”Kita turut prihatin, pembukaan hutan terus berlangsung dan mengancam kepunahan burung-burung,” kata Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Departemen Kehutanan Darori pada konferensi pers, Selasa di Jakarta.
Darori didampingi Direktur Pos pada Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi Departemen Komunikasi dan Informatika Ingrid R Pandjaitan serta Ketua Dewan Burung Indonesia Ani Mardiastuti.
Dari keenam jenis burung tersebut, menurut Lembaga Konservasi Dunia atau International Union for Conservation of Nature (IUCN), dinyatakan mendekati terancam punah, meliputi luntur kasumba (Harpactes kasumba), julang jambul hitam (Aceros corrugatus), cekakak hutan melayu (Actenoides concretus), dan kuau raja (Argusianus argus).
Dua jenis burung berikutnya, mentok rimba (Cairina scutulata) dan bangau storm (Ciconia storm), dinyatakan IUCN dalam status genting.
”Jenis burung mentok rimba itu dulu ada di Jawa, tetapi sekarang sulit ditemui lagi. Begitu pula untuk bangau storm,” kata Ani Mardiastuti.
Ingrid Pandjaitan mengungkapkan, penerbitan prangko dengan gambar enam burung terancam punah yang saat ini masih bisa ditemui di Sumatera itu, selain menjadi alat tukar bayar, juga menjadi wahana edukasi.
Darori mengatakan, penyelamatan jenis burung yang terancam punah dapat dilakukan dengan mencontoh perlakuan pada burung jalak bali (Leucopsar rothschildi) yang ditangkap, kemudian ditangkarkan.
Sekitar 10 tahun yang lalu, sulit sekali ditemukan jalak bali ini. Namun, dengan bantuan berbagai lembaga swadaya masyarakat, burung tersebut sekarang dapat dikembangbiakkan. ”Baru-baru ini data di Yokohama, Jepang, saja ada 300 jalak bali,” kata Darori.
Darori mengatakan, kepunahan satwa, seperti harimau jawa, akibat larangan penangkapan untuk ditangkarkan. Kebijakan seperti ini semestinya dihindarkan.
JAKARTA, KOMPAS.com —http://sains.kompas.com/read/xml/2009/07/15/07445936/enam.burung.sumatera.terancam.punah.untuk.prangko
No comments:
Post a Comment