Industri pertambangan kerap membuat kerusakan lingkungan. Dari mulai hilangnya kawasan hutan hingga menyebab pencemaran.
Hal itu diungkapkan Koordinator Jaringan Advokasi Tambang Indonesia (Jatam) Siti Maimunah.
Apalagi, kata Maimunah, industri tambang sangat rakus terhadap lahan dan air. Perusahaan pertambangan tergolong perusahaan jangka pendek yang tidak terbarukan. Kerusakan lingkungan akibat pertambangan tidak bisa dihindari.
"Misalnya, perusahaan tambang dibangun di sebuah pulau kecil. Selain mengganggu daerah resapaĆ air, proses penambangan perusahaan itu menyumbang limbah (tailing) B3 (bahan beracun dan berbahaya) bagi lingkungan sekitarnya," jelasnya saat dihubungi Media Indonesia, Sabtu (20/6).
Menurutnya, terdapat tiga jenis pembuangan dari yang primitif hingga yang dikatakan modern. Pertama, pembuangan limbah langsung ke sungai, kedua, pembungan limbang ke laut (submarine tailing disposal), dan pembuangan dalam kolam (tailing dam).
"Untuk mendapat satu gram emas, industri membutuhkan 100 liter air untuk proses ekstraksi. Belum lagi untuk kebutuhan industri dan karyawannya," katanya.
Besarnya kebutuhan air dalam proses penambangan, ia menilai pertambangan dapat memicu krisis air. Tak hanya itu, tambang yang membuka kawasan hutan dapat mengganggu kehidupan keanekaragaman hayati. (Drd/OL-06)
JAKARTA--MI:20 Juni 2009 19:19 WIB
No comments:
Post a Comment