November 2008
PERKEMBANGAN INDUSTRI TV BERBAYAR DITENGAH PERSAINGAN KETAT
Latar belakang
Bisnis televisi berbayar (pay TV) atau TV kabel (Cable TV) hadir di Indonesia sejak 10 tahun lalu dan menambah semarak bisnis hiburan mellaui media layar kaca, sebelumnya masyarakat hanya mengenal TV free to air yang dapat dinikmati secara gratis. Saat ini di beberapa kota-kota besar sejumlah operator televisi berbayar bersaing untuk mendapatkan pelanggan dengan menawarkan beragam program hiburan tv yang memikat seperti berita, pendidikan, musik, film dan sebagainya.
Secara umum bisnis televisi berbayar di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup baik. Hal ini ditunjukkan dengan jumlah pelanggan yang terus bertambah, jika pada 2003 tercatat baru 204 ribu pelanggan, maka pada 2007 sudah melonjak menjadi 596 ribu pelanggan. Peningkatan jumlah pelanggan ini terutama didorong oleh masuknya pemain-pemain baru ke dalam bisnis ini.
Saat ini penetrasi pasar diperkirakan masih relatif kecil atau kurang dari 2 %. Pasar yang cukup besar ini mendorong investor untuk masuk ke dalam bisnis tv berbayar ini, menjadikan bisnis TV berbayar di Indonesia semakin semarak sebab masyarakat akan lebih memiliki alternatif hiburan pilihan lebih banyak lagi.
Indonesia memiliki jumlah total rumah tangga sebanyak 57 juta pada 2005, dengan populasi televisi sekitar 40 juta televisi. Sementara itu, pasar potensial pelanggan TV berbayar di Indonesia mencapai sekitar 12 juta, atau sekitar 30% dari populasi televisi.
Bisnis TV berbayar dikenal sebagai padat modal, itu sebabnya hanya perusahaan bermodal kuat yang berani bersaing dalam bisnis ini. Pada 2008 ini Grup Bakrie masuk melalui B Vision yang sudah melakukan uji coba. Bisnis ini akan disinergikan dengan TV free to air yang sebelumnya sudah dimiliki yaitu ANTV dan TVOne.
Selain itu ada Aora TV milik Rini M. Soemarno (mantan Menteri Perindustrian tahun 2004) yang juga sudah melakukan uji coba. Aora TV mengudara dengan membeli hak siar Liga Premiere Inggris senilai US$ 20 juta dari ESPN Sport pada Agustus 2008. Program ini menjadi andalan untuk menerobos pasar, sebab siaran pertandingan sepak bola Inggris ini sangat digemari masyarakat. Sebelumnya pada 2006 siaran Liga Primer Inggris ini dikuasai oleh Astro.
Namun sebaliknya, Astro yang sempat menggebrak pasar di awal pemunculannya, terpaksa meninggalkan pelanggannya di Indonesia dan menghentikan seluruh siarannya per 20 Oktober 2008. Seperti diketahui, terjadi konflik internal antara Astro yang berasal dari Malaysia dengan PT. Direct Vision yang menjadi mitra lokalnya disini. Akibat dari konflik tersebut Astro memutuskan kerjasama bisnis yang singkat sekitar 2 tahun. Disamping itu, Astro Malaysia mengajukan tuntutan melalui pengadilan arbitrase internasional di Singapura, kepada PT Ayunda, PT First Media, dan PT Direct Vision sebagai mitra bisnisnya agar mengembalikan investasinya senilai RM 905 juta (sekitar Rp 2,5 triliun) yang dipakai untuk operasional Direct Vision.
Perkembangan operator TV berbayar
Jumlah operator TV berbayar di Indonesia mengalami perkembangan pesat. Pada 1994 hanya ada satu operator TV berbayar yaitu Indovision sebagai operator Pay TV pertama di Indonesia yang berbasis satelit.
Kemudian pada 1996 bisnis Pay TV diramaikan dengan kehadiran Kabelvision, yang berbasis kabel. Pada tahap awal Kabelvision hanya melayani pasar Jakarta. Kabel Vision adalah anak perusahaan Lippo Group milik keluarga Mochtar Riady.
