Saturday, March 20, 2010

Deklarasi Nusa Dua Disepakati

Forum Menteri Lingkungan Hidup Global menyepakati Deklarasi Nusa Dua. Deklarasi tersebut menegaskan pentingnya keanekaragaman hayati, menekankan mendesaknya aksi menanggapi tantangan perubahan iklim, serta menekankan peluang transisi ke arah ekonomi hijau yang efisien sumber daya karbon.

Forum 11th Special Session of the United Nations Environment Programme (UNEP) Governing Council/Global Ministerial Environment Forum juga menggarisbawahi perlunya bentuk tata kelola (governance architecture) dari urusan lingkungan global yang telah demikian kompleks dan terfragmentasi. Demikian disampaikan Direktur Eksekutif UNEP Achim Steiner seusai penutupan sidang pleno, Jumat (26/2) di Nusa Dua, Bali.

”Dunia menghadapi erosi lingkungan, tantangan dari polusi bahan kimia dan limbah serta isu-isu perubahan iklim. Maka, status quo tak dapat diterima lagi. Perubahan sikap sudah amat mendesak,” kata Steiner. Pada hari terakhir forum yang berlangsung 24-26 Februari tersebut disepakati enam keputusan.

”Setelah pertemuan Rio+20 kami akan membentuk badan khusus untuk memikirkan soal tata kelola pengurusan isu iklim yang terfragmentasi dan demikian kompleks,” ujar Steiner.

Delegasi dari 130 negara dengan 90 anggota setingkat menteri yang hadir di Nusa Dua juga menyepakati perlunya dimensi kelautan dimasukkan pada persoalan pembangunan berkelanjutan. Dikatakan, laut merupakan entitas yang melepaskan gas rumah kaca karena kondisinya semakin menurun akibat polusi. Isu kelautan merupakan keputusan amat penting karena bisa dipertimbangkan untuk mitigasi dalam isu perubahan iklim. ”Namun, disadari perlunya konservasi,” ujar Deputi Direktur Eksekutif UNEP Angela Cropper.

Membangun kepercayaan

Sementara itu, pagi harinya berlangsung pertemuan informal antara menteri-menteri lingkungan yang hadir pada 11th Special Session of the UNEP Governing Council/Global Ministerial Environment Forum di Nusa Dua, Bali. Dalam pertemuan yang dihadiri sekitar 100 anggota delegasi setingkat menteri itu muncul kesepakatan untuk mendorong proses pengambilan keputusan dalam konferensi perubahan iklim secara inklusif, transparan, dan terbuka.

”Kami memandang perlu membangun kembali rasa percaya diri dan saling percaya karena setelah konferensi di Kopenhagen ada persepsi dan defisit kepercayaan karena substansi dan proses penyusunan Copenhagen Accord telah mengecewakan dan memunculkan ketidakpercayaan beberapa negara,” ujar Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa.

Hal senada diungkapkan Sekjen Kerangka Kerja Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Perubahan Iklim (UNFCCC) Yvo de Boer.

Sementara itu, Menteri Lingkungan Meksiko Juan Rafael Elvira Quesada, ”Untuk mencapai hasil harus melalui proses di mana semua pihak kita dengarkan dan konsultasikan.”

Menurut Menteri Lingkungan Hidup Gusti Muhammad Hatta, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan, Indonesia bersedia memfasilitasi pertemuan-pertemuan menjelang COP-16 di Cancun, Meksiko, jika memang dikehendaki negara-negara pihak.

Ketua Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) Rachmat Witoelar menegaskan ucapan Marty, bukan perbedaan yang ditekankan, melainkan upaya menjembatani antaranggota. (ISW)

No comments:

Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Marke

  | Carbon Policy Lab Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Market Indonesi...