Tuesday, October 13, 2009

Telkomsel Flash "Lemot", Pelanggan Gemas

Winursieto, salah seorang karyawan swasta, kian gemas dengan koneksi internet Telkomsel Flash yang digunakannya. “Sudah sebulan ini internetnya lemot. Mau buka blog saja susahnya setengah mati,” keluhnya. Padahal, sudah setahun lamanya Winur menggunakan Telkomsel Flash paket unlimited 2 gigabyte (GB) seharga Rp 125.000 sebulan.

Dari sejumlah media, Winur baru mengetahui kalau Telkomsel memangkas bandwidth layanan internet dari sebelumnya 2 GB menjadi 500 megabyte (MB). “Ini sangat tidak adil, karena Telkomsel tidak memberi tahu sebelumnya kepada kami. Sebagai konsumen, saya merasa sangat dirugikan,” ucapnya.

Jika tidak ada penjelasan dan perubahan yang dilakukan Telkomsel, Winur berencana mengganti Telkomsel Flash dengan penyedia internet dari operator lain. “Malas kalau dibohongi. Padahal, saya termasuk pelanggan setia,” katanya.

Tidak hanya Winur yang merasa dirugikan. Ratusan pelanggan Telkomsel Flash lain juga meradang. Mereka mengungkapkan kekesalannya melalui sejumlah forum di internet. Bahkan, tidak sedikit dari mereka yang memutuskan untuk berhenti jadi pelanggan Telkomsel Flash. Buktinya adalah dengan menunjukkan scanner penutupan nomor pelanggan.

Kemarahan pelanggan Telkomsel Flash itu memang beralasan. Pemangkasan kuota bandwidth Telkomsel Flash ini sudah dilakukan per 1 September 2009. Misalnya saja, untuk paket Basic, pelanggan diberi kuota 500 MB dengan kecepatan maksimum 256 kilobyte per second (kbps), paket Advance 1 GB kecepatan maksimum 512 kbps, serta paket Pro kecepatan maksimum 3,6 megabyte per second (Mbps) untuk 2 GB. Sebelumnya, ketiga paket tadi sama-sama punya kuota 2 GB.

Bila penggunaan melebihi kuota, pelanggan tidak dikenai biaya tambahan. Tapi, secara otomatis kecepatan internet akan berubah. Sebagai contoh, paket Pro menjadi 128 kbps dan paket Basic serta Advance menjadi 64 kbps.

Soal manajemen trafik

Telkomsel sudah menjelaskan tindakannya ini beberapa waktu lalu. “Pemberlakukan (pemotongan bandwidth) ini didasarkan pada data perilaku pengguna Telkomsel Flash, yakni 60 persen rata-rata menggunakan data 500 MB per bulan,” jelas Manajer Data and Broadband Service Telkomsel Arief Pradetya, dalam rilis yang dikirim ke media-media.

Direktur Utama Telkomsel Sarwoto Atmosutarno tidak mau menjelaskan lebih jauh pernyataan tersebut. Dia hanya bilang, pemotongan bandwidth lebih disebabkan oleh masalah manajemen trafik. “Sejumlah pelanggan Flash menggunakan internet Flash melebihi kuota sepanjang siang dan malam. Akibatnya, jaringan penuh,” jelas Sarwoto.

Menurut Sarwoto, kasus Telkomsel ini hampir serupa dengan kasus yang dialami anak usaha Indosat, yakni IM2, beberapa waktu lalu.

Waktu itu, jaringan IM2 sempat ngadat, karena melonjaknya trafik pengguna internet. Akibatnya, Indosat menghentikan penjualan IM2 di daerah yang trafik internetnya sangat tinggi. Hanya saja, “Untuk saat ini, kami belum memiliki data lengkap daerah-daerah mana saja yang trafiknya mengalami lonjakan tinggi,” ujar Sarwoto. Sampai sekarang, Sarwoto bilang, pihaknya sedang melakukan pendataan terkait hal itu.

