Kalangan akademisi bersama Pemerintah Provinsi Sumatera Utara membuat kesepakatan bersama menyelamatkan kawasan Danau Toba dengan menghidupkan kembali kearifan lokal. Kearifan lokal itu dinilai sudah pudar hingga membuat sebagian hutan di kawasan itu rusak.
"Jika dahulu ada istilah rimba larangan, kini sudah tidak ada lagi. Karena itu sebagian hutan di kawasan Danau Toba sudah rusak," tutur Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bappedalda) Sumut Syamsul Arifin, Jumat (25/7) usai pertemuan dengan akademisi.
Syamsul mengatakan kerusakan itu di antaranya disebabkan oleh faktor alam dan manusia. Kondisi ini jauh berbeda dengan puluhan tahun silam di mana kawasan Danau Toba masih terjaga hutannya. Dia menilai sudah saatnya untuk menata kembali kawasan yang menjadi masko budaya sekaligus maskot wisata Sumut ini.
Salah satu upaya yang sedang dia lakukan adalah merevisi Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 1990 tentang Kawasan Danau Toba. Perda ini, tuturnya, sudah tidak relevan lagi untuk menjaga kawasan agar tetap lestari. Penataan kawasan Danau Toba ini melibatkan lintas instansi antara lain Dinas Perikanan dan Kelautan, Badan Investasi dan Promosi (Bainprom), dan Bappedalda.
Persolan yang kini muncul di kawasan Danau Toba, di antaranya menjamurnya keramba ikan, eceng gondok, dan rumput liar di danau. Persoalan ini menjadi sorotan pemerintah setempat terutama mereka yang ingin mengembangkan daerahnya sebagai tujuan wisata .
Kendala
Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Samosir Melani Butarbutar mengatakan pelet (pakan ikan) keramba di danau sangat mengganggu kualitas air. Lantaran itu Pemerintah Kabupaten Samosir memindah keramba ikan itu ke tempat yang jauh dari pemukiman dan daerah tujuan wisata. Sayangnya, berdasarkan pantauan Kompas, penertiban itu belum menyentuh keramba milik perusahaan besar.
Hadir dalam pertemuan itu antropolog Universitas Negeri Medan (Unimed) Bungaran Antonius Simanjuntak dan Rektor Universitas HKBP Nommensen Medan Jongkers Tampobolon. Bungaran Antonius Simanjuntak membenarkan pudarnya kearifan lokal di kawasan Danau Toba. Sejumlah kearifan lokal yang dimaksud antara lain sihal-sihal yakni simbol kedaulatan orang berpengaruh (Batak Toba), daliken sitelu atau tungku yang jumlahnya tiga (Karo), dan lima saodoran atau lima hal yang mengacu pada falsafah hidup (Simalungun).
"Kami berharap dengan menghidupkan kearifan lokal ini bisa menjaga kelestarian alam kawasan Danau Toba," tuturnya.
Jumat, 25 Juli 2008 | 22:14 WIB
MEDAN, JUMAT - http://sains.kompas.com/read/xml/2008/07/25/22140080/kearifan.lokal.danau.toba.hilang
Membantu Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank Dalam Penerapan Sustainable Finance (Keuangan Berkelanjutan) - Environmental & Social Risk Analysis (ESRA) for Loan/Investment Approval - Training for Sustainability Reporting (SR) Based on OJK/GRI - Training for Green Productivity Specialist (GPS) by APO Methodology. Hubungi Sdr. Leonard Tiopan Panjaitan, S.sos, MT, CSRA, GPS di: leonardpanjaitan@gmail.com atau Hp: 081286791540 (WA Only)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Opini: Penilaian Tingkat Kesiapan (Readiness Level) Penciptaan Lapangan Kerja Ramah Lingkungan (Green Jobs) di Propinsi Daerah Khusus Jakarta
Catatan: Opini ini pertama kali ditulis pada September 2024 oleh Leonard Tiopan Panjaitan, MT, CSRA, GPS Pendahuluan Jakarta sebagai pusat...
-
Jurnal pendampingan masyarakat ini ditulis oleh: Leonard Tiopan Panjaitan, (Konsultan di Trisakti Sustainability Center - TSC) , Ajen Kur...
-
Jurnal pendampingan masyarakat ini ditulis oleh: Leonard Tiopan Panjaitan (Konsultan di Trisakti Sustainability Center - TSC) , Ajen Kurniaw...
-
Catatan: Opini ini pertama kali ditulis pada September 2024 oleh Leonard Tiopan Panjaitan, MT, CSRA, GPS Pendahuluan Jakarta sebagai pusat...
No comments:
Post a Comment