Segala aktivitas pembangunan PT Grha Rani Putra Persada di Taman Wisata Alam Tangkubanparahu harus dihentikan. Pemerintah semestinya memproyeksikan kawasan itu sebagai kawasan lindung, bukan malah mengeksploitasi dan mengomersialisasikannya.
Anggota Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda, Sobirin, mengatakan hal itu di Bandung, Selasa (29/9). ”Izin prinsip yang diberikan Menteri Kehutan kepada PT GRPP itu keliru,” ujarnya.
Sobirin menjelaskan, Surat Keputusan Menhut Nomor 306/ Menhut-II/2009 tentang Izin Pengusahaan Pariwisata Alam di Taman Wisata Alam Tangkubanparahu (TWAT) kepada PT GRPP menyalahi prosedur. TWAT berada di Jabar, semestinya PT GRPP mengantongi rekomendari dari Gubernur Jabar.
Selain itu, SK itu menyalahi kewenangan Menhut. Semestinya Menhut mengembalikan TWAT menjadi kawasan lindung, bukan menyerahkan kepada pihak swasta. Secara kultural, SK itu menyebabkan keresahan.
Untuk itu, Sobirin meminta segala aktivitas pembangunan di Tangkubanparahu harus dihentikan. ”Kembalikan TWAT kepada Perhutani atau Balai Konservasi Sumber Daya Alam. Gubernur harus mengambil tindakan dan Menhut harus mencabut SK itu. Biarkan Tangkubanparahu menjadi kawasan lindung,” ujarnya.
Menurut Sobirin, alasan Menhut menyerahkan kepada pihak swasta karena TWAT tak terurus mengada-ada. Selama ini BKSDA mengelola sesuai jalurnya.
Direktur Utama PT GRPP Putra Kaban mengatakan, sejak tiga tahun lalu, dia sudah mengajukan rekomendasi kepada Gubernur Jabar yang saat itu dijabat Danny Setiawan. ”Sampai sekarang, kalau dihitung, sudah 20 kali saya ke kantor gubernur, tetapi belum ada hasil sesuai harapan Putra,” ujarnya.
PT GRPP memperoleh izin dari Menhut pada 29 Mei 2009. Kini PT GRPP telah memperbaiki jalan dan pagar Kawah Ratu di TWAT. Selain itu, mereka juga membangun fondasi gedung budaya dan rangka besi untuk mushala.
Secara terpisah, Wakil Gubernur Jabar Dede Yusuf belum berani berkomentar tentang pembangunan yang telah dilakukan PT GRPP. Ia akan berbicara terlebih dahulu dengan Gubernur Ahmad Heryawan. ”Jumat (2/10) kami akan menggelar rapat tentang tata ruang Tangkubanparahu. Mungkin PT GRPP akan kami undang,” ujarnya.
Dede menegaskan, secara prinsip, pengelolaan TWAT tidak bisa sepenuhnya diambil pihak swasta. Pemerintah harus tetap dilibatkan, terutama untuk mengontrol pembangunannya. Apalagi, sebagian kawasan TWAT merupakan kawasan lindung yang dilarang untuk dibangun. (MHF)
Rabu, 30 September 2009 | 04:17 WIB
Bandung, Kompas - http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/09/30/04171970/tangkubanparahu.harus.tetap..kawasan.lindung
Membantu Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank Dalam Penerapan Sustainable Finance (Keuangan Berkelanjutan) - Environmental & Social Risk Analysis (ESRA) for Loan/Investment Approval - Training for Sustainability Reporting (SR) Based on OJK/GRI - Penguatan Manajemen Desa dan UMKM - Membantu Membuat Program dan Strategi CSR untuk Perusahaan. Hubungi Sdr. Leonard Tiopan Panjaitan, S.sos, MT, CSRA di: leonardpanjaitan@gmail.com atau Hp: 081286791540 (WA Only)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Marke
| Carbon Policy Lab Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Market Indonesi...
-
JAKARTA - PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) sangat sepakat mengenai ketentuan Bank Indonesia (BI) untuk membuat standarisasi sistem pembayaran pada...
-
Kementerian Kehutanan (Kemenhut) menerapkan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) untuk menghentikan masuknya produk kayu dari hasil p...
No comments:
Post a Comment