Kalangan warga tujuh kampung di hulu Sungai Kandilo dan Sungai Telake di Kabupaten Pasir, Kalimantan Timur, berinisiatif menetapkan 61.000 hektar kawasan hutan mereka sebagai hutan adat. Inisiatif itu diambil untuk menyelamatkan hutan dari kehancuran akibat perluasan hutan tanaman industri dan perkebunan kelapa sawit serta pertambangan.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalimantan Timur (Kaltim) Isal Wardhana mengatakan hal itu di Kota Samarinda, Kamis (27/8). Pengukuhan dilaksanakan dalam suatu pertemuan antarwarga hulu Telake dan Kandilo pada 20-21 Agustus di Kampung Muara Payang, Kecamatan Muara Komam.
"Pengelolaan dan pemanfaatan hutan dalam perspektif adat sudah dikenal warga Pasir berabad-abad lamanya. Namun, pemerintah hingga kini belum mengakui keberadaannya," kata Isal.
Hutan sumber kehidupan masyarakat asli itu terancam rusak akibat kegiatan di sektor kehutanan, perkebunan, dan pertambangan atas izin pemerintah di dekatnya.
Isal mengatakan, sejumlah tanda hancurnya lingkungan sudah tampak. Misalnya, pertambangan batu bara di hulu Telake dan Kandilo oleh perusahaan berizin dari pemerintah pusat mengakibatkan air sungai keruh. Ikan sulit didapat. Binatang buruan juga kian sedikit di hutan dekat tambang.
Untuk mencegah kerusakan lebih besar, lanjut Isal, warga berinisiatif melindungi kawasan sumber kehidupan mereka sebagai hutan adat. "Diharapkan pemerintah daerah mengukuhkan kawasan lewat peraturan daerah atau paling tidak keputusan bupati," katanya.
Kawasan-kawasan kelola itu terletak di Kampung Muluy seluas 10.000 hektar hutan adat dan 3.000 hektar kawasan perladangan dan perburuan. Kampung Sekuan Makmur menetapkan 100 hektar hutan adat. Kampung Long Sayo menetapkan 8.000 hektar hutan adat dan 2.000 hektar kawasan perladangan. Kampung Muara Payang menetapkan 10.000 hektar hutan adat.
Kampung Lusan menetapkan 7.500 hektar hutan adat untuk berkebun dan berburu. Kampung Telake menetapkan 10.000 hektar hutan adat, 5.000 hektar kawasan perladangan, dan 5.000 kawasan perburuan. Kampung Muara Samu menetapkan 300 hektar kawasan Gunung Belaung untuk perkebunan (rotan, kopi, durian, langsat, dan pohon madu) dan berinisiatif melindungi kawasan Danau Kreketa dan Danau Toramais.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalimantan Timur (Kaltim) Isal Wardhana mengatakan hal itu di Kota Samarinda, Kamis (27/8). Pengukuhan dilaksanakan dalam suatu pertemuan antarwarga hulu Telake dan Kandilo pada 20-21 Agustus di Kampung Muara Payang, Kecamatan Muara Komam.
"Pengelolaan dan pemanfaatan hutan dalam perspektif adat sudah dikenal warga Pasir berabad-abad lamanya. Namun, pemerintah hingga kini belum mengakui keberadaannya," kata Isal.
Hutan sumber kehidupan masyarakat asli itu terancam rusak akibat kegiatan di sektor kehutanan, perkebunan, dan pertambangan atas izin pemerintah di dekatnya.
Isal mengatakan, sejumlah tanda hancurnya lingkungan sudah tampak. Misalnya, pertambangan batu bara di hulu Telake dan Kandilo oleh perusahaan berizin dari pemerintah pusat mengakibatkan air sungai keruh. Ikan sulit didapat. Binatang buruan juga kian sedikit di hutan dekat tambang.
Untuk mencegah kerusakan lebih besar, lanjut Isal, warga berinisiatif melindungi kawasan sumber kehidupan mereka sebagai hutan adat. "Diharapkan pemerintah daerah mengukuhkan kawasan lewat peraturan daerah atau paling tidak keputusan bupati," katanya.
Kawasan-kawasan kelola itu terletak di Kampung Muluy seluas 10.000 hektar hutan adat dan 3.000 hektar kawasan perladangan dan perburuan. Kampung Sekuan Makmur menetapkan 100 hektar hutan adat. Kampung Long Sayo menetapkan 8.000 hektar hutan adat dan 2.000 hektar kawasan perladangan. Kampung Muara Payang menetapkan 10.000 hektar hutan adat.
Kampung Lusan menetapkan 7.500 hektar hutan adat untuk berkebun dan berburu. Kampung Telake menetapkan 10.000 hektar hutan adat, 5.000 hektar kawasan perladangan, dan 5.000 kawasan perburuan. Kampung Muara Samu menetapkan 300 hektar kawasan Gunung Belaung untuk perkebunan (rotan, kopi, durian, langsat, dan pohon madu) dan berinisiatif melindungi kawasan Danau Kreketa dan Danau Toramais.
KAMIS, 27 AGUSTUS 2009 | 16:51 WIB
No comments:
Post a Comment