Data Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menyebutkan, hingga Agustus 2009 jumlah lahan dan hutan terbakar di Indonesia mencapai 3626,4 ha. Walhi juga mendeteksi adanya 24.176 titik api di seluruh Indonesia, di mana yang tertinggi berada di Kalimantan Barat.
Direktur Eksekutif Nasional Walhi Berry Nahdian Furqan menjelaskan, pembakaran lahan dan hutan ini terjadi setiap tahun seolah-olah menjadi imun, sehhingga ia menyebutnya sebagai “ulang tahun”pembakaran hutan.
Walhi juga mensinyalir ada sekitar 44 perusahaan perkebunan kelapa sawit, baik sengaja maupun tidak sengaja, menjadi pelaku pembakaran lahan dan hutan di Kalimantan Barat. Sekitar 15 perusahaan masing-masing di Riau dan Kalimantan Tengah juga menjadi pelaku kasus serupa.
Kebakaran tahunan, ungkap Berry, telah berdampak buruk pada sektor ekologi, pendidikan, kesehatan, dan ekonomi. Oleh karenanya, perlu tindakan serius dari pemerintah untuk dapat menjerat pelaku pembakaran hingga ke pemilik konsesi.
“Harapannya ke depan ada aturan yang tegas bahwa pemilik konsesi itu harus bertanggung jawab terhadap wilayah konsesinya. Terlepas siapapun yang membakar atau terjadi kebakaran yang disengaja atau tidak disengaja,” ungkap Berry dalam acara Diskusi Terbatas 'Fenomena Kebakaran Hutan di Indonesia' di Jakarta, Selasa (08/09).
Sementara itu, Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) bidang kehutanan Prof.Bambang Hero Saharjo menyatakan banyak hal yang menyebabkan kebakaran hutan di Indonesia tetap lestari. Penyebabnya antara lain political will pemerintah dan penegakan hukum yang lemah, kurangnya koordinasi dan SDM yang mengerti permasalahan, serta minimnya pendekatan kepada masyarakat.
Bambang juga membeberkan kebakaran hutan terparah di Indonesia adalah tahun 1997-1998 saat terjadi gelombang besar el nino. Saat itu, jutaan lahan terbakar menyumbang 58 persen karbondioksida dunia sehingga Indonesia menempati posisi ketiga penghasil CO2 terbesar. Asap hasil pembakaran bahkan 50 kali lebih besar dibandingkan serangan Irak pada kilang minyak Kuwait 1991.
“Kesimpulannya adalah data dan fakta membuktikan dan semua bisa merasakan bahwa pengendalian kebakaran hutan dan lahan tidak cukup hanya dengan jargon belaka, tetapi harus benar-benar dilaksanakan kalau memang menginginkan lingkungan hidup yang lebih baik dan kredibilitas pemerintah yang bertanggung jawab.” lanjut Bambang.
Selasa, 8 September 2009 | 15:44 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com -http://sains.kompas.com/read/xml/2009/09/08/15440098/walhi..3.626.ha.hutan.dan.lahan.terbakar
Membantu Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank Dalam Penerapan Sustainable Finance (Keuangan Berkelanjutan) - Environmental & Social Risk Analysis (ESRA) for Loan/Investment Approval - Training for Sustainability Reporting (SR) Based on OJK/GRI - Penguatan Manajemen Desa dan UMKM - Membantu Membuat Program dan Strategi CSR untuk Perusahaan. Hubungi Sdr. Leonard Tiopan Panjaitan, S.sos, MT, CSRA di: leonardpanjaitan@gmail.com atau Hp: 081286791540 (WA Only)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Marke
| Carbon Policy Lab Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Market Indonesi...
-
JAKARTA - PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) sangat sepakat mengenai ketentuan Bank Indonesia (BI) untuk membuat standarisasi sistem pembayaran pada...
-
Kementerian Kehutanan (Kemenhut) menerapkan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) untuk menghentikan masuknya produk kayu dari hasil p...
No comments:
Post a Comment