Hal itu dinyatakan Menneg Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar seusai membuka Rapat Koordinasi Pengelolaan Lingkungan Hidup Regional Sulawesi, Maluku, dan Papua di Makassar, Suawesi Selatan, Rabu (26/8).
”Di Indonesia Timur, ada banyak pertambangan skala besar, seperti Freeport, Tangguh, atau Inco. Mereka memiliki rencana pascatambang dan melakukan pertambangan sesuai amdal. Pertambangan rakyat kecil-kecil, tetapi banyak dan sangat sulit dikendalikan. Ke depan, aktivitas pertambangan harus tunduk kepada Kajian Lingkungan Hidup Strategis,” kata Rachmat.
Kepala Pusat Pengelolaan Lingkungan Hidup Regional Sulawesi, Maluku, dan Papua, Ridwan D Tamin menyatakan, aktivitas pertambangan rakyat yang menimbulkan kerusakan lingkungan terparah terjadi di Bombana, Sulawesi Tenggara.
”Jumlah penambang begitu banyak dan tersebar luas. Aparat keamanan kesulitan mengendalikan,” kata Ridwan. Ia mengakui, jumlah izin pertambangan yang dikeluarkan bupati/wali kota sangat banyak.
Rachmat menyatakan, penanganan aktivitas pertambangan rakyat harus menggunakan pendekatan berbeda dengan penanganan aktivitas pertambangan perusahaan besar. ”Kalau perusahaan besar melanggar aturan, harus dikenai sanksi hukum tegas. Tetapi, untuk penambangan rakyat harus ditangani dengan pendekatan perbaikan kesejahteraan,” katanya.
Ia menyatakan, pengelolaan lingkungan hidup di kawasan Indonesia Timur menghadapi sejumlah tantangan, antara lain kemiskinan dan buruknya infrastruktur. ”Padahal, Indonesia timur memiliki ekosistem khas, keanekaragaman hayati yang tinggi dan harus dilindungi,” kata Rachmat.
Tidak bohong
Terkait presentasi kepada publik tentang penelitian dugaan pencemaran laut di Teluk Buyat, Menteri Negara Riset dan Teknologi Kusmayanto Kadiman mengatakan, ilmuwan tak mungkin bohong dalam menanggapi hasil penelitian sebuah obyek. Kesalahan dalam penelitian tak bisa dikategorikan kebohongan.
”Masyarakat diminta memahami penelitian pascatambang limbah tailing di Teluk Buyat oleh tim independen,” kata Kusmayanto di Manado, Sulawesi Utara, Rabu. Teluk Buyat merupakan lokasi pembuangan limbah tailing oleh PT Newmont Minahasa Raya.
Ketua Panel Ilmiah Independen (PII) Dr Irene Umboh mengatakan, berdasarkan kajian ilmiah dan hasil penelitian sejak September 2008 diperoleh fakta, kadar arsenik dan merkuri di Teluk Buyat di bawah ambang batas. ”Kadar arsenik di bawah 12 ppm, sedangkan logam merkuri hampir tidak terdeteksi. Jadi, tidak ada yang perlu dikhawatirkan,” kata Irene.
PII merupakan gabungan para peneliti dari Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, dan Universitas Sam Ratulangi, Manado. (ROW/ZAL)
Kamis, 27 Agustus 2009 | 05:11 WIB
Makassar, Kompas - http://koran.kompas.com/read/xml/2009/08/27/05112157/aktivitas.pertambangan.mengkhawatirkan
Makassar, Kompas - http://koran.kompas.com/read/xml/2009/08/27/05112157/aktivitas.pertambangan.mengkhawatirkan
No comments:
Post a Comment