”Belajarlah hingga ke negeri China.” Ungkapan ini sudah lama diketahui masyarakat. Namun, sebagian kalangan di Indonesia juga masih melihat China sebagai negara sosialis komunis yang kaku dan kurang bersahabat. Padahal, sekarang China sudah berubah dan pembangunan ekonominya maju pesat.
Perubahan cara berpikir masyarakat China setelah transformasi ekonomi yang dilakukan Deng Xiao Ping tahun 1978 merupakan tahapan penting dari keberhasilan ekonomi China sekarang.
Perubahan pola pikir masyarakat China yang penting di antaranya adalah ”menjadi kaya merupakan hak kaum sosialis dan kemiskinan bukan bagian dari sosialisme”.
Oleh karena itu, tahun 1980, saat China mengembangkan wilayah Shenzhen sebagai Kawasan Ekonomi Khusus, poster- poster untuk memotivasi masyarakat sekaligus mengubah cara berpikir mereka disebar di mana-mana yang berbunyi: Time is Money, Efficiency is Life.
Sama seperti di Indonesia, China pun sebelumnya memiliki penyakit kronis, yakni praktik korupsi. Namun, hal itu secara perlahan bisa diatasi dengan memberikan shock therapy melalui penerapan hukuman mati bagi koruptor berat.
”Cara lain yang ditempuh China, menempatkan para pejabat pemerintah yang sudah gaek dan berpotensi melakukan korupsi ke posisi yang ’mulia’, tetapi tidak strategis. Posisinya, kemudian digantikan oleh orang-orang muda yang energik dan inovatif,” kata Prof Xue Weng dari Tshinghua University di Beijing.
Sejak reformasi ekonomi tahun 1997, China mengalami kemajuan pesat. Dari negara yang relatif miskin, China mampu menjadi negara dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata dua digit per tahun dan terpesat di dunia. Selain menjadi eksportir terbesar, China juga menjadi raksasa ekonomi terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat dengan total produk domestik bruto (PDB) nominal 5,7 triliun dollar AS sampai Oktober 2010.
China juga memiliki cadangan devisa terbesar di dunia, yakni 2,65 triliun dollar AS atau sekitar 30 persen dari total cadangan devisa dunia. Padahal, tahun 2007, cadangan devisanya masih 1,53 triliun dollar AS.
Industrialisasi di China telah berhasil mengentaskan orang miskin secara signifikan, sementara pendapatan per kapita rata-rata penduduk China saat ini 3.800 dollar AS dengan jumlah penduduk 1,3 miliar jiwa.
Sedangkan pendapatan per kapita rata-rata penduduk Indonesia saat ini 3.000 dollar AS dengan jumlah penduduk 238 juta jiwa, sementara cadangan devisa 91,8 miliar dollar AS.
”Sebenarnya kalau pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa lebih cepat lagi, pendapatan per kapita penduduk kita bisa lebih besar,” kata Ketua Komite Ekonomi Nasional (KEN) Chairul Tanjung ketika berkunjung ke Beijing, China, 12-15 Desember 2010.
Proses modernisasi di China terus berlangsung hingga saat ini, bahkan ketika sebagian besar negara di dunia dilanda krisis keuangan global pada tahun 2008-2009, pertumbuhan ekonomi China tercatat paling tinggi, yakni 8,7 persen.
Saat ini pertumbuhan ekonomi China sudah mencapai 11 persen. Selama 17 tahun terakhir, China merupakan negara penerima investasi asing langsung (FDI) terbesar di dunia.
Tahun 2009, jumlah FDI di China 96 miliar dollar AS. FDI dimaksimalkan pemanfaatannya untuk menopang strategi pengembangan masing-masing wilayah provinsi/daerah khusus dengan penekanan pada produksi dan ekspor, dimulai dari pesisir pantai timur, dan secara bertahap menjangkau wilayah tengah dan barat yang secara ekonomi masih tertinggal.
Kunci keberhasilan pembangunan ekonomi China paling tidak karena tiga aspek. Pertama, visi dan perencanaan pembangunan jangka panjang yang solid melalui program Rencana Pembangunan Lima Tahun yang berkesinambungan.
Kedua, strategi pengembangan pengetahuan dasar. Ketiga, kemajuan ekonomi China antara lain karena ditopang birokrasi yang kuat dan efektif yang dimotori Partai Komunis China (PKC).
