Sumber energi terbarukan panas bumi diprioritaskan untuk menunjang program pengembangan pembangkit listrik 10.000 megawatt tahap kedua pada 2009 hingga 2014. Namun, masih terjadi problematik pada tanggung jawab pengeboran dan penetapan harga jual listrik dari panas bumi yang dimintakan investor supaya lebih tinggi daripada harga listrik yang diproduksi dengan bahan bakar fosil.
”Tuntutan mereka, pengeboran sampai menjadi sumur panas bumi menjadi tanggung jawab pemerintah,” kata Direktur Pusat Teknologi Konversi dan Konservasi Energi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Arya Rezavidi, Senin (13/7) di Jakarta.
Arya mengatakan, tahap pengeboran panas bumi memiliki risiko ketidakpastian yang membuat swasta tidak tertarik untuk menanamkan investasi pada tahap ini. Padahal, pengembangan pembangkit listrik 10.000 MW merupakan program percepatan yang diharapkan didukung penuh swasta.
”BPPT mendorong supaya pemerintah yang mengambil peran dalam eksplorasi atau pengeboran sampai menjadi sumur panas bumi siap kelola,” kata Arya.
Mengenai harga jual listrik dari pembangkit listrik tenaga panas, menurut Arya, estimasi pihak swasta terhadap harga listrik panas bumi masih lebih tinggi daripada harga listrik PLN yang menggunakan sumber energi bahan bakar fosil.
”Produksi listrik dari panas bumi sekitar 6-8 sen dollar AS per kilowatt jam (kWh), sedangkan produksi listrik PLN masih di bawahnya, berkisar 4-5 sen dollar AS pe kWh. Perbedaan harga ini membutuhkan kesepakatan dan pemerintah sudah menyerahkan kepada PLN untuk bernegosiasi dengan investor,” kata Arya.
48 persen panas bumi
Berdasarkan data yang dikemukakan Sekretaris Direktorat Jenderal Mineral, Batu Bara, dan Panas Bumi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Witoro Soelarno, program pengembangan pembangkit listrik 10.000 MW akan dipenuhi dengan tenaga panas bumi sebesar 48 persen atau 4.733 MW. Selebihnya, batu bara sebesar 40 persen dan tenaga hidro 12 persen.
Indonesia memiliki potensi panas bumi untuk membangkitkan listrik sebesar 27.000 MW dan potensi ini terbesar di dunia. Namun, yang dimanfaatkan baru sekitar 1.000 MW.
Untuk pembangunan pembangkit listrik 10.000 MW tahap kedua, Departemen ESDM sudah menetapkan 22 satuan wilayah kerja pertambangan panas bumi untuk persiapan lelang.
Sebanyak enam wilayah kerja pertambangan telah dilelang, yaitu meliputi wilayah kerja pertambangan Gunung Tampomas (Sumedang-Subang), Cisolok-Cisukarame (Sukabumi), Tangkuban Perahu (Subang-Bandung-Purwakarta), Jailolo (Halmahera Barat), Sokoria (Ende, Nusa Tenggara Timur), dan Jaboi (Sabang, Nanggroe Aceh Darussalam).
Menurut Arya, setiap perusahaan swasta hanya berminat pada investasi pembangkit listrik tenaga panas bumi skala besar di atas 10 MW. ”Padahal, tidak sedikit panas bumi skala kecil yang harus dimanfaatkan pula,” kata Arya. (NAW)
Jakarta, Kompas - Selasa, 14 Juli 2009 | 05:09 WIB
Source:http://koran.kompas.com/read/xml/2009/07/14/05091740/panas.bumi..masih.problematik
Membantu Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank Dalam Penerapan Sustainable Finance (Keuangan Berkelanjutan) - Environmental & Social Risk Analysis (ESRA) for Loan/Investment Approval - Training for Sustainability Reporting (SR) Based on OJK/GRI - Penguatan Manajemen Desa dan UMKM - Membantu Membuat Program dan Strategi CSR untuk Perusahaan. Hubungi Sdr. Leonard Tiopan Panjaitan, S.sos, MT, CSRA di: leonardpanjaitan@gmail.com atau Hp: 081286791540 (WA Only)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Marke
| Carbon Policy Lab Understanding the Presidential Candidates’ Environmental Policies and Potential Stances for the Carbon Market Indonesi...
-
Kementerian Kehutanan (Kemenhut) menerapkan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) untuk menghentikan masuknya produk kayu dari hasil p...
-
PT Konsorsium Televisi Digital Indonesia (KTDI) menggelar uji coba siaran televisi digital di wilayah Jabotabek. Siaran uji coba itu merupak...
No comments:
Post a Comment