Wednesday, August 5, 2009

BUMI SERATUS TAHUN LAGI

Bumi bergejolak tak menentu. Bencana datang silih berganti tanpa satu kepastian apa yang sebenarnya sedang terjadi saat ini. Bila Anda harus berpikir dari akhir, kira-kira apa yang terbayang tentang kondisi Bumi, termasuk penghuninya, pada periode 100 tahun mendatang?

Ini bukan tentang penilaian orang, baik kerabat, teman, atau siapa pun, tentang diri Anda, seperti ditulis Stephen R Covey dalam The 7 Habbits of Highly Effective People, tetapi masa depan Bumi berpenghuni miliaran orang, dari Kutub Selatan hingga Kutub Utara, dari ujung barat hingga ujung timur (yang kembali ke ujung barat) lagi.

Laporan pertama Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menegaskan, pemanasan global yang berdampak pada perubahan iklim adalah akibat aktivitas manusia (antropogenik).

Abad ini peningkatan suhu global diperkirakan naik 1,4-5,8 derajat Celsius. Saat ini saja, dengan suhu Bumi yang naik sekitar 0,6 derajat Celsius sejak revolusi industri, berbagai spesies flora dan fauna musnah sebelum sempat dipelajari.

Fenomena cuaca dan iklim yang tak menentu disinyalir akibat pemanasan global.

Kejadian puting beliung meluas hingga kawasan yang dulunya tak pernah terjadi. Yang satu ini belum terbukti secara ilmiah apakah akibat faktor pemanasan global.

“Hujan dan panas tak menentu sekarang ini mengherankan. Menyeramkan buat saya,” kata Henny (33), ibu seorang anak usia delapan tahun, Aditya.

Hal senada diungkapkan Zulfa (33), ibu dua anak, Faqih (8) dan Nabila (5). Baginya, sangat perlu mengetahui kondisi lingkungan lokal dan global, yang dinilainya makin aneh. Bukan hanya memperkaya wawasan, tetapi juga memahami apa yang dapat dilakukan keluarga.

Generasi pewaris

Ini adalah cara melihat masa depan, Bumi dengan segala permasalahan yang ditimbulkan penghuninya, diprediksi mewariskan permasalahan besar.

Sejumlah prediksi tentang Indonesia di antaranya kenaikan permukaan air laut yang akan menggenangi daratan sejauh 50 meter dan garis pantai kepulauan Indonesia sepanjang 81.000 kilometer.

Lebih dari 405.000 hektar daratan Indonesia akan tenggelam. Artinya. ribuan pulau kecil terancam terhapus dari peta.

Belum lagi kerentanan ratusan ribu hektar tambak dan sawah di daerah pasang surut. Abrasi pantai dan intrusi air laut kian parah. Sumber-sumber air bersih tercemar (Kompas, 13/12/2006).

Di Lombok Nusa Tenggara Barat, misalnya, mata air di sejumlah lokasi tak lagi mengalir seperti dua tahun lalu. Di Bali, gelombang tinggi menerjang pesisir. Fenomena yang tak pernah terjadi sebelumnya.

Meski secara ilmiah terbukti bahwa pohon berfungsi menyeimbangkan suhu Bumi dan menyimpan karbon, nafsu mengonversi hutan alam terus dilayani mengatasnamakan investasi atau melayani pasar yang atraktif.

Banyak hal yang bisa dilakukan untuk memperlambat pemanasan global, mulai dan hal-hal sepele. Misalnya, karena tisu berbahan dasar kayu, gantilah dengan lap kain. Mulailah menanam dan memelihara pohon di halaman rumah. Bongkar lahan yang telanjur dicor namun tak fungsional.

Prediksi ilmuwan (1PCC), bila cara hidup manusia tak berubah, lelehan kubah es di kutub akan menaikan permukaan laut sekitar 1meter. Suhu Bumi diperkirakan meningkat hingga 5,8 derajat Celcisius dari tahun 1990. Sekitar 80 persen spesies flora dan fauna punah di alam. Kekeringan dan banjir akan terjadi lebih hebat.

Seratus tahun mendatang, bergantung pada keputusan kita sekarang hari ini! Untuk generasi pewaris Bumi.

KOMPAS, SENIN, 21 APRIL 2008

Green Festival

No comments:

Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Marke

  | Carbon Policy Lab Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Market Indonesi...