SEBUAH UNIT PENYELAMAT DAN ALAT KONTROL ASET KARTU KREDIT
by Leonard T. Panjaitan (ex collector)
Bisnis kartu kredit merupakan bisnis “recehan” yang banyak diminati oleh industri perbankan saat ini. Sebagai salah satu produk retail yang menguntungkan, banyak kalangan dunia perbankan telah lama terjun ke kancah industri kartu kredit dan bahkan saat ini pun beberapa bank pemerintah mulai menapakkan kakinya di jalur bisnis ini. Selain profit yang menggiurkan bagi bank penerbit kartu kredit, fasilitas produk ini sangat bermanfaat banyak bagi para pemegang kartu kredit. Kemudahan dalam berbelanja, penarikan uang tunai, transfer dana, service-service lainnya serta pembayaran yang fleksibel adalah keuntungan “esoteris” yang memperlancar aktivitas dan usaha para customer.
Terlepas dari profit dan benefit yang sangat menjanjikan ini, industri kartu kredit sarat dengan risiko-risiko bisnis yang cukup kompleks. Ketiadaan collateral atau jaminan dari pemegang kartu kredit ini membuat bank penerbit kartu kredit harus semakin hati-hati mengelola portofolio bisnisnya. Salah satu dampak risiko yang setiap hari dihadapi oleh penerbit kartu kredit adalah default –kegagalan card holder membayar hutang- dan keterlambatan pembayaran. Untuk itu dalam struktur bank penerbit kartu kredit biasanya terdapat suatu unit pengelolaan risiko finansial yang dinamakan unit collection. Unit ini merupakan alat perusahaan yang bertugas untuk menagih, mengelola dan meyelamatkan aset kartu kredit berupa piutang perusahaan kepada para nasabahnya. Piutang ini lazimnya disebut outstanding credit atau net receivables. Selain menagih hutang para nasabah, para collector atau staff collection juga berperan menjadi penasehat keuangan dari para nasabah agar kelancaran pembayaran kartu kreditnya tetap terjaga.
Warning Signal (Tanda Peringatan)
Sebagai sebuah unit penagihan dan penyelamat aset kartu kredit, unit collection diberikan tanggungjawab signifikan untuk mencegah agar portofolio bisnis tidak mengalami financial loss yang bermuara pada bad debt (kredit macet). Oleh sebab itu mekanisme kerja yang dilakukan oleh unit collection atau para collector adalah dengan mengingatkan pemegang kartu secara rutin lewat telepon (dunning),
BUCKET | Sep-02 | | Okt-02 | |
| Acct | Amount | Acct | Amount |
CURRENT | 428.054 | 682.399.530.618 | 442.203 | 701.550.637.651 |
1-29 DPD ( X-Day) | 23.046 | 43.321.936.067 | 24.350 | 45.694.879.687 |
30-59 DPD | 7.713 | 13.658.170.957 | 8.408 | 15.508.144.535 |
60-89 DPD | 4.281 | 8.414.089.279 | 5.151 | 9.540.004.954 |
90-119 DPD | 3.722 | 8.110.915.380 | 3.575 | 7.286.128.275 |
120-149 DPD | 3.216 | 7.868.662.627 | 3.231 | 7.349.808.992 |
150-179 DPD | 2.566 | 6.468.370.767 | 2.571 | 6.566.681.230 |
180 DPD | 1 | - | 1 | 2.558.793 |
P/L MTD | 2.784 | 6.677.239.664 | 837 | 5.137.805.292 |
P/L YTD | 14.046 | 33.945.456.823 | 16.329 | 39.083.262.115 |
ENR (Business to date) | 472.599 | 770.241.675.695 | 489.490 | 793.498.844.117 |
RECOVERY (Year to date) | 12.148.241.910 | | 15.138.241.910 | |
Recovery Rate | | 35,79% | | 38,73% |
NET FLOW Rate | | | | |
CURRENT TO X - DAYS | 6,64% | | 6,70% | |
X TO 30 DPD | | 35,37% | | 35,80% |
30 TO 60 DPD | | 64,70% | | 69,85% |
60 TO 90 DPD | | 86,12% | | 86,59% |
90 TO 120 DPD | | 90,07% | | 90,62% |
120 TO 150 DPD | | 83,41% | | 83,45% |
150 TO WO | | 81,66% | | 79,43% |
| | | | |
Delinquency Rate | 4,69% | 6,05% | 4,85% | 6,13% |
| | | | |
Dalam melaksanakan kerjanya unit collection biasa melakukan klasifikasi atau penggolongan account dari pemegang kartu berdasarkan bucket atau periode waktu tertentu di mana c/h (card holder) tidak membayar kewajibannya setelah tanggal jatuh tempo (date past due - dpd) atau dengan kata lain bahwa bucket adalah penggolongan atau kelompok kredit bermasalah seperti dalam bank pada umumnya. Dalam hal ini date past due bisa 1 s/d 29 hari, 30 s/d 179 hari sejak tanggal jatuh tempo. Melalui penggolongan account-account ini maka unit collection dapat lebih mudah menyelamatkan dan mengelola risiko secara terpadu dan berdasarkan prioritas. Sekarang mari lihat table tersebut di atas, dalam tabel tersebut terdapat unsur-unsur penting seperti bucket, ENR (end net receivables), P/L (profit and loss) atau write off (hapus buku), net flow serta delinquency rate. Dari semua item tersebut yang menjadi indicator utama dalam mengukur kinerja bisnis kartu kredit dari aspek risiko ini adalah delinquency, net flow, dan recovery rate. Adapun penjelasan dari indicator-indicator collection sbb :
