Indonesia mendata kebutuhan ideal hydrochlorofluorocarbon—senyawa kimia yang banyak dimanfaatkan pada alat pendingin ruangan—di tingkat nasional pada 2009-2010. Angka kebutuhan nasional harus diperoleh sebelum penerapan pembatasan kuota pada tahun 2013.
Pembatasan hydrochlorofluorocarbon (HCFC) pengganti chlorofluorocarbon (CFC) dipercepat karena ternyata masih berpotensi menyebabkan pemanasan global hampir 2.000 kali lipat dari karbon dioksida. ”Ketentuan internasional, tahun 2013 harus sudah ada data di dunia tentang kebutuhan HCFC global,” kata Tri Widayati dari Unit Ozon Nasional di Jakarta, Jumat (11/9).
Setelah ada data global, penggunaan dunia akan diturunkan 10 persen pada awal 2015 dan 35 persen pada 2020.
Tahun 2030 HCFC hanya boleh digunakan untuk proses produksi. Tahun 2030-2040 hanya untuk servis. Selain pendingin ruangan, HCFC banyak digunakan pada produksi busa, alat pemadam, aerosol, serta bahan pelarut dan pembersih (solvent).
Refrigerant R-22 terus diimpor, menggantikan R-12 yang dihentikan impornya per 1 Januari 2008. China merupakan salah satu produsen sekaligus importir besar refrigerant R-22.
Kini dunia menghadapi tantangan ketersediaan refrigerant pengganti HCFC yang tak menipiskan lapisan ozon sekaligus tak berpotensi sebabkan pemanasan global, di antaranya hidrokarbon.
Asisten Deputi Urusan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim Kementerian Negara Lingkungan Hidup Sulistyowati menyebutkan, saat ini tersedia refrigerant berbasis hidrokarbon. Pihak KNLH telah menggunakannya untuk pendingin ruangan skala kecil. (GSA)
Sabtu, 12 September 2009 | 03:45 WIB
Jakarta, Kompas - http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/09/12/03455743/indonesia.mendata.kebutuhan.hcfc
Jakarta, Kompas - http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/09/12/03455743/indonesia.mendata.kebutuhan.hcfc
No comments:
Post a Comment