Sunday, July 19, 2009

Potensi Besar Kebakaran Lahan

Pemantauan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional menggunakan Satelit Terra/Aqua menunjukkan jumlah titik panas saat ini cenderung terus bertambah. Sementara itu, saat ini merupakan masa dampak El Nino biasa terjadi.

Data dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) menunjukkan potensi kebakaran hutan yang membesar yang ditunjukkan oleh luas lahan yang terus membesar.

”Di kawasan Asia Tenggara jumlah titik panas di Indonesia sejak akhir April 2009 lalu hingga sekarang adalah yang terbanyak. Titik panas mengindikasikan potensi kebakaran lahan atau kebakaran hutan yang kini terus membesar,” kata Kepala Bidang Pengembangan Pemanfaatan Penginderaan Jauh Lapan Orbita Roswintiarti, Kamis (17/7).

Pada data terakhir per 15 Juli 2009 disebutkan terdapat 65 titik panas yang terpusat di wilayah Sumatera dan sebagian lainnya di Kalimantan.

Pada Juli 2009 tercatat titik panas terbanyak terjadi pada 4 Juli 2009, yaitu 128 titik panas. Paling sedikit, 11 titik panas, terjadi pada 2 Juli 2009.

Lapan saat ini telah menerapkan Sistem Peringkat Bahaya Kebakaran. Peringkat tersebut diterapkan di empat provinsi di Sumatera, yaitu Jambi, Riau, Sumatera Selatan, dan Lampung, serta seluruh provinsi di Kalimantan sebagai wilayah yang paling berpotensi terjadi kebakaran.

Lokasi di lahan gambut

Menurut Orbita, informasi yang paling penting diwaspadai untuk sistem peringatan dini supaya kebakaran tidak meluas dan berkepanjangan adalah lokasi titik panas di lahan gambut.

Selain itu, patut diwaspadai pula pengaruh gejala El Nino yang akan menimbulkan kemarau berkepanjangan.

”Saat ini El Nino masih lemah. Peluang akan terjadi El Nino masih fifty-fifty (50 persen), tetapi anehnya jumlah titik panas cukup banyak,” kata Orbita.

El Nino merupakan gejala penurunan suhu permukaan Samudra Pasifik bagian barat. Akibatnya, Samudra Pasifik tidak bisa menyuplai uap air menjadi awan hujan di wilayah Indonesia. Akhirnya, wilayah Indonesia terancam mengalami kemarau lebih panjang.

Awalnya, kejadian El Nino berlangsung tujuh tahunan. Namun, sekarang intensitasnya makin meningkat antara tiga sampai empat tahun sekali. Hal ini oleh sejumlah pakar lingkungan dan meteorologi disebutkan sebagai indikasi terjadinya anomali iklim atau bahkan perubahan iklim.

Gejala muncul lagi

Periode gejala El Nino yang terjadi di Indonesia antara lain tahun 1982, 1987, 1991, 1994, 1997, 2002, dan 2006. Pada tahun 2009 ini diprediksikan akan terjadi gejala El Nino lagi.

Menurut Orbita, informasi dini mengenai titik panas dari citra satelit membutuhkan tambahan data dengan melakukan observasi ke lapangan.

Pemerintah daerah bersangkutan diharapkan berlaku aktif dengan memantau titik panas atau hot spot dan segera memadamkannya ketika telah berubah menjadi titik api.

Secara terpisah, pakar perubahan iklim Institut Pertanian Bogor (IPB), Hidayat Pawitan, mengatakan, makin bertambahnya titik panas juga mengindikasikan makin rusaknya kawasan vegetasi hutan.

Menurut Hidayat, kapasitas penginderaan jarak jauh dengan satelit itu menyebutkan adanya titik panas yang tidak selalu sama dengan titik api.

”Titik panas suatu wilayah akan terpantau satelit jika kawasan di daratan itu suhunya mencapai lebih dari 50 derajat celsius,” kata Hidayat.

Menurut dia, lahan atau hutan yang rusak dan terpapar sinar matahari secara terus-menerus dapat menahan panas hingga 50 derajat celsius atau lebih. Jadi kawasan itu akan terpantau satelit sebagai titik panas.

Orbita mengatakan, data per 15 Juli 2009 ada beberapa titik panas di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat.

Di wilayah tersebut diperkirakan titik panas muncul bukan akibat kebakaran, melainkan suhu di daratan yang terpantau mencapai lebih dari 50 derajat celsius akibat paparan sinar matahari terus-menerus.

”Ranting dan daun-daun kering mampu menyerap suhu sampai 50 derajat celsius. Ketika itu berada di lokasi yang terbuka atau di lahan gambut yang telah mengering, akan menjadi mudah terbakar,” lanjut Orbita. (NAW)

Jakarta, Kompas - Jumat, 17 Juli 2009 | 04:53 WIB

Source:http://koran.kompas.com/read/xml/2009/07/17/04531076/potensi.besar.kebakaran.lahan

No comments:

Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Marke

  | Carbon Policy Lab Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Market Indonesi...