Pihak Telkomsel sendiri baru akan memberikan penjelasan yang lebih lengkap setelah melakukan pertemuan dengan Departemen Komunikasi dan Informasi (Depkominfo) atau Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI).

“Mohon maaf, kami belum bisa menjelaskan panjang lebar di media. Tunggu saja, tidak ada yang ditutup-tutupi, kok,” janji Sarwoto kepada KONTAN.

Sementara itu, anggota BRTI Heru Sutadi menganggap bahwa kebijakan yang diambil Telkomsel ini tidak tepat. Lebih lagi, beberapa waktu yang lalu, Telkomsel sudah membeli lisensi 3G dari 5 megahertz (MHz) menjadi 10 MHz. ”Semestinya, dengan penambahan itu Telkomsel sudah memiliki jaringan internet yang memadai bagi pelanggan,” katanya.

Urung melapor ke polisi

Selain dari regulator, komentar miring juga diungkapkan oleh Indonesia Telecommunication Users Group (IdTUG).

Sekretaris Jenderal IdTUG Muhammad Jumadi menyayangkan tindakan sepihak Telkomsel tersebut. “Itu tidak boleh. Jelas-jelas melanggar kontrak dan merugikan konsumen,” tegas Jumadi.

Tidak hanya sebatas kata-kata, pada 28 September 2009, lembaga swadaya masyarakat ini pun sudah melayangkan somasi untuk menuntut penjelasan atas kebijakan sepihak Telkomsel dalam waktu tiga kali 24 jam. Sayangnya, somasi ini tidak direspons secara baik oleh Telkomsel. “Suratnya memang sudah dibalas, namun Telkomsel tidak memiliki alasan jelas untuk pemotongan kuota tersebut,” kata Jumadi.

Jumadi bilang, IdTUG sebenarnya berencana melaporkan tindakan Telkomsel ini kepada pihak kepolisian, dengan delik penipuan. Hanya saja, rencana ini ditunda karena kabarnya bakal ada pertemuan antara pelanggan Flash, Telkomsel, dan BRTI. “Nah, kami masih menunggu niat baik Telkomsel,” ujar Jumadi.

Sebagai catatan saja, saat ini pelanggan Telkomsel Flash mencapai 1,2 juta pihak. Jika dihitung, angka tersebut mengalami peningkatan sebesar 500 persen ketimbang tahun sebelumnya. Adapun sampai akhir tahun 2009 ini, Telkomsel menargetkan akan menggaet sekitar 2 juta pelanggan Flash. (Barratut Taqiyyah,Yudo Widyanto/Kontan)




SELASA, 13 OKTOBER 2009 | 10:02 WIB

Prospek IPTV di Indonesia melalui Benchmark Internasional*)



I.             Latar Belakang

IPTV adalah singkatan dari Internet Protocol Television yang merupakan layanan program televisi yang bersifat interaktif dengan bantuan jaringan internet pita lebar (broadband). Menurut Peraturan Menkominfo No.30/PER/M.KOMINFO/8/2009 istilah IPTV (dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai Televisi Protokol Internet) disebutkan IPTV adalah teknologi yang menyediakan layanan konvergen dalam bentuk siaran radio dan televisi, video, audio, teks, grafik, dan data yang disalurkan ke pelanggan melalui jaringan protokol internet yang dijamin kualitas layanannya, keamanannya, kehandalannya, dan mampu memberikan layanan komunikasi dengan pelanggan secara 2 [dua] arah atau interaktif dan real time dengan menggunakan pesawat televisi standar.

Dalam pengertian yang sederhana IPTV merupakan layanan TV berbayar (paid subscriber) yang ditransmisikan melalui jaringan Internet Protocol (IP). IPTV dapat ditonton di rumah melalui peralatan penerima TV dengan tambahan sebuah Set Top Box (IP-STB) sebagai salah satu komponen utama. Berbeda dengan TV Internet seperti yang biasa disaksikan di situs-situs seperti YouTube, IPTV merupakan jaringan tertutup yang hanya dapat diakses oleh mereka yang berlangganan saja.


