uang dari kejahatan pencurian/perampokan/dan lain-lain karena uang yang diambil biasanya lebih sedikit jika dibandingkan dengan mengambil uang di loket bank.

Dengan berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi (TIK), munculah alat pembayaran baru elektronika yang menjadi popular di Indonesia seperti kartu kredit dan kartu debit. Kedua jenis pembayaran tersebut menggunakan kartu pintar yang digosokkan ke terminal pembayaran di toko-toko ketika membayar. Kartu pintar dapat menggantikan uang fisik yang biasanya disimpan di dompet sehingga pengguna kartu pintar dapat terhindar dari tindak kejahatan dan juga pengguna mendapatkan kemudahan, yaitu tidak perlu mengambil uang ke bank atau ATM dan menyimpan di dompet. Tentunya sistem pembayaran dengan kartu pintar tersebut harus memiliki sistem keamanan yang menjamin uang pengguna tidak diambil oleh pihak yang tidak berhak dan juga tidak ada pihak yang mengklaim pembayaran yang tidak pernah dilakukan pengguna. Tanpa adanya penjaminan sistem keamanan pada sistem pembayaran dengan kartu pintar, pengguna tidak akan berminat untuk menggunakannya.

Pada saat ini, selain dompet wajib hukumnya membawa handphone dalam berpergian. Ini memberikan ide bagi inovator untuk menggabungkan dompet dan handphone. Sudah ada layanan inovatif dari mobile provider untuk melakukan pembayaran menggunakan sms maupun mobile Web. Sebuah konsorsium dari produsen-produsen raksasa handphone di dunia akhirnya bekerja sama untuk membuat produk baru untuk menggabungkan dompet dengan handphone dengan nama Near Field Communications (NFC).

Sebenarnya NFC adalah pengembangan dari teknologi kartu Radio Frequency IDentification (RFID). RFID ini memiliki bentuk dan fungsi yang sama seperti kartu ATM bedanya adalah kartu RFID tidak perlu digosok (contactless) sehingga kartu RFID tidak perlu dikeluarkan dari dompet dalam proses pembayaran, pengguna cukup mendekatkan dompetnya ke terminal pembayaran (atau disebut reader). Di Indonesia kartu RFID sudah banyak digunakan, contohnya: e-Toll untuk pembayaran otomatis gerbang toll, gelang (RFID tag, bukan berbentuk kartu) yang digunakan sebagai pengganti tiket di taman-taman hiburan.

Teknologi NFC pada handphone selangkah lebih maju daripada teknologi RFID dimana pada handphone ditanamkan NFC chip yang dapat bertindak sebagai kartu RFID dan juga sebagai reader sekaligus dengan radius jangkauan pendek (kurang dari 10cm). Teknologi NFC pada handphone betul-betul dapat menggantikan dompet dimana dapat mengeluarkan uang dan juga menerima uang dari dan ke sesama pengguna NFC. Selain untuk pembayaran teknologi NFC dapat digunakan sebagai pengganti KTP, SIM, kartu mahasiswa, dan lain-lain, kartu absen, dan lain-lain.

Direncanakan tahun 2011 ini akan muncul berbagai produk handphone ternama yang dilengkapi teknologi NFC. Produk handphone pertama dengan teknologi NFC yang sudah dipasarkan di Eropa dan Amerika adalah Samsung Nexus S, dilengkai NFC controller chip produk NXP (Philips) yaitu PN544. Dimana Philips adalah produsen ternama untuk kartu RFID. Samsung Nexus S menggunakan operating system Android versi Gingerbread yang didukung oleh Google. Google sendiri sudah mempersiapkan berbagai aplikasi untuk teknologi NFC pada handphone.

Banyak lelucon tentang mesin cetak yang bekerja keras 24 jam penuh untuk memproduksi jumlah uang yang sangat banyak untuk mendanai pengeluaran yang sangat besar. Namun di sisi lain, penggunaan uang tunai secara fisik sedang menurun di seluruh dunia, karena pembayaran non-tunai sedang meningkat popularitasnya. Meskipun menurut para ekonom jumlah uang meningkat, jumlah uang kertas yang disimpan orang di dompet, cenderung menurun. Hal ini terlihat dari meningkatnya jumlah transaksi kartu kredit dan debit di seluruh dunia. Para analis meramalkan bahwa tiga wilayah teratas dalam pembayaran mobile adalah Timur Jauh termasuk Cina, Eropa Barat dan Amerika Serikat, yang secara keseluruhan akan menguasai lebih dari 70 persen pangsa pasar pembayaran mobile dalam basis transaksi kotor di tahun 2013.

Kami dari NFC research group di School of Electrical Engineering & Informatics, Institut Teknologi Bandung sedang giat-giatnya melakukan penelitian untuk membangun Sistem Transaksi Menggunakan Mobile Phone dan Teknologi NFC dengan bantuan dana dari Program Insentif, Kementrian Negara Riset dan Teknologi. Tujuan dari penelitian ini adalah menghasilkan sistem transaksi dengan teknologi NFC pada handphone untuk micropayment (pembayaran dengan jumlah kecil, contohnya: angkot, warung, kantin, dan lain-lain) dan macropayment (pembayaran dengan jumlah lebih besar, contohnya: supermarket, minimarket, restoran, berbagai toko, dan lain-lain). Sistem transaksi ini haruslah sangat aman untuk pengguna, penjual, dan industri keuangan sehingga uang pengguna tidak dapat berkurang/bertambah tidak semestinya; penjual mendapatkan uang pembayarannya yang seharusnya; dan industri keuangan tidak kehilangan uangnya dan tidak harus membayar yang tidak semestinya.

Penulis: Emir Husni, Dosen School of Electrical Engineering & Informatics, Institut Teknologi Bandung


Source:http://teknologi.kompasiana.com/terapan/2011/01/27/sistem-transaksi-menggunakan-handphone-dengan-teknologi-near-field-communications-nfc-keluar-ke-pasar-tahun-2011/

Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Marke

  | Carbon Policy Lab Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Market Indonesi...