Thursday, July 30, 2009

AIR UNTUK SEMUA

”Hujan membasahi permukaan Bumi. Apakah semua warga Bumi dapat menikmati air yang berasal dari hujan tersebut?” bunyi pertanyaan No. 31 dalam Ramsar Game, papan permainan yang dibuat untuk memperkenalkan pengetahuan tentang sumber, siklus, penggunaan dan perlindungan air. Ramsar sendiri diambil dari nama kota di Iran yang menjadi tuan rumah konvensi internasional tentang lahan basah pada 1971, dan sejauh ini telah ditandatangani 140 negara, termasuk Indonesia.

Papan permainan ini dikembangkan organisasi Ramsar, badan PBB untuk pendidikan UNESCO dan Danone-AQUA, disebarkan sejak 2006 ke 1.000 sekolah di Jawa, Bali dan Sumatra. Omong-omong, apa jawaban Anda untuk pertanyaan di atas? “Tidak?’ Tepat. Tanah pasir bebatuan tak bisa “menahan” air hujan.

Bekerja sama dengan LSM internasional, Action Contre La Faim, Danone-AQUA selama Maret 2007 — Juni 2008 membangun infrastruktur yang memperpendek jarak titik pengambilan air bagi penduduk setempat. Bersama ilmuwan setempat, penduduk dilibatkan untuk pemeliharaan, agar sarana ini terus tersedia. Jangan melulu menggantungkan pada proyek dadakan

Hal serupa dilakukan di tujuh desa di Pulau Buton dan Muna, Sulawesi Tenggara dengan sungai tadah hujan dan tanah bebatuan, sejak 2004. Air bersih dikelola oleh dan untuk masyarakat sendiri, walau awalnya dimotori LSM Perhimpunan Peningkatan Keberdayaan Masyarakat, untuk menjembatani pengungsi Maluku yang sebenarnya merupakan perantau dari kedua pulau itu, dengan penduduk setempat.

Kaum ibu dan bapak bahu-membahu, kaum ibu menanam bibit pohon besar di sekitar sumber air di perbukitan - masih ingat, satu pohon besar bisa menahan 10 liter air? Kaum bapak membangun distribusi dari sumber air dengan pipa besi ke desa (disponsori program), dan dari rumah ke rumah dengan paralon (biaya sendiri). Ada iuran bulanan untuk perawatan Rp 2.000,-/bulan untuk keluarga dengan anggota lebih dari 5 orang, dan Rp 1.000,-/bulan untuk keluarga kurang dan 5 orang.

Di Pulau Kelapa-Harapan, Kepeluan Seribu, Jakarta, penduduk harus menyediakan tangki besar air dengan corong kecil untuk menampung hujan yang turun sewaktu- waktu. Untungnya, sejak 2003, penduduk bisa menikmati air bersih lebih mudah. Dengan dana dari pengurangan subsidi BBM, Bina Marga buat instalasi penyulingan air laut dengan sistem Reverse Osmosis yang dikembangkan sejak l970-an. “Air RO,” kata orang pulau.

Prinsip kerjanya, pelarut pekat (air laut) dialirkan melalui sebuah membran (selaput penyaring) ke daerah lebih encer, dengan tekanan melebihi tekanan osmosis (mengalir dan pelarut encer ke pelarut pekat). Jadi, RO mendorong cairan pekat lewat selaput yang menangkap kepekatannya (garam) dan satu sisi, dan membiarkan air murni lewat. Hasilnya: air yang bisa langsung diminum tanpa dimasak! Untuk satu jerigen berisi 20 liter air, penduduk hanya membayar Rp 500,-. Bandingkan dengan harga air mineral botolan.

Hal-hal di atas membuat saya tersadar. Walau tak pernah benar-benar mengalami kesulitan air, kini saya kian berhemat. Misalnya, membiasakan diri mandi di atas baskom besar (untuk menampung sisa guyuran air, yang kelak digunakan untuk “minum” tanaman). O ya, siramlah tanaman di malam hari, untuk mengurangi penguapan.

Bagaimana dengan Anda?

Christantiowati HALAMAN HIJAU – INTISARI NO.530 / SEPTEMBER 2007 Hlm 110-111

No comments:

Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Marke

  | Carbon Policy Lab Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Market Indonesi...