IPTV sebagai suatu produk telekomunikasi berbasis IP sejatinya lahir dari kecanggihan era digital saat ini. IPTV merupakan salah satu bentuk konvergensi (penyatuan) layanan telekomunikasi dan industri komputer yang memadukan kecanggihan dan sekaligus kenyamanan buat konsumer. Di dunia pada mulanya produk IPTV berkembang pada tahun 2007 seiring dengan layanan video upload di YouTube, situs jejaring sosial MySpace, Facebook, dan lain sebagainya.

Selain menyajikan program-program TV interaktif dengan gambar berkualitas maka terdapat pula anekaragam layanan IPTV yakni sbb: Electronic Program Guide, Broadcast/Live TV, Pay Per View, Personal Video Recording, Pause TV, Video on Demand, Music on Demand (Walled Garden), Gaming, Interactive advertisement, dan T-Commerce [1].

II.          Konvergensi Telekomunikasi

Dalam bukunya “The World is Flat”, Thomas L Friedman mengatakan bahwa dunia itu datar. Pendataran ini disebabkan karena konvergensi dari alat telekomunikasi seperti ponsel dengan internet yang didukung dengan jaringan pita lebar sehingga memungkinkan manusia dimana saja dapat berhubungan secara langsung melalui teknologi 3 G/3,5 G seperti video conference, web-camera, VOIP dan sebagainya. Hal ini dapat terjadi mengingat alat telekomunikasi sudah sangat bersifat mobile dan tidak tidak perlu lagi menggunakan jaringan kabel panjang seperti layaknya telepon di rumah. Oleh karenanya era sekarang disebut wireless (nirkabel) sehingga alat telekomunikasi dapat menyatukan pekerjaan, tempat dan kebutuhan manusia secara cepat dan tepat dengan biaya murah. Inilah era konvergensi dunia yang membentuk dunia ini menjadi datar.

Bahkan telekomunikasi saat ini sedang mengalami perubahan fundamental dari mode tradisional yang berbasis voice, messaging dan datacom ke dalam fitur-fitur campuran yang bersifat “use-cases” (pemakaian sesuai kebutuhan) yang kemudian jasa atau layanan tradisional tersebut diolah dengan fitur-fitur multimedia seperti Internet dan video content. Semuanya mengacu pada besarnya keinginan konsumer terhadap kenyamanan layanan.

Lebih jauh lagi, banyak pelanggan terutama generasi millennial yang lahir antara tahun 1980-an mulai memikirkan “apabila saya bisa mempunyai fitur-fitur ini dalam satu screen komputer, mengapa saya tidak bisa mendapatkan pada jenis fitur yang lainnya?” Pertanyaan seperti ini keluar karena generasi mereka disebut dengan net-gen (internet generation) dimana mereka tumbuh dan berkembang dalam periode teknologisasi. Hal inilah yang seringkali dikatakan oleh para pengamat bahwa anak-anak jaman sekarang sudah mengalami konvergensi layanan teknologi, yang bagi mereka perubahan ini bagaikan udara. Oleh sebab itu proses konvergensi telekomunikasi saat ini dapat digambarkan sbb:
Gbr.1 Multi-Platform View of Convergence



