Thursday, October 28, 2010

Membongkar Penipuan Seputar Tambang

Banda Aceh, Good Mining Practices atau juga disebut praktek-praktek pertambangan yang baik tidak pernah ada di Aceh bahkan di Indonesia hingga saat ini. Kegiatan pertambangan yang merusak lingkungan akan subur di daerah yang tingkat korupsi dan pelanggaran HAM-nya tinggi. Pertambangan adalah kegiatan untuk mendapatkan logam dan mineral dengan cara menghancurkan gunung, hutan, sungai, laut dan kampung.

Mantan Direktur Eksekutif Nasional Walhi, yang juga saat ini menjabat sebagai Ketua Institute Hijau Indonesia, Chalid Muhammad, dalam sebuah seminar “Dampak tambang bagi Keberlangsungan Sumber Kehidupan Dan Penyelamatan Lingkungan Hidup di Aceh”, di Banda Aceh beberapa waktu lalu mengatakan, pertambangan adalah kegiatan yang paling merusak alam dan kehidupan sosial, yang dimiliki orang kaya dan hanya menguntungkan orang kaya pula.

“Banyak mitos menyesatkan yang dimunculkan dalam tambang misalnya tambang merupakan industri padat modal dan resiko tinggi, padahal itu semua bohong,” ujar Chalid.

Menurutnya padahal ada juga tambang yang dikerjakan oleh masyarakat biasa dengan teknologi sederhana. Mitos ini sengaja dikembangkan agar hanya perusahaan besar dan orang kaya saja yang bisa menambang.

Mitos lain yang menyesatkan adalah disebutkan, pertambangan adalah industri yang menyejahterakan rakyat.

“Tambang tidak memiliki relasi yang menyejahterakan rakyat, hanya sebagian rakyat yang elit. Saya contohkan di Freeport di Papua, kisah seorang anak kepala suku. Ketika kecil dia berteman dengan anak Direksi Freeport. Selesai kuliah di Amerika, anak direksi tersebut menjadi manajer sedangkan anak kepala suku hanya menjadi tukang potong rumput,” ceritanya.

Hasil tambangnya sangat besar tetapi angka kemiskinan tertinggi justru di Papua. Hal serupa juga terjadi di Aceh Utara, dengan kekayaan gasnya yang melimpah ruah ternyata kabupaten tersebut masuk dalam jajaran daerah termiskin di Aceh.

Mitos selanjutnya yang disampaikan Chalid adalah pertambangan menyumbang devisa bagi negara.

”Itu mitos salah, padahal hanya 1-3 % yang menjadi devisa. Jauh lebih besar TKI dalam menyumbang devisa namun tidak diperdulikan. Hasil tambang jauh lebih rendah dari hasil pertanian dan perikanan, karena tambang dimiliki oleh orang kaya,” jelas Chalid.

Tambang adalah kegiatan yang bertanggung jawab, ini juga mitos yang sengaja dikembangkan. Faktanya, setelah menambang, perusahaan hanya mereklamasi paling lama 5 tahun saja. Bahkan menurut hasil sebuah penelitian, sampai hari abad ini masih ada pertambangan dari zaman Romawi yang sampai sekarang masih menghasilkan limbah asam. Ini menunjukkan perusahaan pertambangan tidak mau memulihkan kawasan yang telah dirusaknya, sebut Chalid.

Aceh adalah sebuah wilayah yang terkenal sejak dahulu, zaman kesultanan, merupakan sebuah wilayah yang kaya-raya. Makmurnya Aceh saat itu bukan karena pertambangan. Namun karena hasil kegiatan yang lain seperti perdagangan, pertanian, perikanan dan sebagainya. Maka sudah selayaknya kita belajar dari sejarah untuk menyejahterakan Aceh.

Aceh sudah merasakan dampak buruk pertambangan dari perusahaan yang beroperasi seperti PT Lhoong Setia Mining (LSM) di Lhoong, Aceh Besar. Perusahaan ini tidak mempunyai Instalasi Akhir Pembuangan Limbah (IPAL). Limbah dibuang begitu saja ke Pantai Samudera Hindia. Debu yang mencemari udara, sudah jauh memasuki pemukiman masyarakat di sekitarnya. Hancurnya sumber air akibat pengerukan bukit, padahal di bawahnya terdapat sawah masyarakat dan bukit itu sumber air untuk sawah.

Masyarakat Lhoong sendiri yang tergabung dalam Komite Masyarakat Lhoong (KML) berusaha keras meminta Gubernur Aceh Irwandi Yusuf dan Bupati Aceh Besar Bukhari Daud mencabut izin dan menutup PT LSM karena alasan dampak yang telah dikemukakan di atas.

Hasil penelitian menunjukkan, 10 persen tambang dunia dan 30 persen wilayah eksplorasi tambang berada di daerah konservasi bernilai tinggi. Hampir 30 persen tambang aktif di dunia berada di daerah sumber air bersih. (*)



20 Okt 2010
Source:http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=4&dn=20101020080240

No comments:

Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Marke

  | Carbon Policy Lab Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Market Indonesi...