Jakarta, Kompas - Rencana pemerintah mendukung produksi sel surya dalam negeri tidak diimbangi keseriusan mempersiapkan kebijakan yang merangsang minat industri. Penerapan green tariff atau tarif khusus pembelian listrik sel surya dari skala rumah tangga menjadi salah satu regulasi yang diusulkan.
”Penerapan green tariff itu dilakukan dengan cara memasang dua meteran. Secara teknis, hal ini bukan masalah. Akan tetapi, untuk mencetuskan kebijakan seperti itu dibutuhkan keseriusan pemerintah jika ingin benar- benar mewujudkan produksi sel surya dalam negeri,” kata Abdul Kholik, selaku pendiri Asosiasi Perusahaan Energi Terbarukan Indonesia (Asperti), Minggu (27/9) di Jakarta.
Sebelumnya, Direktur Pusat Teknologi Konversi dan Konservasi Energi pada Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Arya Rezavidi menyampaikan, pemerintah saat ini kembali menunjukkan keseriusannya untuk merintis industri sel surya dalam negeri. Salah satu badan usaha milik negara (BUMN) akan ditunjuk untuk merealisasikan target produksi awal sel surya, dengan kapasitas 50 megawattpeak (MWp) per tahun.
Menurut Kholik, pemerintah sebenarnya telah berulang kali menyatakan keinginan untuk memiliki industri sel surya dalam negeri. Akan tetapi, hingga saat ini belum ada kebijakan pemerintah yang berpihak pada sektor industri dan masyarakat sebagai konsumen.
Kebijakan green tariff, menurut Kholik, mengacu negara lain yang menerapkan pembelian listrik lebih mahal daripada tarif listrik PLN jika masyarakat berhasil memproduksi listrik dengan sel surya. Caranya, masyarakat didorong untuk memasang sel surya untuk memenuhi kebutuhan listrik pada siang hari.
Jika terdapat sisa produksi listrik dari sel surya, sisa tersebut dapat dimasukkan ke dalam jaringan utama atau PLN. Melalui meteran, listrik yang keluar atau masuk ke jaringan PLN itu dicatat untuk dikonversikan dengan nilai rupiah.
”Keuntungan menerapkan kebijakan ini adalah pemerintah atau PLN tidak perlu lagi menanamkan investasi membuat pembangkit listrik baru sebagai upaya memenuhi lonjakan kebutuhan listrik pada masa-masa mendatang,” kata Kholik.
Selain itu, menurut Kholik, target produksi awal dengan kapasitas 50 MWp per tahun, industri sel surya harus memiliki jaminan penggunanya. Saat ini kapasitas terpasang sel surya masih sangat rendah, 10 MWp.
Penyerapan pasar sel surya per tahun saat ini masih sangat jauh dari target awal produksi yang diharapkan pemerintah. (NAW)
Senin, 28 September 2009 | 04:35 WIB
Source: http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/09/28/04353447/green.tariff.dukung.rencana.produksi.sel.surya
Membantu Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank Dalam Penerapan Sustainable Finance (Keuangan Berkelanjutan) - Environmental & Social Risk Analysis (ESRA) for Loan/Investment Approval - Training for Sustainability Reporting (SR) Based on OJK/GRI - Training for Green Productivity Specialist (GPS) by APO Methodology. Hubungi Sdr. Leonard Tiopan Panjaitan, S.sos, MT, CSRA, GPS di: leonardpanjaitan@gmail.com atau Hp: 081286791540 (WA Only)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Opini: Penilaian Tingkat Kesiapan (Readiness Level) Penciptaan Lapangan Kerja Ramah Lingkungan (Green Jobs) di Propinsi Daerah Khusus Jakarta
Catatan: Opini ini pertama kali ditulis pada September 2024 oleh Leonard Tiopan Panjaitan, MT, CSRA, GPS Pendahuluan Jakarta sebagai pusat...
-
Jurnal pendampingan masyarakat ini ditulis oleh: Leonard Tiopan Panjaitan, (Konsultan di Trisakti Sustainability Center - TSC) , Ajen Kur...
-
Jurnal pendampingan masyarakat ini ditulis oleh: Leonard Tiopan Panjaitan (Konsultan di Trisakti Sustainability Center - TSC) , Ajen Kurniaw...
-
Catatan: Opini ini pertama kali ditulis pada September 2024 oleh Leonard Tiopan Panjaitan, MT, CSRA, GPS Pendahuluan Jakarta sebagai pusat...
No comments:
Post a Comment