III.       Ruang Lingkup IPTV

Ruang lingkup layanan IPTV di Indonesia yang diatur dalam regulasi Peraturan Menkominfo No.30/2009 pasal 7 adalah sbb:
a)            layanan penyiaran (pushed services), yaitu layanan berupa siaran televisi baik itu siaran yang diterima oleh pelanggan sesuai jadwal aslinya (linier) maupun siaran yang diterima oleh pelanggan pada waktu penerimaan yang diaturnya sendiri (non linier), serta layanan Pay per View.
b)            layanan multimedia (pulled services dan interactive services), yaitu layanan yang penyalurannya diberikan berdasarkan permintaan dari pelanggan.
c)            layanan transaksi elektronik.
d)           layanan akses internet untuk kepentingan publik.
Sementara itu, produk teknologi seperti IPTV ini berbeda dengan program video streaming yang disiarkan melalui internet. IP di sini berarti suatu metode pengiriman informasi TV melalui suatu jaringan IP yang aman dan bisa dikelola oleh suatu service provider, termasuk bandwidth dan aspek keamanan informasinya. Hal tersebut memungkinkan penonton menikmati layanan entertainment yang sangat memuaskan dengan kualitas siaran yang terjamin. IPTV berkembang pesat di kawasan Eropa dan Amerika, dan beberapa negara Asia, antara lain karena sifat-sifat layanannya yang personal, ada dimana saja, dengan kualitas gambar dan suara yang prima, serta mempunyai nilai jual yang tinggi.
Untuk melihat secara sekilas cara kerja IPTV dapat digambarkan sebagai berikut:
Gbr.2 IPTV Video Market Tracking Service




Di lain pihak penggunaan alat STB (Set-up Box) yang dipakai secara umum di dunia adalah sbb:
Gbr. 3: Konfigurasi: Hybrid STB dengan Dual Input




Source: Copyright © 2009 MRG, Inc.
Konfigurasi dual input hybrid STB dalam Gbr.3 adalah yang paling lazim dipakai dalam broadcast inputs yakni a.l: Satellite (DTH), Cable (QAM) or Terrestrial (DTT/DVB-T). 
Gbr.4 Konfigurasi: Hybrid Cable STB dengan Kabel Internal Modem





Source: Copyright © 2009 MRG, Inc.
Gbr.4 adalah Coax input tunggal untuk IP dan layanan broadcast yang juga sering dipergunakan.  



Gbr.5 Konfigurasi: Pure IPTV STB dengan External Gateway





Source: Copyright © 2009 MRG, Inc.
           
IV.       Kondisi Global Saat ini

Penyelenggaran layanan IPTV di dunia saat ini masih didominasi oleh Negara-negara maju (seperti Eropa dan AS) serta beberapa negara dari kawasan Amerika latin dan Asia. Menurut data yang dilansir dari Multimedia Research Group sampai dengan bulan Maret 2009 terdapat 718 perusahaan penyedia layanan IPTV di seluruh dunia. Data sbb:

Table.1 Jumlah Service Provider IPTV menurut kawasan[2]
Kawasan
September 2007
Maret 2008
September 2008
Maret 2009
Asia
94
102
105
106
Eropa
133
148
155
169
Amerika Utara
341
358
357
359
Lain-lain
52
68
64
84
Grand Total
620
674
681
718

Dari data table.1 di atas maka prospek perkembangan layanan IPTV dari tahun ke tahun semakin meningkat. Sejak September 2007 hingga Maret 2009 terdapat peningkatan jumlah penyelanggara IPTV sebesar 16%. Hal ini menggambarkan bahwa konvergensi telekomunikasi merupakan peluang bisnis yang cerah bagi era digital saat ini khususnya di dunia internasional. Dari table.1 di atas, masih menurut MRG di tahun 2007 terdapat 13,5 juta pelanggan IPTV di seluruh dunia. Sementara menurut data Deittberner[3] jumlah negara yang menyediakan layanan IPTV yakni sbb: Perancis, Hong Kong, Spanyol, Italia, Belanda, Belgia, Maroko, Russia, Inggris, Swedia, Amerika Serikat. Namun hingga tahun 2008, menurut  Broadband World Forum Asia yang berbasis di Hong Kong diperkirakan lebih dari 15 juta pelanggan IPTV di seluruh dunia. Sementara untuk segmen koneksi broadband internet telah terdaftar sekitar 370 juta orang pelanggan.

Menurut para peneliti diperkirakan hingga akhir tahun 2012 akan terdapat 69 juta pelanggan IPTV di seluruh dunia yang mana tingkat pertumbuhannya dari tahun 2008 hingga 2012 berkisar 52%[4] per tahun. Dengan jumlah pelanggan potensial sebesar itu maka di dunia ini akan industri IPTV akan menggantikan secara drastis TV analog.