Selain itu, produktivitas sumber daya manusia di China sangat tinggi yang berakar pada nilai-nilai utama bangsa China yang menekankan pada ketekunan, kerajinan, hemat, inovatif, disiplin yang tinggi, serta peran warga negara asing keturunan China (huakio). Hal itu semua menjadi faktor pendukung yang sangat positif majunya pembangunan China.
”Tiga kunci pembangunan itu bisa dimiliki dan diterapkan setiap negara tanpa membedakan sistem politik dan pemerintahannya,” kata Wang Huisheng, Chairman of State Development and Investment Corporation, lembaga yang mengelola perusahaan BUMN di China.
Sistem politik dan Pemerintah China lebih mengedepankan state capitalism ketimbang market capitalism yang dilandasi secara kuat oleh semangat pragmatisme dalam mewujudkan tujuan pembangunannya.
Sedangkan negara atau pemerintah serta PKC sangat dominan dalam pengembangan, pengalokasian, serta pengelolaan sumber-sumber alam dan keuangan dalam kegiatan perekonomian nasional ataupun internasional. BUMN China merupakan tulang punggung berbagai aktivitas ekonomi tersebut.
Di Indonesia, sistem ekonomi yang dianut adalah sistem ekonomi Pancasila, tetapi praktik riil aktivitas ekonomi lebih liberal dibandingkan China karena di Indonesia pasar bebas dibiarkan bergerak secara liar.
Di China, produk komoditas utama tetap diproteksi negara meskipun ada tuntutan agar patuh pada ketentuan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Hal yang sama juga dilakukan beberapa negara besar lainnya, seperti di antaranya Jepang.
China terapkan Repelita
Sejak tahun 1953-1957, China telah merumuskan strategi pembangunan lima tahunan. Pola pembangunan seperti itu pernah diterapkan Indonesia ketika pemerintah dikendalikan rezim Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto.
Di China, strategi pembangunan selalu dibahas, dievaluasi, dan diperkokoh setiap tahun dalam Kongres Nasional Partai Komunis dengan memerhatikan dinamika dan tantangan perkembangan domestik dan dunia.
Tahun 2010, merupakan akhir dari pelaksanaan Repelita ke-11 China. Repelita itu dijalankan dengan tetap bertumpu dan diarahkan pada pencapaian visi dan tujuan pembangunan tahun 2050 di mana China sudah harus menjadi negara maju.
Perencanaan pembangunan nasional China tak bisa dilepaskan dari peran Komisi Nasional Pembangunan dan Reformasi (National Development and Reform Commission/NDRC).
NDRC adalah lembaga superministry yang diberi kewenangan menjabarkan visi, misi, dan kebijakan PKC ke dalam perencanaan pembangunan nasional sekaligus memberikan petunjuk/arah bagi berbagai program dan strategi pembangunan ekonomi China, baik jangka pendek, menengah, maupun panjang.
Perencanaan dan program kementerian-kementerian lain serta pemerintah daerah harus mengacu pada perencanaan NDRC tersebut.
Hal tersebut juga ditopang kebijakan penempatan para pejabat PKC (komisaris) di beberapa jenjang manajemen, baik di lingkungan pemerintah pusat maupun daerah, BUMN, ataupun universitas pemerintah. Hal itu dilakukan untuk menjamin dan mengawasi visi dan program pembangunan nasional agar tidak menyimpang dari garis grand strategy nasional.
Pola tersebut agak mirip dengan yang dilakukan Soeharto saat berkuasa selama 32 tahun. Ketika itu, jaringan dan hubungan tiga jalur antara ABRI, birokrasi, dan Golkar (ABG) sangat kuat sehingga pelaksanaan pembangunan yang tecermin dalam Repelita bisa dikontrol.
Waktu itu banyak di antara petinggi ABRI yang ditempatkan sebagai inspektur jenderal atau komisaris di sejumlah departemen dan BUMN.
Upaya KEN yang jauh-jauh datang ke China dalam rangka penyusunan masterplan ekonomi Indonesia akan menjadi sia-sia jika tidak mendapat dukungan dari semua pemangku kepentingan di Indonesia.
Sekarang saatnya semua kalangan di pemerintah, para politisi di DPR, para pengusaha, serta para tokoh masyarakat bersatu padu mendorong percepatan pembangunan ekonomi di Indonesia. Kalau kita masih saling curiga, apalagi saling menjatuhkan, momentum pertumbuhan ekonomi akan lepas begitu saja.
Penulis: Tjahja Gunawan Diredja
21 Desember 2010
No comments:
Post a Comment