Monday, February 7, 2011

Waspadai Belanja Via Internet

MARAK toko di dunia maya yang menawarkan harga menggiurkan tak langsung berarti kemudahan. Kanit Cyber Crime Direktorat II Ekonomi Khusus Mabes Polri, Kombes Sulistyo mengingatkan, penipuan toko-toko tersebut bukan terjadi hanya satu-dua kali. Polri menerima aduan semacam ini hingga ratusan dalam setahun, mulai dari tertipu Rp4 juta-Rp200 juta, bahkan hingga mancanegara. 

"Ini cyber fraud, penipuan lewat internet. Yang benar itu kan kalau transaksi lewat internet, kirim uang lewat rekening, kemudian barang dikirim sesuai permintaan, itu yang benar. Tapi kalau yang penipu, kirim uang langsung goodbye, selesai, jangan harap," papar Sulistyo ditemuiMedia Indonesia di ruang kantornya di Mabes Polri belum lama ini. "Modusnya pintar. Dia kasih harga lebih murah. Otomatis orang lebih tertarik, padahal nggak dapat apa-apa, uang itu hilang." 

Modus website toko-toko palsu ini, kata Sulistyo, ada dua. Modus yang pertama ialah bahwa toko tersebut benar-benar rekaan semata. "Satu lagi dia benar-benar aspal. Jadi perusahaan itu terdaftar di Departemen Perdagangan, tapi dia nggak produksi. Dia buka di internet, ini lho perusahaan saya lengkap izinnya semuanya macam-macam, kan tertarik orang. Nanti kalau misalnya kirim barang ke luar negeri, pake ini lho trontonnya apa, kapalnya apa. sesudah orang tertarik, kirim uang, begitu dicek, tokonya ada, tapi nggak usaha di bidang itu. Duit ilang," ujarnya. 

Mabes Polri sebagai kantor tertinggi Kepolisian Indonesia sengaja mengkhususkan diri dalam laporan aduan penipuan dengan korban luar negeri dan antar wilayah Polda. Sepanjang 2010, Mabes Polri menerima 210 laporan semacam itu. Angka tersebut sebenarnya sudah sedikit lebih baik daripada 2009, yakni 225 kasus. 

Di 2010, yang berhasil menjadi laporan (LP) hanya 18 saja. Yang berhasil berkasnya dilengkapi sehingga menunggu sidang di pengadilan berjumlah tujuh, namun awal bulan ini berhasil ditambahkan empat lagi. Sementara itu, yang berkasnya berhasil dilimpahkan tahap dua baru lima. Namun, tak banyak kasus yang dapat diselesaikan dalam setahun. 

"Setahun ini segini laporanya di gudang, tapi paling berapa yang bisa kita jadikan LP," kata Sulistyo sambil mencontohkan tumpukan berkas setinggi sekitar setengah mter. "Di 2010 yang selesai empat (karena) minimnya personel. Kita juga banyak (tangani) yang lain lagi." 

Selain minimnya personel, Sulistyo juga megeluhkan repotnya menangani kejahatan lintas negara. "Korban mengadunya ke KBRI-KBRI kita di sana (luar negeri). KBRI hubungi (Divisi) Hubinter, NCB (National Crime Bureau Interpol), NCB terusin ke kami. Kami bikin laporan informasi, sidik. Sudah diduga ini tersangkanya dari nomor rekening dan lain-lain, baru kita hubungi korban di luar negeri. Susah banget nih modalnya gede. Mereka kan cuma bikin laporan pengaduan. Kalau pun misalnya kita sudah tahu tersangkanya siapa, kita nggak bisa tangkap langsung soalnya LP (laporan) belum ada, berita acara pemeriksaan saksi korban belum ada, terpaksa harus terbang ke sana," ungkapnya. 

Kesulitan soal jarak dan biaya pun belum seberapa. Pasalnya, mengatasi kejahatan cyber juga perlu kerja sama berbagai instansi. Tentu jadi hal mudah jika semua bekerja sama. Tapi bagaimana jika tidak? Sulistyo mengatakan, salah satu yang sulit ditembus merupakan server Blackberry di Kanada. 

"Kita kan harus punya partner kerja, koordinasi yang baik, dengan provider, dengan Telkom untuk bisa pembelanjaan handphone ini milik siapa, kemudian website, IP addressnya milik siapa, ini semuanya kan dengan mereka-mereka itu," jelasnya. "Tapi kalau Blackberry, kita hubungan ke Amerika. Mereka cuma cepat untuk kasus teroris, pornografi, dan narkoba. Cepat itu hitungan bulan ya, sebulan lah. Soalnya kan harus ada surat, biasanya mesti dari Kabareskrim dulu." 

Yang sulit lagi, lanjut Sulistyo, kalau IP Address yang digunakan sang penipu bodong alias tak jelas atas nama siapa. KTP yang dipakai untuk mendaftarkan IP Address tersebut merupakan KTP palsu untuk membuat rekening. 

"Kita pernah ada laporan. Begitu lihat ini atas nama siapa, KTPnya dikejar, dia bilang 'Saya nggak tahu Pak, ini saya kemarin KTP dipinjam orang saya dikasih sejuta.' Ditanya, kenal orangnya atau ngga, 'Nggak kenal.' Selesai," ungkapnya. 

Kasus cyber crime seperti ini, menurut Sulistyo, makan waktu ketika proses penyelidikan. Penyelidikan paling cepat ditempuh satu setengah bulan. Setelah itu, proses berikutnya akan berlangsung lebih cepat. Pasalnya, kejahatan semacam ini biasanya hanya melibatkan seorang tersangka, "Dia bekerja sendiri, manajemen tukang baso. Semuanya dia olah sendiri. paling dia minta suruhan pegawainya untuk mengambil uang di bank. Tapi, semua tersangka ini ahli IT." 

Salah satu kasus yang menarik yang saat ini sedang ditangani pihaknya merupakan kasus pembelian kertas dari Qatar. Seorang penipu yang sampai saat ini belum tertangkap menjual kertas dengan harga miring, menipu calon pembeli hingga Rp200 juta. 

"Tapi pintar, sampel kertasnya dikirim satu rim, jadi korbannya percaya dong. Kan pakai modal juga dia kirim satu rim sampel. Begitu korban percaya, dia bilang kurang, minta dikirim lagi Rp 200 juta. Setelah itu orangnya menghilang," kata Sulistyo. 

Oleh karena itu, Sulistyo menghimbau agar calon pembeli toko online tidak mudah percaya terhadap harga menggiurkan. "Ya jangan mudah percaya dulu. Mungkin bisa cari dulu orang yang sudah beli di sana, benar ada apa tidak. Jangankan beli jauh-jauh, sudah kenal saja masih bisa ketipu," pungkasnya.(*/X-12)


04 Februari 2011
Source:http://www.mediaindonesia.com/read/2011/02/02/200898/270/115/Waspadai-Belanja-Via-Internet

No comments:

Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Marke

  | Carbon Policy Lab Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Market Indonesi...