V.          Pertumbuhan IPTV Pada Pasar Global

MRG memprediksikan bahwa jumlah pelanggan IPTV secara global akan bertambah dari sebesar 26,7 juta di tahun 2009 menjadi 81 juta di tahun 2013 dengan pertumbuhan akumulatif sebesar 32% per tahun. Sementara itu jumlah pelanggan DSL akan bertambah dari 242,7 juta di tahun 2008 menjadi 401 juta di tahun 2012 dengan pertumbuhan akumulatif sebesar 13% per tahun. Ini dikarenakan pelanggan DSL adalah basis utama dari pelanggan IPTV di dunia. Lihat Gbr.6 di bawah ini (Data terbagi dalam 4 zona, yakni Asia, Eropa, Amerika Utara dan zona lain-lain) :
                           Gbr.6 Jumlah Pelanggan IPTV secara Global




Sebaliknya dalam hal pendapatan, MRG juga memprediksikan bahwa pasar IPTV global adalah sebesar US$ 6,7 miliar di tahun 2009 dan akan bertumbuh menjadi US$ 19,9 miliar di tahun 2013 dengan pertumbuhan rata-rata 31% per tahun. Sampai tahun 2013, Eropa dan Amerika Utara akan menghasilkan share yang lebih besar dari pendapatan global tersebut dikarenakan adanya ARPU (Average Revenue per User) yang rendah di China dan India, dimana kedua negara ini paling tinggi pertumbuhannya di Asia. Lihat Gbr.7 di bawah ini (Data terbagi dalam 4 zona, yakni Asia, Eropa, Amerika Utara dan zona lain-lain):
                        Gbr.7 Global IPTV Service Revenue Forecast



VI.       Kondisi Indonesia Saat ini

Untuk pangsa pasar di Indonesia, industri IPTV masih dalam tahap uji coba meskipun sudah berlaku efektif sejak ditetapkannya Peraturan Menkominfo No.30/PER/M.KOMINFO/8/2009 tanggal 19 Agustus 2009. Dalam Permen ini ditegaskan bahwa penyelenggara Internet Protokol Television  (IPTV) Indonesia diwajibkan berbentuk konsorsium yang beranggotakan minimal dua badan hukum dan memiliki izin. Saat ini baru PT. Telkom yang nampaknya serius untuk terjun ke industri IPTV di tanah air. Menurut Vice President Public and Marketing Communication Telkom, Eddy Kurnia[5] Telkom menaruh minat untuk terjun di bisnis layanan IPTV mengingat berbagai alasan, di antaranya sbb:
a.       Kesiapan infrastrukur Telkom dalam mendukung pengembangan IPTV.
b.      In-line dengan strategi dan tranformasi bisnis Telkom, terutama dalam kaitan menumbuhkan bisnis baru (grow new wave).
c.       IPTV bisa menjadi wahana (vehicle) yang efektif untuk merevitalisasi bisnis fixed line yang sedang mengalami fase menurun (declining).

Sementara itu untuk potensi pelanggan IPTV di Indonesia, sepanjang yang kami ketahui belum ada data akurat yang pernah dipublikasikan namun apabila kita mengacu kepada jumlah pelanggan selular sebagai basis perhitungan maka potensinya termasuk besar untuk digarap. Jumlah pelanggan telepon seluler pada saat ini kurang lebih 81.834.590[6] pelanggan, dimana tingkat teledensitas mencapai 36,39 %, diikuti kemudian tingkat pertumbuhan pelanggan telepon seluler sebesar 28,26 % per tahun.

Di segmen TV berbayar maka secara umum bisnis televisi berbayar di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup baik. Hal ini ditunjukkan dengan jumlah pelanggan yang terus bertambah, jika pada 2003 tercatat baru 204 ribu pelanggan, maka pada 2007 sudah melonjak menjadi 596 ribu pelanggan. Peningkatan jumlah pelanggan ini terutama didorong oleh masuknya pemain-pemain baru ke dalam bisnis ini. Saat ini penetrasi pasar diperkirakan masih relatif kecil atau kurang dari 2 %. Pasar yang cukup besar ini mendorong investor untuk masuk ke dalam bisnis TV berbayar ini, menjadikan bisnis TV berbayar di Indonesia semakin semarak sebab masyarakat akan lebih memiliki alternatif hiburan pilihan lebih banyak lagi.