Sampai dengan 2007 hanya ada lima pemain di industri televisi berlangganan yang sudah beroperasi di wilayah DKI Jakarta, yaitu Indovision, Astro, First Media, IM2 dan TelkomVision. Namun kini jumlah perusahaan yang telah mengantongi Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP) jasa televisi berbayar sudah berkembang dua kali lipat. Beberapa perusahaan baru yaitu PT. Nusantara Vision (OK Vision), PT Media Commerce Indonesia (B-Vision), PT Cipta Skynindo (I-Sky-Net), PT Global Comm Nusantara (Safuan TV), PT. Mentari Multimedia (M2TV) serta PT Karya Megah Adijaya (Aora TV sebelumnya izinnya atas nama Citra TV).
Pertumbuhan pelanggan
Dilihat dari tingkat pertumbuhannya, pasar Indonesia paling dinamis dan cepat berkembang. Tahun 2006 lalu, pertumbuhan rata-ratanya tercatat yang tertinggi di Asia Pasifik, yaitu sekitar 30%-40%. Jauh lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara yang pasarnya sudah mapan. Menurut informasi, pertumbuhan pelanggan di Jepang sebesar 10%, Singapura sebesar 13% serta Thailand yang hanya 7%. Hal ini menunjukkan di negara-negara tersebut jumlah pelanggan TV berlangganan sudah cukup besar, sehingga pertumbuhannya melambat.
Pada periode 2003-2007 jumlah pelanggan mengalami pertumbuhan rata-rata sekitar 32,2%, yaitu dari hanya 204.000 pelanggan melonjak menjadi sekitar 596.075 pelanggan. Pertumbuhan ini disebabkan karena bertambahnya operator dan semakin menarik-nya program yang ditawarkan.
Pertumbuhan pelanggan tertinggi terjadi pada 2006 yaitu 63,2% dari sebelumnya 270.000 pelanggan menjadi sekitar 440.550 pelanggan. Peningkatan jumlah pelanggan yang cukup drastis pada 2006, dipicu oleh masuknya Astro tv satelit dari Malaysia yang kehadirannya langsung menggebrak pasar. Astro masuk ke Indonesia dibawah bendera PT. Direct Vision. Sejak peluncuran pada Februari 2006, Astro telah berhasil menggaet pelanggan sekitar 80.000 sampai akhir 2006. Keberhasilan Astro merebut pasar salah satunya adalah karena memiliki program andalan Liga Primer Inggris.
Berdasarkan laporan asosiasi industri televisi berlangganan Asia Pasifik Cable and Satellite Broadcasting Association of Asia (CASBAA), pada 2007 Indovision meraih 305.372 pelanggan. Indovision termasuk dalam Grup MNC anak perusahaan Grup Bhakti Investama milik Harry Tanoesudibyo. MNC Group merupakan group perusahaan yang bergerak dalam bidang brodcasting dan media, yang mengelola stasiun televisi swasta RCTI, TPI dan Global TV, Radio Trijaya, Radio Female, harian Sindo, tabloid Genie dan sebagainya. Dengan demikian Indovision memiliki nilai tambah sebab didukung oleh jaringan broadcast yang mensuplai program-program acara.
Sedangkan saingan terdekatnya Astro memiliki 147.000 pelanggan. Selanjutnya, Kabel Vision memiliki 114.913 pelanggan dan Telkomvision 22.889 pelanggan. Sementara itu pada semester I 2008 dilaporkan beberapa operator meraih penambahan pelanggan. Indovision naik menjadi 351.400 pelanggan. Kemudian Kabel Vision juga meraih peningkatan menjadi 128.000 pelanggan dan Telkomvision menjadi 34.700 pelanggan.
Namun sebaliknya, Astro mengalami kehilangan pelanggan hingga menjadi 140.000 pelanggan, berarti Astro kehilangan sekitar 7.000 pelanggan. Menurut pihak PT Direct Vision selaku operator TV berbayar Astro hal ini diakibatkan pemberitaan negatif di media berkaitan dengan permasalahan dugaan monopoli siaran Liga Inggris. Sehingga mempengaruhi mempengaruhi jumlah pelanggan. Dengan kehilangan 7.000 pelanggan tersebut, Astro kehilangan pendapatan sekitar Rp140 juta per bulan.
Pada 2007, pelanggan berbasis satelit diperkirakan mencapai 75% dari total pelanggan TV berbayar di Indonesia atau sekitar 452.372 pelanggan. Sisanya 25% atau sekitar 143.703 pelanggan merupakan pelanggan berbasis kabel........
No comments:
Post a Comment