Keberadaan gulma yang menutupi 70 persen luas genangan Waduk Batu Tegi dinilai baik karena gulma dapat mengikat unsur-unsur logam dalam air. Namun, gulma harus dikendalikan supaya tidak menutupi seluruh permukaan waduk dan daerah tangkapan air harus terus direhabilitasi untuk menekan laju erosi. Ket Foto: Tiono (40) dan Sakiyem (50) warga Kelurahan Sawah Besar, Kecamatan Gayamsari, Kota Semarang, Kamis (15/1) mengumpulkan eceng gondok (Eichhornia crassipes) untuk dijual di toko bunga. Sebagai gulma dan juga penyebab banjir karena tumbuh di rawa-rawa yang merupakan tempat penampungan air, eceng gondok mempunyai nilai ekonomis yang tinggi sebagai bahan produk kerajinan.
Dia mengatakan, gulma tersebut muncul sebagai akibat terjadinya erosi di daerah tangkapan air di atas waduk. Saat musim kemarau saat ini, di Lampung masih terjadi hujan yang cukup deras.
Hujan saat musim kemarau menyebabkan laju erosi yang kuat. Laju erosi yang cepat yang menyebabkan sedimentasi di waduk telah meningkatkan kadar unsur hara dan mikro atau eutrofikasi di dalam waduk sehingga gulma muncul dan berkembang dengan cepat dalam tiga bulan terakhir.
Berdasarkan data pengelola Waduk Batu Tegi, penyebaran gulma di waduk tersebut saat ini sudah mencapai 70 persen dari luas genangan air seluas 16 kilometer persegi.
Irwan mengatakan, meski gulma baik secara ekologis namun pengelola waduk sebaiknya bisa mengendalikan gulma untuk tidak menutupi seluruh permukaan waduk. Gulma yang terlalu padat dan penuh akan menutupi muka air sehingga air kadar oksigen dalam air rendah dan membuat biota air tidak berkembang dan menurunkan kualitas air sebagai bahan baku air minum.
Pengendalian
Gulma bisa dikendalikan dengan cara manual, mengangkatnya ke atas dari permukan waduk , bukan dengan cara kimia karena akan meracuni air waduk. Dengan cara manual, pengelola bisa melokalisir penyebaran gulma menggunakan dua kapal motor yang dipasang jaring dan meminggirkan gulma.
Edi Sukoso, Pejabat Pembuat Komitmen Operasi dan Pemeliharaan Sumber Daya Alam Balai Besar Wilayah Sungai Mesuji-Sekampung mengatakan, saat ini satu-satunya cara yang dipakai untuk mengurangi gulma adalah meminggirkan gulma dengan jaring setinggi setengah meter sepanjang 200 meter yang dijepit dengan tiga bilah bambu memanjang.
Alat tersebut dipakai secara manual oleh pekerja harian Waduk Batu Tegi. Pekerja meminggirkan gulma ke sudut-sudut waduk kemudian mengangkatnya naik. Akan tetapi, pekerjaan manual dirasa tidak efektif karena pengangkatan gulma tidak cepat. "Kami tengah mengusulkan alokasi anggaran pengendalian gulma kepada pemerintah," ujar Edi.
Lebih lanjut Irwan mengatakan, selain melakukan upaya pengurangan penyebaran gulma, upaya lain yang juga harus dilakukan adalah mencegah laju erosi dengan cara rehabilitasi daerah tangkapan air. Saat ini s ekitar 88,82 persen dari daerah tangkapan air Waduk Batutegi seluas 43.404 hektar didominasi lahan kritis yang menimbulkan erosi.
"Selain mengendalikan persebaran gulma, sebaiknya rehabilitasi lahan dilakukan supaya laju erosi yang menyebabkan peningkatan unsur hara di waduk meningkat bisa dikendalikan," ujar Irwan.
MINGGU, 30 AGUSTUS 2009 | 19:36 WIB
Laporan wartawan KOMPAS Helena Fransisca
Laporan wartawan KOMPAS Helena Fransisca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS.com -http://sains.kompas.com/read/xml/2009/08/30/19360368/Untung.Rugi.Gulma.dalam.Waduk
No comments:
Post a Comment