VII.    Prospek Layanan IPTV di Indonesia

Untuk mengetahui potensi pasar IPTV di Indonesia maka kita perlu menengok sekilas industri TV berbayar di tanah air. Hal ini disebabkan peta pasar IPTV belum terukur hingga saat ini. Sebagaimana perlu diketahui bahwa Indonesia memiliki jumlah total rumah tangga sebanyak 57 juta pada 2005,  dengan populasi televisi sekitar 40 juta televisi.  Sementara itu, pasar potensial pelanggan TV berbayar di Indonesia  mencapai sekitar  12 juta, atau sekitar 30% dari populasi televisi. Pada 2007[7], pelanggan berbasis satelit diperkirakan mencapai 75% dari total pelanggan TV berbayar di Indonesia atau sekitar 452.372 pelanggan. Sisanya 25% atau sekitar 143.703 pelanggan merupakan pelanggan berbasis kabel.

Sebagai suatu studi kasus singkat maka Telkom dapat dijadikan benchmark lokal. Hal ini mengingat kesiapan infrastruktur Telkom itu sendiri yang sudah broadband-ready. Untuk jaringan IPTV yang akan digarap oleh PT.Telkom maka Telkom dapat memanfaatkan 8,7 juta kabel jaringan telepon tetap (fixed telephone) yang tersedia di seluruh Indonesia. Setidaknya, tersedia 5 juta kabel untuk digunakan sebagai jaringan IPTV, yang selama ini disiapkan buat jaringan broadband Speedy. Dari segi peluang pasar, IPTV berpotensi cukup besar. Di Indonesia, diperkirakan sekitar 10 juta orang adalah pemilik TV yang tinggal di kota-kota besar. Ini merupakan merupakan target pasar IPTV. Dari 10 juta pemilik TV tersebut, 95 ribu diantaranya telah memanfaatkan layanan broadband Speedy.

Konsep layanan IPTV yang dapat dikemas oleh perusahaan sekelas Telkom adalah konsep triple play services, yang mencakup layanan sbb:
a.       Suara (VoIP)
b.      Multimedia (Pay TV)
c.       Akses broadband
Paket tersebut adalah semacam bundling service dengan tiga layanan sekaligus. Sementara untuk tarif berlangganan IPTV masih belum jelas. Namun, sebagai gambaran, tarif harga langganan untuk TV kabel satelit yang ada saat ini berkisar Rp 300 ribu/bulan. Tarif ini belum termasuk perlengkapan decoder yang harganya sekitar Rp 1 juta. Menurut sumber di Telkom[8] sekitar 24 kota besar sudah bisa mengakses IPTV melalui jaringan kabel telepon ataupun kabel listrik. Pada tahap awal, IPTV akan diprioritaskan kepada pelanggan yang memiliki akses Speedy tak terbatas (unlimited), yang jumlahnya 20%-25% dari total pelanggan Speedy. Memang IPTV ini masih tergolong niche market. Tetapi, dalam beberapa tahun ke depan semua ISP atau pun operator selular akan bisa mengaksesnya. Sebab, tren teknologi dan layanan telekomunikasi akan banyak didominasi pemanfaatan jaringan IP karena kemampuan konvergensinya yang tinggi serta investasinya yang jauh lebih efisien dibanding jaringan konvensional.

