Komisi Pemberantasan Korupsi diminta memprioritaskan penanganan kasus korupsi di sektor kehutanan. Itu karena potensi pemasukan tahunan yang hilang akibat korupsi dan salah kelola di sektor kehutanan mencapai Rp 20 triliun per tahun.
Hal itu disampaikan Wakil Direktur Program Human Rights Watch (HRW) Joe Saunders dan peneliti hukum Indonesia Corruption Watch (ICW), Febri Diansyah, dalam konferensi pers di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Kamis (3/12). Sebelumnya, mereka menyampaikan hasil penelitian tentang korupsi di sektor kehutanan itu kepada pimpinan KPK.
HRW menyampaikan penelitian berjudul Dana Liar: Konsekuensi Pembalakan Liar dan Korupsi di Sektor Kehutanan Indonesia pada Hak Asasi Manusia. ICW menyampaikan penelitian tentang korupsi dalam pemberantasan illegal logging.
”Setiap tahun, potensi kerugian negara akibat korupsi dan salah kelola di sektor kehutanan mencapai Rp 20 triliun. Bahkan, tahun 2006 angkanya lebih besar dari semua pengeluaran negara untuk sektor kesehatan nasional dan daerah,” kata Joe.
Nilai kehilangan tahunan ini, menurut Joe, juga setara dengan perhitungan Bank Dunia terhadap anggaran yang cukup untuk memberikan layanan dasar kepada 100 juta penduduk miskin selama dua tahun.
Potensi kerugian negara itu, kata Joe, terjadi karena tak transparannya sistem pendataan di sektor kehutanan dan perkebunan sehingga masyarakat tak bisa mengontrolnya. Faktor lain karena lemahnya penegakan hukum. ”Faktor kedua ini yang mendorong kami datang ke KPK. Apalagi, KPK memiliki kemampuan untuk mengejar pelaku sampai ke pemodal,” kata dia.
Febri mengatakan, dari penelitian ICW, sebagian besar kasus pembalakan liar yang ditangkap kejaksaan dan polisi adalah aktor kelas bawah (operator, sopir, atau petani), yaitu sebanyak 76,10 persen. Aktor kelas atas (penegak hukum, pejabat kehutanan, kontraktor, direktur, atau cukong) yang ditangkap hanya 23,9 persen. Itu pun sebagian besar aktor kelas atas, sekitar 71,43 persen, divonis bebas.
Febri berharap KPK menjerat aktor kelas atas dalam kasus pembalakan liar ini. (aik)
Jumat, 4 Desember 2009 | 03:18 WIB
Jakarta, kompas - http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/12/04/03183253/rp.20.triliun.pemasukan.hilang.setiap.tahun
Membantu Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank Dalam Penerapan Sustainable Finance (Keuangan Berkelanjutan) - Environmental & Social Risk Analysis (ESRA) for Loan/Investment Approval - Training for Sustainability Reporting (SR) Based on OJK/GRI - Penguatan Manajemen Desa dan UMKM - Membantu Membuat Program dan Strategi CSR untuk Perusahaan. Hubungi Sdr. Leonard Tiopan Panjaitan, S.sos, MT, CSRA di: leonardpanjaitan@gmail.com atau Hp: 081286791540 (WA Only)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Marke
| Carbon Policy Lab Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Market Indonesi...
-
JAKARTA - PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) sangat sepakat mengenai ketentuan Bank Indonesia (BI) untuk membuat standarisasi sistem pembayaran pada...
-
Kementerian Kehutanan (Kemenhut) menerapkan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) untuk menghentikan masuknya produk kayu dari hasil p...
No comments:
Post a Comment