Genaplah sudah besok (17/08/09)
Bangsa ini masih terbelenggu oleh aksi penjajahan ekonomi yang tak kuasa para pemimpin republik ini melawannya. Penghisapan kekayaan negara secara berlebih-lebihan melalui jaringan konglomerasi tambang, minyak dan gas berskala internasional semakin membawa bangsa ini menjadi “pecandu” bantuan negara lain. Penjajahan ekonomi ini sangat mengkhawatirkan karena anak-anak negeri ini justru menjadi “karyawan” dari bangsa-bangsa lain. Ya kita menjadi bangsa “kisanak” yang tak kuasa mampu melawan “tuan-tuan” negara lain.
“Kisanak”
Bangsa ini sejujurnya mengidap penyakit “inferiority complex”, yakni sindrom kerendahan –diri. Ini bisa diakibatkan rakyat jelata selama ini terlalu dimarjinalkan, hak-hak pendidikan dan kesehatan dipinggirkan bahkan sulit untuk dipenuhi. Pembangunan tidak merata mengakibatkan konsentrasi pembangunan kebanyakan di
Setali tiga uang, para penguasa di berbagai bidang khususnya perekonomian, juga mengalami sindrom ini karena mereka lebih terbiasa mencari dana APBN secara cepat, taktis dan kreatif. Sayangnya sifat-sifat tersebut muncul ketika menjual aset bangsa. Pada akhirnya pun kemampuan mereka hanya sebagai negosiator ulung dalam memperdagangkan aset bangsa tanpa memberikan nilai tambah dan “confidence” bagi bangsa ini di kemudian hari.
Indikator bangsa “kisanak” adalah mulai merajainya perusahaan-perusahaan asing bebas-masuk ke negeri ini. Ini konsekuensi dari liberalisme perdagangan yang output-nya penjualan aset-aset strategis bangsa. Beberapa BUMN strategis yang go public sebagian sahamnya mulai dikuasai bangsa asing dimana secara telanjang mereka telah memetakan
“Tuanku”
Ironisnya, tuan-tuan yang datang berbondong-bondong ke
Konsekuensi dari mudahnya tuan-tuan negeri seberang masuk adalah akan mudahnya mereka mendikte kebijakan negeri ini baik itu terkait masalah gaji buruh, perilaku ekspatriat yang “underestimate” terhadap karyawan-karyawan lokalnya hingga masalah psikologis tenaga kerja kita yang “memuja” asing serta menjadi individualis (atas nama karir) yang tidak peka terhadap nasib bangsa ini.
Selain minyak dan gas yang sudah dikuasai asing, menurut beberapa pengamat ekonomi, 75% transaksi saham di Bursa Efek
Kisanak dan Tuan: Lingkungan Yang Rusak
Menariknya minat asing untuk investasi di Indonesia selama bertahun-tahun ternyata oleh sebagian pemimpin “berjiwa kisanak” plus ”korporat asing yang rakus” mengubah Indonesia menjadi tanah hisapan yang tak ada habis-habisnya. Hal ini mengakibatkan lingkungan Indonesia menjadi area raksasa yang hancur. Dari beberapa data LSM-LSM lingkungan terhampar fakta sbb: Selama dasawarsa terakhir ini luas hutan hujan di Indonesia semakin menurun. Pada era 1960-an Indonesia masih memiliki 82 % hutan hujan lalu menurun menjadi 68 % di tahun 1982, kemudian menjadi 53 % di tahun 1995, dan akhirnya tinggal 49 % di tahun 2000-an. Jumlah hutan yang turun tersebut diakibatkan antara lain yakni: penebangan hutan, penambangan, perkebunan agrikultur dalam skala besar, kolonisasi, dan aktivitas lain yang substansial, seperti memindahkan pertanian dan menebang kayu untuk bahan bakar.
Di samping itu sebanyak 1,8% lahan hijau di
Ø
Ø Jawa Timur, dimana luas hutan berkurang sebesar 63%.
Ø Medan, dimana luas hutan kota tinggal 0,12%.
Ø Yogyakarta, dimana lahan hijau terbuka tinggal 35%.
Ø Malang, dimana luas hutan kota tinggal 71,6 hektar.
Kondisi ekologis yang parah di beberapa daerah ini sangat mengerikan mengingat ketersediaan ruang terbuka hijau yang ideal adalah sebesar 30% (mengacu pada Undang-undang Penataan Ruang No.26 Tahun 2007). Kurangnya lahan hijau pada akhirnya membawa pengaruh yang buruk terutama dalam menghadapi pemanasan global. Di samping itu banyak gedung perkantoran atau bangungan-bangunan yang kurang memperhatikan aspek ramah lingkungan sehinga hal ini turut menambah daya dukung lingkungan yang semakin kritis.
Atas dasar kondisi lingkungan
Oleh karena ini masih relevankah kemerdekaan ke-64 ini kita rayakan meski negeri ini secara urat-nadinya sudah perlahan-lahan dikuasai bangsa asing dimana sumber daya alam mulai habis dan lingkungan kita rusak berat??? Hati nuranimu lah yang menjawab !
Salam (ingin benar-benar) merdeka,
Penulis: Leonard T. Panjaitan
- Komunitas Warga Hijau Indonesia-
No comments:
Post a Comment