Sementara itu untuk operator lain diluar Telkom terutama penyedia jasa data berbasis MPLS (Multi Protocol Label Switching), mereka pun dapat masuk ke dalam pasar IPTV. Pasalnya, layanan itu hanya butuh peranti STB dan infrastruktur berupa jaringan fiber optic. Atau, setidak-tidaknya kabel telepon yang mampu melewatkan bandwidth besar dengan error yang kecil.
-Penulis adalah tim MTEL UMB Angkatan V-
*) Dalam rangka Tugas Mata Kuliah “Telekomunikasi Berbasis IP”; Dikerjakan oleh Kelompok I (Kel.Wireless) Angkatan V MTel UMB, dengan anggota sbb:
1.       Boni Binoba (NIM: 55409110003)
2.       Leonard T. Panjaitan(NIM: 55409110012)
3.       Slamat Iman Santosa (NIM:……………..)
4.       Zainul Mufid (NIM: 55409110020)


[2] http://www.mrgco.com/TOC_IPTV_MLR0309.html, diakses tanggal 28 September 2009.
[4] http://www.afterdawn.com/news/archive/13375.cfm, diakses tanggal 28 September 2009
[7] http://www.datacon.co.id/Internet2008Ind%20TVcable.html, diakses pada tanggal 29 September 2009
[8] Muhammad Awaluddin, VP Public and Marketing Communication Telkom dalam interview di media massa awal Januari 2009.

Monday, October 12, 2009

Kaspersky Tak Gentar Produknya Dibajak

Yogyakarta - Sebagai salah satu produsen anti virus terkemuka, produk anti virus dari Kaspersky kemungkinan sering dibajak. Namun Eugene Kaspersky selaku pendiri Kaspersky mengaku tak gentar, antara lain karena konsumen sudah kian menyadari manfaat membeli produk yang legal.

"Memakai anti virus ilegal berisiko bagi konsumen. Lebih baik membeli yang legal dan terjamin kualitasnya," tukas Kaspersky usai memberi kuliah umum di hadapan mahasiswa UGM, Sabtu (11/10/2009).


Selain itu, Kaspersky menilai sulit bagi penjahat membajak produknya. Sebab, produk Kaspersky dibekali berbagai tingkat pengamanan sehingga kemungkinan, ongkos produksi yang dikeluarkan akan terlalu besar.

Namun bukan berarti Kaspersky tinggal diam terhadap pembajakan. Selain melakukan berbagai langkah untuk membendungnya, mereka juga mengharapkan peran otoritas untuk mengantispasi pembajakan yang jadi masalah umum di industri software.

Kuliah Bahaya Dunia Cyber

Dalam kesempatan yang sama, Eugene Kaspersky juga memberi kuliah umum bertajuk 'Taking the Responsibility of the Internet' di Grha Sabha Pramana yang dihadiri ratusan mahasiswa UGM. Pria ramah ini menguak bahaya kejahatan cyber yang kian meroket.

"Penjahat cyber saat ini profesional, punya motivasi dan berpengalaman. Mereka mengincar uang yang banyak beredar melalui dunia maya," tukas Eugene.

Selain itu, smartphone juga bakal jadi incaran para penjahat cyber. Ini karena di samping semakin tingginya adopsi smartphone, kian banyak juga transaksi keuangan yang dilangsungkan melalui ponsel pintar ini.

"Semua ponsel nantinya akan jadi pintar. Ini memicu semakin banyak malware yang dikembangkan untuk menyerang smartphone," tutur CEO Kapsersky Lab ini.

Malware pun saat ini telah jadi komoditas bisnis. Tak jarang produsen malware meminjamkan programnya untuk dipakai jaringan kriminal. Ini membuat pengguna internet terancam sehingga memerlukan solusi keamanan memadai.
( fyk / fyk )

11 Oktober 2009
Source:http://www.detikinet.com/read/2009/10/11/130929/1219353/323/kaspersky-tak-gentar-produknya-dibajak

Sunat Kuota Bandwidth Flash: Dirut Telkomsel Dilaporkan ke Polisi

Jakarta - Ancaman IdTUG (Indonesia Telecommunication Users Group) yang akan melaporkan Dirut Telkomsel ke pihak berwajib terkait pengurangan kuota fair usage dan bandwidth layanan Telkomsel Flash akhirnya bukan isapan jempol belaka.

