Tingkat polusi di Jakarta dan sekitarnya sudah amat tinggi. Dengan lebih dari 9 juta kendaraan bersama-sama mengeluarkan asap pembuangan setiap harinya dan minimnya ruang terbuka hijau, warga dipaksa menghirup karbon monoksida dan partikel racun lainnya.
Buruknya lingkungan Jakarta itu terungkap dalam diskusi ”Fenomena Hutan Beton dan Polusi di Jakarta” dengan pembicara Ir Iwan Ismaun MT, IALI, dosen arsitektur lanskap Universitas Trisakti, Jakarta, dan Ubaydillah, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) DKI Jakarta, Rabu (9/9) di Jakarta Pusat.
Iwan menyebut Jakarta kini sedang mengalami fenomena pulau panas (urban heat island). Ini adalah masalah lingkungan yang banyak terjadi di kota-kota besar. Fenomena ini akan makin berdampak buruk jika tidak segera ditangani cepat dan tepat.
Kedua pembicara sepakat, selain banyaknya kendaraan, maraknya pembangunan gedung baru yang tidak diimbangi dengan penyediaan ruang terbuka hijau menjadi pemicu makin tingginya polusi Jakarta.
Dengan luas 650 kilometer persegi, sesuai data Biro Perekonomian DKI Jakarta, saat ini ada sekitar 364 pusat perbelanjaan berupa mal, toserba, pertokoan, dan lainnya di DKI Jakarta. Belum lagi bermunculannya kompleks superblok yang menggabungkan hunian, kantor, dan pusat perbelanjaan di banyak lokasi di Jakarta. Pada sebagian besar kompleks bangunan, dipastikan tidak atau belum dirancang untuk melayani dan menampung beban lalu lintas tambahan yang ditimbulkannya.
Saat ini, panjang jalan di Jakarta sekitar 7.650 kilometer dengan luas 40,1 kilometer persegi. Panjang jalan ini, hanya 6,28 persen dari luas wilayahnya. Sementara jumlah kendaraan bermotor di wilayah DKI Jakarta mencapai 9.993.867 kendaraan hingga Juni 2009. Dinas Perhubungan DKI mencatat pertumbuhan kendaraan mencapai 10,79 persen per tahun. Padahal, jumlah penduduk DKI Jakarta hanya 8.513.385 orang. Berarti, setiap warga Jakarta rata-rata memiliki satu atau lebih kendaraan bermotor.
”Polusi udara menimbulkan peningkatan biaya kesehatan yang sangat tinggi. Hasil kajian Bank Dunia menemukan dampak ekonomi akibat polusi udara di Jakarta Rp 1,8 triliun,” kata Ubaydillah.
Analisis Iwan Ismaun, berbagai polutan udara, seperti karbon monoksida (CO), nitrogen oksida (NOx), Hidrokarbon (HC), sulfur oksida (SOx) dan partikel/debu, memenuhi udara kota Jakarta. Dari hasil kajian akademis, sektor transportasi merupakan penyumbang emisi gas buang, terutama CO2, terbesar, yaitu 92 persen, sektor industri 5 persen, permukiman 2 persen, dan sampah 1 persen.
Tingginya kandungan racun di udara itu sulit dinetralisir tubuh manusia. ”Dibutuhkan pepohonan yang cukup untuk mendaur ulang racun. Setiap pohon besar dengan luas hijau daun 150 meter persegi dapat menyerap CO2 sebanyak 2,30 kg dan menghasilkan O2 sebanyak 1,70 kg per jam (Singapore Trees, 1989). (NEL)
Kamis, 10 September 2009 | 04:21 WIB
Jakarta, Kompas - http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/09/10/04211113/dki.alami.pulau.panas
Jakarta, Kompas - http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/09/10/04211113/dki.alami.pulau.panas
No comments:
Post a Comment