Thursday, August 27, 2009

El Nino Berdampak Positif pada Perikanan

Gejala El Nino yang sedang berlangsung tidak hanya mendatangkan kerugian akibat musim kemarau yang berkepanjangan. Namun, di perairan, seperti di selatan Pulau Sumatera, Jawa, hingga Nusa Tenggara, dapat menguntungkan atau berdampak positif karena biota ikan dari kedalaman akan berenang lebih dekat ke permukaan laut.

”Pengaruh El Nino memang bisa mengakibatkan musim penangkapan ikan menjadi lebih banyak. Namun, nelayan juga harus dipersiapkan untuk menghadapi musim paceklik setelah itu,” kata Menteri Kelautan dan Perikanan Freddy Numberi pada konferensi pers, Rabu (26/7) di Jakarta.

Freddy di dalam konferensi pers menekankan perlunya program kelautan dan perikanan menjadi bidang pembangunan tersendiri. Dia menyampaikan capaian kinerja pembangunan kelautan dan perikanan selama lima tahun terakhir, termasuk keberhasilan penyelenggaraan kegiatan bertaraf internasional Konferensi Kelautan Dunia (WOC) dan Sail Bunaken di Sulawesi Utara pada Agustus ini.

Tak bisa dilawan

Secara terpisah, dampak positif El Nino juga dipaparkan Kepala Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas Udara pada Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Edvin Aldrian. ”Selama ini publik disuguhi informasi dampak El Nino masih dari sisi yang tidak menguntungkan saja,” kata Edvin.

Menurut dia, alam, termasuk fenomena El Nino, tak bisa dilawan. Tindakan adaptif atau memanfaatkan nilai keuntungan yang ditimbulkannya menjadi sangat penting.

Pada sektor perikanan, fenomena El Nino mengakibatkan suhu laut menjadi lebih dingin. Biota laut, termasuk ikan-ikan bernilai ekonomis, seperti ikan tuna dari kedalaman, akan berenang mendekati permukaan
laut.

Dengan kondisi air laut seperti itu, industri rumput laut juga lebih diuntungkan. Termasuk pula industri garam karena mendapatkan penyinaran matahari yang lebih lama sehingga produksi juga akan lebih menguntungkan petani.

Perburuan sirip hiu

Menteri Kelautan dan Perikanan Freddy Numberi juga menyinggung perburuan sirip ikan hiu di wilayah perairan Indonesia timur bagian selatan. Pihak Australia pun sering melayangkan protes atas tindakan yang merusak keseimbangan ekosistem kelautan tersebut.

”Nelayan-nelayan tradisional penangkap ikan hiu, yang hanya mengambil siripnya, itu hanya dimanfaatkan oleh ’mafia’ saja,” kata Freddy.

Freddy mengatakan bahwa ”mafia” yang dimaksudkan tersebut adalah para pedagang yang mengambil keuntungan dari perolehan sirip ikan hiu. Ia menyebutkan, ”mafia” itu berperan hingga membelikan kapal nelayan untuk menangkap ikan hiu dan hanya mengambil siripnya saja.

”Satu kapal yang diberikan ke nelayan tradisional harganya paling-paling hanya Rp 30 juta. Namun, pendapatan ’mafia’ dari hasil sirip ikan hiu bisa mencapai Rp 5 miliar,” kata Freddy.

Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Riza Damanik menyatakan, untuk masalah perburuan sirip ikan hiu ini, pemerintah dituntut lebih tegas menerapkan kebijakannya dalam hal konservasi atau penyelamatan lingkungan.(NAW)

No comments:

Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Marke

  | Carbon Policy Lab Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Market Indonesi...