Melalui Ketua Bidang Advokasi dan Legal IdTUG, Denny AK, SH, telah dibuat laporan ke kepolisian dengan terlapor Dirut Telkomsel Sarwoto Atmosutarno atas dugaan tindak pidana pelanggaran UU RI No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen serta UU RI No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi

Sebelumnya, IdTUG telah melakukan somasi kepada operator seluler terbesar di Indonesia itu tertanggal 28 September 2009, dan telah dijawab oleh Telkomsel dengan Surat No.039/LG.01/LC-00/IX/2009 tertanggal 30 September 2009.

"Namun jawaban somasi tersebut tidak ditindaklanjuti sampai batas yang kami berikan, sementara akumulasi kerugian pelanggan atas kebijakan tersebut akan semakin besar," ujar Denny dalam keterangan pers yang dikutip detikINET, Senin (12/10/2009).

Sementara pernyataan dari VP Interkoneksi dan Regulator Telkomsel Yoseph Garo dalam suatu wawancara di detikINET pada 2 Oktober 2009 dinilai bertentangan dengan kebijakan perusahaan yang telah dipublikasikan tentang penurunan kuota ini.

"Kami juga mengetahui bahwa Telkomsel telah mengumumkan penundaan pemberlakuan kebijakan ini hingga akhir Oktober 2009 dan memberlakukannya pada 1 November 2009. Namun kami menganggap Telkomsel telah mengabaikan hak pelanggan tentang kepastian pelayanan, tidak menyelesaikan persoalan ini dengan baik dan tuntas. Oleh karena itu, cukup alasan bagi kami untuk melaporkan masalah ini ke Kepolisian Republik Indonesia," tegas Deni.

Pengurangan kuota fair usage dan bandwidth Flash sejatinya telah diberlakukan per 1 September 2009 lalu. Dimana untuk Paket Basic, pelanggan diberi kuota 500 MB dengan kecepatan maksimum 256 kbps, Paket Advance 1 GB kecepatan maksimum 512 kbps, serta Paket Pro kecepatan maksimum 3,6 Mbps untuk 2 GB.

Jika penggunaan melebihi kuota secara otomatis kecepatan menjadi internet biasa. Paket Pro menjadi 128 kbps dan paket basic serta advance menjadi 64 kbps.
( ash / faw )

12 Oktober 2009
Source:http://www.detikinet.com/read/2009/10/12/075139/1219569/328/dirut-telkomsel-dilaporkan-ke-polisi

Jerman Tuding Google Langgar Hak Cipta

Berlin - Kanselir Jerman, Angela Merkel mengkritik raksasa internet Google terkait niatnya membangun perpustakaan digital raksasa. Merkel menilai, internet tidak seharusnya bebas dari hukum hak cipta.

Merkel meminta adanya kerja sama internasional untuk melindungi hak cipta dan menandaskan bahwa pemerintah Jerman melawan niat Google mendigitalisasi buku-buku perpustakaan.

"Pemerintah Jerman punya posisi yang jelas, hak cipta harus dilindungi di internet. Itulah sebabnya kami menolak scanning buku tanpa perlindungan hak cipta seperti yang dilakukan Gooogle," ucap Merkel yang dilansir Reuters dan dikutip detikINET, Minggu (11/10/2009).

Google sendiri saat ini telah mendigitalisasi 10 juta buku. Merkel yang akan membuka pameran buku terbesar di dunia yang berlangsung di Jerman, mengatakan diperlukan diskusi yang lebih menyeluruh mengenai aksi Google tersebut.

Rencana Google menciptakan perpustakaan digital raksasa memang dipuji sebagian kalangan karena memungkinkan akses buku makin luas pada publik. Namun kritik juga datang bahwa dalam hal ini, Google melanggar hak cipta sehingga berbagai tuntutan hukum dilakukan untuk melawannya.
( fyk / fyk )

11 Oktober 2009
Source:http://www.detikinet.com/read/2009/10/11/145343/1219364/398/jerman-tuding-google-langgar-hak-cipta

Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Marke

  | Carbon Policy Lab Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Market Indonesi...