”Mikroturbin tergolong teknologi baru yang belum pernah kita aplikasikan,” kata Kepala Balai Besar Teknologi Energi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi MAM Oktaufik, Senin (27/7) di Jakarta.
Menurut Oktaufik, dengan dana hibah dari Global Environment Facility melalui Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) akan diimpor enam unit mikroturbin kapasitas 30 kilowatt-65 kilowatt dari Amerika Serikat. Dari total dana hibah 6 juta dollar AS, selain untuk pengadaan mikroturbin, juga untuk menunjang penguatan kapasitas pengusaha produsen listrik selama lima tahun.
Batas kapasitas produksi listrik mikroturbin di bawah 1.000 kilowatt dengan peralatan yang minim. Ini berfungsi menunjang desentralisasi energi atau pemenuhan energi tanpa transmisi sentralistik. Saat ini biaya peralatan teknologi ini masih terlampau tinggi, yaitu antara 3 kali dan 4 kali lipat mesin diesel.
Harga investasi awal untuk produksi 1 kilowatt mesin diesel berkisar 500 dollar AS (Rp 5 juta), sedangkan dengan mikroturbin bisa mencapai 2.000 dollar AS (Rp 20 juta). Teknologi ini menggunakan bahan bakar biogas atau metana.
”Karena bentuk mikrohidro relatif kecil, di Amerika Serikat juga digunakan untuk mesin kendaraan bus,” ujar Oktaufik.
Assistant Country Director UNDP Indonesia Budhi Sayoko mengatakan, pengadaan mikroturbin adalah untuk program substitusi mesin-mesin diesel yang selama ini digunakan untuk gedung atau perkantoran. Tujuannya untuk meningkatkan efisiensi produksi listrik dengan teknologi yang lebih ramah lingkungan.
”UNDP akan memberikan dana hibah 6 juta dollar AS. Saat ini sedang dibahas untuk menghindari peran pihak ketiga dalam proses tendernya,” kata Budhi.
Rabu, 29 Juli 2009 | 03:47 WIB
Jakarta, Kompas
No comments:
Post a Comment