v Delinquency Rate
Indicator ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana tingkat potensi kredit bermasalah yang diderita
oleh bank penerbit kartu kredit. Sebagai contoh (data bulan Oktober 2002), Delinquency Rate =
([Jumlah Amount 30 dpd s/d 179 dpd] / ([Total Outstanding atau ENR] – [Write Off])) * 100 %
Delinquency rate = (Rp. 46.250.767.986 / (Rp. 793.498.844.117 – Rp. 39.083.262.115)) * 100 %
= 6,13 %
Dari kasus ini bisa kita simpulkan bahwa potensi kerugian yang mungkin diderita oleh bank penerbit kartu kredit sebesar 6,13 % dari total kredit yang diberikan kepada nasabahnya. Untuk mengurangi potensi kerugian ini dapat dilakukan dengan cara menurunkan amount-amount di bucket 30 dpd s/d 150 dpd melalui penagihan yang maksimal dan efektif sekaligus mengharapkan adanya kenaikan pemakaian dari account-account yang sehat atau lancar (current).
v Net Flow Rate
Net Flow Rate adalah tingkat perpindahan account dari bucket (kelompok kredit bermasalah) yang lebih muda ke bucket yang lebih tua. Asumsi kita adalah bahwa pada dasarnya kebanyakan account berpindah dari bucket yang lebih muda ke bucket yang lebih tua. Sebagai contoh : (data bulan Oktober 2002)
à Flow rate dari x-days ke 30 dpd = 35, 80 %
Ini berarti 35,80 % outstanding dari account-account yang ada di kelompok x-days pada September 2002 mengalami flow menuju kelompok 30 dpd di bulan Oktober 2002. Data ini memberi gambaran bahwa flow rate dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas penagihan pada setiap bucket atau kelompok kredit bermasalah. Dengan demikian akan ada feed back, sinergi dan kerja sama setiap tim collection baik itu yang berada dalam kelompok front-end (x-days), midrange (30 s/d 89 dpd), hardcore (90 s/d 179 dpd) maupun recovery (write off) untuk memperkuat penagihan sehingga account-account yang mengalami flow dapat dilempar atau di-draw back (dikuras) ke bucket yang sehat (current). Semakin kecil flow rate pada setiap bulan menandakan kinerja collection yang bagus dan solid yang bermuara pada kualitas portofolio kartu kredit yang semakin sehat.
v Write Off dan Recovery rate
Write off adalah jumlah kredit macet dalam kelompok 180 dpd yang dihapusbukukan. Sementara Recovery rate adalah tingkat pengembalian/pelunasan dari kredit yang macet itu. Dalam table di atas kita bisa memonitor perkembangan jumlah account write off dan recovery baik secara bulanan maupun tahunan. Jumlah angka write off ini mempengaruhi net credit loss
a. Delinquency rate = 6 % (max) c. Potential loss rate (a + b) = 10 % (max)
b. Net credit loss rate = 4 % (max) d. Collectibility = 100 % - 10 % = 90 %
Dari data-data yang disajikan di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa unit collection cukup memegang peranan yang signifikan sebagai salah satu alat kontrol aset bisnis kartu kredit. Sinyal-sinyal yang diperlihatkan dalam sistem pelaporan collection melalui kuantitas dan persentase tertentu harus dapat menjadi pedoman para decision maker untuk lebih berhati-hati dalam melakukan ekspansi portofolionya. Fungsi-fungsi kerja baik dalam penagihan dan penyelamatan aset portofolio harus diimbangi dengan komunikasi bisnis yang intensif dan harmonis antara para collector dengan pemegang kartu kredit sehingga para nasabah yang sedang bermasalah dengan keuangannya dapat lebih memperhatikan kewajibannya. Di lain pihak perlu dipikirkan oleh manajemen untuk membuat suatu insentif bulanan bagi para collector agar lebih terpacu lagi dalam meng-collect tagihan para pemegang kartu kredit. Dalam hal tertentu pekerjaan collection cukup monoton dan membosankan, oleh karenanya membentuk lingkungan kerja yang harmonis dan peningkatan motivasi kerja harus menjadi perhatian manajemen secara serius dan seksama.
No comments:
Post a Comment